Sunday, June 12, 2011

Ada Apa dengan Kebun Part 10 (repost)

Part 10 : Dayat pergi, Rio datang

Rio berhasil meminta maaf ke Ify, Ify pun menerimanya, tapi… apakah memang sampai disitu saja??
****

“Elo ngapain nyengir gitu Yo? Aneh” komentar Alvin saat melihat Rio yang berjalan penuh percaya diri dan cengiran lebarnya ke arahnya.

“Iya dong! Kemaren kan gua maafan sama Ify!” sahut Rio bangga, menghempaskan dirinya di kursi.

“Ooh… pantesan. Ceritain dong!” pinta Alvin, mengubah posisi duduknya menjadi tegak.

Rio dengan senyum berseri-seri menceritakan kejadian kemarin. Mata Alvin semakin terbelalak saat mendengar Rio sepayung dengan Ify.

“Wah, udah kayak drama korea! Kapan ya gua bisa sepayung sama Sivia....” ucap Alvin saat Rio sudah selesai menceritakan semuanya.

Rio menepuk bahu sahabatnya itu keras,“Yahelah, Vin! Kok elo jadi gini lagi sih?”

“Engga tau juga! Ah bodo lah, jalanin aja pelan-pelan” ujar Alvin, mendekap ranselnya dan memejamkan matanya. Saat itu memang masih jam 6 kurang 5 menit. Kelas pun masih sepi, Yang sudah masuk kelas hanya Alvin dan Rio. Mereka berdua memang paling senang datang pagi-pagi. Saat suasana masih lengang dan udara masih segar.

“Nah. Gitu dong!” ujar Rio lagi, lalu ikut mendekap tasnya, tapi ia tidak memejamkan matanya. Ia masih terbayang-bayang kejadian kemarin.

Saat ia sepayung berdua dengan Ify. Tiba-tiba, Ify melangkah masuk ke kelas diikuti Sivia. Alvin dan Rio yang tadi masih ngantuk-ngantuk jadi semangat 2012. Alvin segera mengeluarkan buku fisikanya, mencoba mempelajari bab baru yang belum diajarkan Pak Duta. Yaah… Sivia memang suka cowok pintar, dia juga sering minta diajari Alvin tentang Fisika.

Rio? Rio tersenyum pada Ify, yang dibalas Ify dengan senyuman manisnya. Sebelum Ify dan Sivia keluar kelas lagi. Alvin yang tadi curi-curi pandang ke arah Sivia mendesah kecewa.

“Yaaah… Kok dia pergi sih?” keluh Alvin sambil menutup bukunya lagi. Rio terkekeh pelan, lalu kembali mendekap tasnya. Memejamkan matanya perlahan-lahan…

“RIO CINTAAAA…”

Mata Rio seketika terbelalak. Mencari-cari asal suara yang menggelegar itu. Dan… Rio menemukannya. Seorang cewek, di depan pintu kelas, dengan memakai aksesoris berwarna serba cerah di rambut dan tangannya, dan menenteng tas berwarna merah menyala. Zevana.

Yah, Zevana memang suka pada Rio sejak kelas 7. Terobsesi mungkin, karena Zevana nekat, dan tak pernah menyerah untuk mendapatkan perhatian Rio. Termasuk memanggil nama Rio seperti layaknya memanggil pacar.

“Err… elo Zev,” gumam Rio pelan, mukanya berubah pucat. Ia memang trauma dikejar-kejar Zevana sampai ke dalam toilet cowok
waktu kelas 7 dulu.

“Riooo… aduuuh kamu makin ganteng! Seminggu pas aku pergi ke London kemarin kamu engga kenapa-kenapa kaaan???” tanya Zevana genit, mengerlingkan matanya dengan cara yang membuat Rio bergidik.

“Ga kenapa-kenapa. Gua engga kurang suatu apa. Gua beli busur dulu ya buat matematika!! Ayo, Vin!” ujar Rio cepat sambil menggeret Alvin keluar kelas.

“Panik banget elo, Yo?” tanya Alvin saat mereka sudah berhasil melarikan diri ke lapangan basket.

“Mana bisa gua santai kalo ada cewek kayak dia! Mestinya dia liburan ke London terus ga balik lagi!” sahut Rio sambil mengatur nafasnya. Zevana anak orang kaya, dan sering jalan-jalan ke luar negeri, dan beberapa hari ini Rio bebas darinya karena Zevana pergi ke London selama seminggu, semenjak pembagian kelas. Tapi, yaah… sekarang Zevana sudah pulang dan Rio harus bersiap-siap untuk kabur darinya lagi.

“RIOOO KOK KAMU KABUR SIIH??” tiba-tiba ada suara seorang cewek menggelegar. Alvin dan Rio berpandangan sesaat.

“LARI, VIIIN!!!” seru Rio sambil menyeret Alvin.

***

“Makasih Vin, tumpangannya. Gua masih capek tadi dikejar-kejar Zevana” ujar Rio saat dia sudah berada di depan rumah Ify untuk bekerja. Sekarang sudah jam 13.30, dan pasti Ify sedang menunggu kedatangan Rio untuk membereskan kebunnya.

“Yahelah, Yo! Kan kejar-kejarannya udah tadi pagi! Ah, elo cowok kok lemes sih, Yo? Semangat dong! Elo kan mau kerja!” Alvin memberi semangat diikuti senyumannya.

Rio mengangguk sambil tersenyum. Ia lalu berbalik dan segera berjalan ke kebun Ify. Memulai pekerjaannya. Tapi… disana, di bawah meja berpayung, ada Ify. Tunggu, Ify tidak ceria seperti biasanya! Ia menelungkupkan kedua tangannya dan membenamkan wajahnya disana. Sesekali badannya tergoncang pelan. Menangis?

Rio yang digelayuti rasa heran mendekat ke arah Ify, ia ingin memastikan asumsinya. Oh-oh, isakan Ify terdengar pelan. Ify. Menangis.

Rio menyentuh bahu Ify pelan, “Fy?” panggilnya lembut. Ify mendongak, wajahnya merah dan matanya sembap. Ia memeluk Rio tiba-tiba. Refleks, Rio membelai rambut Ify canggung.

“Kak Dayat. Kak Dayat. Kak Dayat. Kak Dayat” ucap Ify terus-terusan. Dayat? Oh, cowok yang dulu membawa mawar putih. Pikir Rio sesaat.

“Kak Dayat? Cowok yang 2 hari yang lalu kesini? Kenapa memangnya?” tanya Rio lembut, ia yakin kondisi Ify saat ini sedang sangat-amat sedih.

“Kak Dayat pergi… dia pergi…” jawab Ify lirih, diikuti cegukan kecilnya. Mungkin karena terlalu lama menangis.

‘Apa? Dayat pergi? Horeee!! Gua jadi ga ada saingan!’ Pikiran itu sempat terbesit di otak Rio. Tapi melihat kondisi Ify yang sedang menangis ini… Rio jadi tidak tega.

“Pergi kemana?” tanya Rio lagi, masih membelai lembut rambut Ify dengan canggung. Baru pertama kalinya ia membelai seorang cewek. Baru pertama kalinya ia berusaha menenangkan cewek yang menangis.

“Pergi. Australia. Dayat. Pergi…” ceracau Ify. Rio berusaha mencerna kata-kata Ify barusan, Dayat. Pergi. Australia? Dayat pergi ke Australia maksudnya?

“Pergi ke Australia?” tanya Rio lagi, ingin memastikan. Ify mengangguk perlahan, tapi tangisnya semakin kencang.

Rio semakin terbiasa membelai rambut Ify. Untuk kali ini ia tidak merasa canggung, Rio melepaskan dekapan Ify pelan, dan menuntunnya untuk duduk. Beruntung, di meja ada secangkir teh, entah masih hangat atau tidak. Rio tak peduli. Ia menyodorkan cangkir itu pelan ke hadapan Ify.

“Diminum dulu, biar tenang” ujar Rio pelan, Ify menerima cangkir itu dan meneguk tehnya. Lumayan, perasaannya lebih tenang.

Rio tersenyum melihat raut muka Ify yang berubah menjadi rileks. Ia duduk di kursi yang bersebelahan dengan kursi Ify.

“Jadi… udah bisa cerita?” tanya Rio lembut, tangannya ingin membelai rambut Ify lagi, tapi hatinya menolak.

Ify mengangguk pelan, dan menghela nafas. Ia menceritakan kejadian satu jam yang lalu saat Dayat tiba-tiba meneleponnya dan mengatakan hal yang tidak disangka-sangka oleh Ify. Dayat sudah ada di dalam pesawat, hendak pergi ke Australia untuk melanjutkan sekolahnya yang masih SMA. Dayat sengaja tidak memberitahu Ify akan hal ini sebelum ia berangkat. Ia tak tega melihat Ify menangis.

Yah, Dayat memang selalu menemani hari-hari Ify selama 4 tahun terakhir. Memberi bunga, bibit bunga kesukaan Ify, memberi cokelat, dan hal-hal lain yang selalu bisa membuat hati Ify berbunga-bunga. Rio terpaku mendengar penjelasan yang meluncur cepat dari mulut Ify. Pantaslah Dayat sangat berarti bagi Ify. Dayat yang selalu menemani Ify. Dibandingkan dirinya? Yang baru beberapa hari ini bertemu Ify? Cih, Rio belum berarti apa-apa untuk Ify. Tapi Rio tidak bisa berbohong kalau sebenarnya ada sedikit rasa lega mengetahui Dayat sudah pergi.

“Udah, engga apa-apa” ujar Rio pelan, mengusap-usap pundak Ify yang sesekali masih cegukan kecil.

“Engga apa-apa, masih ada gua kan?” ceplos Rio tiba-tiba. Rio menepuk mulutnya, mencoba menahan perasaan malu di dadanya karena mengucapkan sesuatu yang—ehm— biasanya diucapkan oleh orang-orang dewasa.

Ify menoleh kesal ke arah Rio. Beraninya cowok yang baru dikenalnya kurang dari 2 minggu ini membandingkan dirinya sendiri dengan Dayat yang sudah menemaninya 4 tahun!

“Elo ga tau perasaan gua! Dayat itu yang udah nemenin gua sampe bertahun-tahun! Ga kayak elo yang baru kenal sama gua kurang dari 2 minggu!!! Jangan berani-berani ngebandingin diri elo sendiri sama Dayat! Pergi lo!!” seru Ify dibawah kesadarannya. Mau apalagi? Ia kesal melihat Rio yang membandingkan dirinya sendiri dengan Dayat! Meski

Ify tak tahu kalau Rio benar-benar tak sengaja. Rio terperangah mendengar ucapan Ify. Dia tahu dia salah, tapi kenapa Ify harus membentaknya seperti itu?? Rio tahu dia baru kenal dengan Ify kurang dari 2 minggu, tapi Rio benar-benar tak bermaksud membandingkan dirinya sendiri dengan Dayat!! Ia hanya ingin berusaha menghibur Ify! Mengapa cewek selalu salah menanggapi sesuatu?

Rio tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia meraih ranselnya dan bergegas pergi dari rumah Ify. Perlahan ia mendorong pintu gerbang, dan berjalan menjauh dari rumah Ify. Terus menjauh, menjauh, sampai Ify tak bisa melihat Rio lagi. Ify baru menyadari perkataannya itu saat Rio pergi. Sungguh, Ify mengatakan hal itu dibawah sadarnya. Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya. Oh-oh, satu orang lagi yang telah mewarnai hari-hari Ify belakangan ini sudah pergi. Apalagi setelah ini?? Ify berlari kedalam rumah dan menangis
sejadi-jadinya di kamar. Kenapa hari ini dia bertindak begitu bodoh?!!

*****

-author: ditaa
-facebook: Anindita Putri

No comments:

Post a Comment