Part 8 : Pangeran Datang, Rio menggila
Ify sudah mulai menyukai kehadiran Rio, Ify juga sudah mulai bercanda dengan Rio. Apakah proses pedekate Rio ke Ify hanya sampai disitu saja?
****
“Woi, Vin!” sapa Rio sambil menepuk pundak Alvin yang sedang menikmati cokelat Toblerone.
“Hmmmm…” sahut Alvin sekenanya, ia masih menikmati potongan cokelat berbentuk segitiga itu.
“Yah, elo gitu amat. Yaudah deh, gua cerita aja ya? Elo sambil makan juga engga apa-apa! Jadi…” Rio memulai ceritanya tentang peristiwa kemarin, mulai dari sosok Ify yang membaca buku, menggombal yang dibalas dengan slang air, tragedi 3 buah kue. Rio menceritakan semuanya dengan bersemangat, dan tidak ada satu bagian
pun yang ia lewatkan. Sedangkan Alvin hanya mendengarkan cerita Rio sambil sesekali menggigit cokelatnya atau sekadar mengangguk-anggukkan kepalanya.
“… Jadi gitu, Vin!” Rio mengakhiri ceritanya yang panjang itu. Alvin yang sudah menghabiskan cokelatnya dari tadi langsung berkomentar.
“Jadi intinya, elo udah akrab sama Ify! Ya, kan?” Alvin segera menanggapi.
“Yap! Gua jadi makin semangat kerja deh!” seru Rio, matanya berbinar.
“Tapi elo juga pu…” belum sempat Alvin menyelesaikan perkataannya, Ify dan Sivia sudah datang sambil tertawa-tawa. Rio sempat tersenyum kepada Ify, tapi Ify tidak sadar. Dia malah tetap tertawa-tawa bersama Sivia. Tapi Rio tidak merasa sedih sama sekali, toh nanti di rumah Ify dia bisa bercanda lagi, Rio juga tak pusing-pusing memikirkan perkataan Alvin yang tadi terputus.
***
Rio sedang asyik melahap Chitato yang baru dibelinya, sedangkan Alvin sibuk membaca buku, sesekali tangannya meraih beberapa kentang goreng andalan kantin sekolahnya.
Saat itu memang istirahat, dan kedua sahabat itu memutuskan untuk membeli makanan dan memakannya di kelas.
“Itu Spiderwick Chronicles kan? Itu kan buku lama, Vin? Elo masih suka?” tanya Rio setelah mengintip judul buku yang dibaca Alvin.
“Iya, emang buku lama. Tapi kan ceritanya keren, Yo. Ga bosen gua bacanya” jawab Alvin, pandangannya tetap tertuju pada buku.
Rio mengangguk-anggukkan kepalanya, sambil terus melahap Chitatonya yang sekarang tinggal setengah.
“Selesai baca untuk ke-5 kalinya…” gumam Alvin pelan sambil menutup bukunya dan mengambil sepotong kentang goreng lagi.
“Elo udah baca buku itu 5 kali?” tanya Rio lagi, tampak tidak percaya.
Tapi Alvin mengangguk mantap, “Gua udah hafal ceritanya malah”.
Rio menggeleng-gelengkan kepalanya, tangannya masih berusaha menggapai sisa-sisa Chitato yang ada di bungkusnya. Begitu mengintip ke dalam, ternyata isinya sudah kosong melompong. Rio berdecak kesal, lalu mencomot sepotong kentang goreng milik Alvin.
“Bagi ya, Vin!” ujar Rio setelah sukses memasukkan kentang goreng itu ke mulutnya. Rio memang suka mencomot dulu baru minta izin, apalagi pada sahabatnya dari kecil ini.
Tapi Alvin tak keberatan, ia mengangguk sambil mengunyah kentang gorengnya.
“Oh iya, Vin! Ntar gua nebeng lagi boleh ga?” tanya Rio, nyengir. Alvin menatapnya sesaat, menelan kentang gorengnya, lalu berujar, “Boleh, selama elo kerja, elo nebeng gua aja”. Rio bersorak sambil menepuk bahu Alvin, lalu mereka berdua sibuk saling menusuk-nusuk pinggang dengan pensil 2B atau dengan penggaris pendek.
***
“Gua turun ya, Vin! Makasih” ujar Rio, kakinya berpijak pada tanah dulu sebelum ia menutup pintu mobil Alvin.
Alvin hanya tersenyum sambil mengangguk, lalu mobilnya melaju ke rumah di sebelah rumah Ify. Rio bergegas masuk ke rumah Ify, meletakkan tasnya di kursi kayu, dan mulai bekerja.
Selama bekerja, Rio seringkali mencuri-curi pandang ke arah sepasang kursi dan meja berpayung di sudut taman rumah Ify. Berharap Ify akan segera datang dan mengajaknya istirahat sambil mengobrol. Tapi nyatanya, sampai keringat Rio mulai berjatuhan, Ify belum juga tampak disana.
‘Ify mana ya?’ pikirnya, sambil tetap melanjutkan kegiatannya, yaitu menyirami koleksi bunga anggrek milik Mama Ify.
Kening Rio berkerut saat melihat seorang cowok berperawakan tegap tiba-tiba memarkir motornya di depan gerbang rumah Ify, tangannya menggenggam sekuntum mawar putih. Dengan langkah pasti, cowok itu berjalan ke pintu rumah Ify tanpa sedikitpun menoleh ke arah Rio.
Cowok itu memijit bel, dan tampaklah Ify yang membuka pintu itu. Senyum Ify merekah saat melihat cowok itu, Ify mempersilakannya masuk ke ruang tamu, tapi pintu itu tidak ditutup. Sehingga Rio masih bisa mencuri-curi pandang ke arah mereka berdua.
“Ini, Fy… Khusus buat kamu!” ucap cowok itu, mengulurkan sekuntum mawar putih yang tadi digenggamnya. Senyum Ify makin merekah saat menerima bunga itu,“Makasih ya Kak Dayat! Kakak inget aja kalo Ify suka
mawar putih! Hehe”
“Yaiyalah kakak inget! Masa bisa lupa, sih?” ujar cowok yang bernama Dayat itu sambil tersenyum.
Meskipun Rio tidak bisa mendengar percakapan antara Dayat dan Ify, dari kejauhan saja sudah terlihat kalau mereka berdua sangat akrab. Rio makin merasakan perasaan aneh di dadanya.
‘Masa iya gua cemburu?’ pikirnya, berusaha mengalihkan pandangan dari Dayat dan Ify yang sibuk mengobrol dengan sangat akrab.
‘Tapi kan itu haknya Ify, dia mau akrab sama sapa aja terserah dia dong” pikir Rio lagi, menenangkan hatinya yang masih diliputi perasaan aneh. Rio menebar pupuk kesana kemari, dia tidak konsentrasi.
“Yo!” panggil seseorang, sontak Rio menoleh. Ternyata Alvin datang, dan sedang berjalan ke arah Rio.
“Alvin? mau ngapain?” tanya Rio heran, seingatnya Alvin jarang main ke rumah Ify saat Rio sedang bekerja.
“Nggak apa-apa sih, mau ngobrol sama elo aja. Ify ada tamu ya?” Alvin mengalihkan pandangannya ke ruang tamu, tempat dimana Dayat dan Ify sedang bercakap-cakap.
“Iya tuh. Cowok, mana pake ngasih Ify mawar putih lagi. Akrab banget! Cemburu gua jadinya” sungut Rio, memotong bagian-bagian tanaman yang sudha layu dengan kasar.
“Itu Kak Dayat ya…” gumam Alvin pelan, tapi Rio mendengarnya, Rio menghentikan aktivitasnya dan memegang pundak Alvin. Membuat Alvin menoleh kepadanya.
“Apa tadi? Dayat? Cowok itu namanya Dayat? Kok elo tau, Vin?” tanya Rio bertubi-tubi.
“Iya gua tau lah! Tadi pagi gua kan mau bilang ke elo, tapi Ify keburu dateng! Kak Dayat itu udah kelas 9, tapi bukan di SMP kita, rumahnya di blok sebelah, jadi gua akrab sama dia juga. Dia udah lama naksir Ify, tapi akhir-akhir ini dia bilang, rasa sukanya sama Ify berubah jadi rasa sayang kakak ke adik aja” jelas Alvin, kening Rio semakin berkerut. Kalau memang perasaannya berubah jadi sayang kakak ke adik, kenapa kelihatannya akrab seperti orang pacaran? Pikir Rio dalam hati.
“Ooh… gitu” sahut Rio singkat, hatinya masih dipenuhi perasaan aneh, tapi ia berusaha menepis perasaannya itu.
Alvin mengajak Rio mengobrol, sehingga Rio perlahan-lahan mulai lupa akan perasaannya itu. Sampai pada saat Rio membalik badannya, bermaksud menyalakan keran untuk menyiram, Rio tak sengaja melihat Dayat dan Ify yang sedang berpegangan tangan. Wajah Ify terlihat tersipu malu.
Rio terperangah sesaat, lalu tidak jadi menyalakan keran. Ia berbalik dan kembali meraih gunting tanamannya. Lalu mencari-cari daun yang sekiranya layu untuk dipotong, ia ingin menumpahkan amarahnya lewat memotong tanaman.
“Yo? Tadi katanya mau nyiram?” tanya Alvin heran saat sahabatnya itu bersiap-siap menggunting lagi.
“Gak apa-apa!” sahut Rio ketus, Alvin mengintip ke ruang tamu, dan disana, Dayat dan Ify memang sedang berpegangan tangan, tapi sedetik kemudian, Dayat segera berdiri, mungkin bersiap-siap untuk pergi lagi.
Alvin mendekati Rio dengan hati-hati, ia tahu pasti Rio cemburu. Makanya sikapnya berubah jadi ketus. Rio sedang memangkas daun-daun yang layu dengan brutal, raut mukanya berubah marah dan merengut.
“YO!! Awas itu bukan daun layu!!! Itu bunga matahari kesu….” Belum selesai Alvin mengingatkan Rio, tiba-tiba…
KREK…
“…kesukaan Ify…” lanjut Alvin pelan.
Rio menatap bunga matahari yang sudah patah itu dengan tatapan tidak percaya. Alvin juga terperangah, kaget dengan tindakan Rio barusan. Alvin langsung mengerti kalau Rio pasti tidak sengaja, tapi apakah nanti Ify mau mengerti?
“BUNGA MATAHARI GUA!!!!” pekik Ify dari belakang Alvin, sontak Alvin menoleh, ternyata Ify berniat mengantar Dayat ke gerbang, tetapi sial bagi Rio, Ify melihat bunga mataharinya yang sudah patah.
“Fy… Maaf gua ga…” Rio berniat meminta maaf, tapi kata-katanya sudah terpotong lagi oleh Ify.
“PERGI! PULANG LO!”
“Fy… Tapi gua mau min…”
“GUA BILANG ELO BOLEH PULANG!! PERGI!” Rio melangkah gontai saat mengambil tasnya, Alvin masih menunggui Rio, Ify sudah berlari ke dalam rumah, sedangkan Dayat sudah pergi dari tadi.
“Sabar, Yo. Ntar gua bantuin ngomong ke Ify” hibur Alvin, menepuk-nepuk bahu Rio yang hanya bisa tersenyum lesu.
“Iya deh. Bantuin gua ya Vin” ujarnya pelan. Lalu saat Alvin berbelok ke rumahnya, Rio melambaikan tangannya dengan lesu sebelum melangkah pulang ke rumahnya sendiri.
Rio berharap waktu bisa diputar sekaliii… saja agar dia bisa memperbaiki semuanya. Rio tadi kalap, ia lupa sama sekali tentang Ify yang selalu merawat tanamannya dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Rio lupa hal itu…
*****
-author: ditaa
-facebook: Anindita Putri
No comments:
Post a Comment