Sunday, June 12, 2011

Ada Apa dengan Kebun Part 13 (repost)

Part 13 : Ify Menyadari, Rio yang Terlalu Jujur

Ify dan Rio sudah berbaikan lagi! Memang proses berbaikannya cepat, walaupun sempat ada gengsi diantara keduanya untuk meminta maaf duluan. Bagaimana kelanjutannya?
****

Rio berjalan menyusuri koridor sekolah dengan seulas senyum tersungging di wajahnya. Semenjak kemarin sore, senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Berbaikan dengan Ify membuat perasaannya kembali baik.

Rio mengintip ke dalam kelas. Wow, tumben Alvin belum datang? Biasanya dia adalah siswa kelas 8E pertama yang datang setiap pagi. Eh tunggu, tapi tas Alvin sudah ada di kursinya! Hmm… Kemana Alvin?

Rio segera meletakkan tasnya dan duduk nyaman di kursinya. Tapi sayup-sayup, ia mendengar suara Alvin di luar kelas. Perlahan, Rio bangkit dari kursinya dan mengintip ke luar kelas lewat jendela.

Rio sempat terkikik saat melihat Alvin dan Sivia yang sedang berduaan di depan kelas. Pantas saja tadi Rio tidak melihat mereka! Karena mereka berdua duduk di sebuah kursi kayu yang terletak di balik tembok besar.

“Alvin… Alvin! Elo kerjanya ngasih Sivia cokelat melulu!” gumam Rio pelan saat ia melihat Alvin yang menyodorkan sebatang Kit-Kat kepada Sivia.

Yaah, Sivia memang suka cokelat, dan Alvin selalu memberinya cokelat kesukaannya.

“Eh? Beneran, Vin? Wah makasih ya! Udah ngajarin Kimia, sekarang gua dikasih cokelat lagi! Makasih ya, Vin!” ujar Sivia girang saat menerima cokelat dari Alvin. Alvin mengangguk sambil tersenyum. Rio tertawa pelan melihat kejadian itu. Cepat-cepat ia kembali ke tempat duduknya, takut ketahuan Alvin kalau dia mengintip.

Rio berusaha menyembunyikan tawanya saat ia melihat Sivia dan Alvin yang masuk ke kelas bersamaan. Sivia melempar senyum ke arah Rio, meletakkan tasnya dan pergi keluar kelas lagi. Sementara Alvin melengos melihat Rio dan duduk di kursinya.

“Pasti tadi elo ngintip” tebak Alvin malas-malasan, memalingkan wajahnya.

“Dih? kok elo tau sih, Vin? Eh tapi elo nggak kreatif banget. Masa ngasih cokelat melulu sih?” tanya Rio, mengubah posisi duduknya agar ia bisa berhadapan dengan Alvin.

Alvin memperlihatkan cengirannya, lalu menjawab,“Engga juga, kemaren waktu elo belom dateng, gua ngasih dia bolpoin Winnie The Pooh” Rio tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya,“Ckckck… Elo jagoan ternyata kalo pedekate ke cewek! Terus kapan elo mau nembak?" Alvin terdiam beberapa saat setelah mendengar pertanyaan Rio. Kalau hanya sekadar memberi hadiah, ia masih berani. Tapi kalau mengungkapkan perasaan? Duh, dia belum siap!

“Err… Belom siap, Yo” jawab Alvin pendek, menggaruk bagian belakang kupingnya.

Rio mengangguk maklum, “Oh… sama! Gua juga belom siap! Oh iya, kemaren gua sama Ify baikan lho!” Lalu Rio menceritakan kejadian kemarin. Saat Ify meminta maaf duluan, dan Ify yang ternyata menyukai surat-surat yang dikirim oleh seseorang yang misterius—yang tak lain dan tak bukan adalah Rio sendiri!!

Sedangkan Alvin mendengarkan cerita Rio dengan antusias. Dan seperti biasa, ketika Rio selesai bercerita, maka Alvin akan segera berkomentar.

“Elo sama Ify tuh cepet berantemnya, tapi baikannya juga cepet ya? Nggak usah pake ribet segala” komentar Alvin kali ini.

“Iya juga sih. Tapi kan yang penting maafan, Vin!” kilah Rio. Alvin tertawa, Rio tertawa, mereka berdua tertawa.

***

“Yak, sekarang kalian buka buku kalian dan kerjakan halaman 72! Kerjakan dalam waktu 20 menit! Saya mau ke ruang guru dulu” perintah Pak Duta saat selesai menuliskan salah satu rumus fisika di papan tulis. Kemudian guru-galak-tapi-perhatian itu pergi ke ruang guru.

Alvin segera meraih bukunya dengan semangat dan membuka halaman 72. Semenit kemudian, ia sudah sibuk mencari rumus yang harus digunakan dalam soal nomor 1. Sedangkan Rio? Ia asyik melamun sambil tersenyum-senyum sendiri. Zevana yang duduk di salah satu bangku yang berseberangan dengan Rio menjawil pundak Rio sambil tersenyum genit.

“Rioooo… kok kamu melamun sih?? Ngelamunin aku yaaa?? Hihihi” Rio yang sedari tadi melamunkan Ify sontak menoleh dan bergidik.

“Idih. Najis” gumam Rio pelan, lalu buru-buru membuka bukunya untuk mengerjakan latihan soal. Alvin yang tadi melihat kejadian itu tersenyum geli.

“Apaan sih, Vin?” tanya Rio risih saat tawa Alvin semakin keras.

“Ya nggak apa-apa. Emang ketawa dilarang?” tanya Alvin balik, Rio hanya mendengus. Tak berani menoleh ke arah kanan karena Zevana masih mencoba menggodanya. Sedangkan Alvin tertawa makin keras saat melihat hal itu.

Ify dan Sivia yang duduk di depan Rio dan Alvin merasa terganggu karena sejak tadi dua cowok itu berisik terus.

“Woy, Vin. Daripada elo ngakak kayak gitu, mendingan elo kasitau gua deh rumusnya nomor 5 gimana” ujar Ify saat ia membalikkan badannya menghadap Rio dan Alvin yang sedang tertawa bersama. Sivia mengikuti Ify.

Alvin yang sadar kalau Sivia sekarang menghadap ke arah dirinya, segera berdeham dan berlaku ramah.

“Nomor 5? Itu pake rumus yang ini, nih…” jawab Alvin, menunjuk sederet rumus di buku tulisnya. Ify dan Sivia mencatat rumus itu sambil mengangguk-angguk kecil. Sivia memperhatikan buku tulis Alvin dengan seksama. Tidak seperti Ify yang sesekali curi-curi pandang ke arah Rio. Tapi Rio sendiri tidak sadar.

‘Cakep’ batin Ify saat memandangi wajah Rio dari dekat. Entah kenapa pandangan matanya tak lepas dari seorang Mario Stevano, yang baru dikenalnya sekitar 2 minggu ini.

Rio yang merasa sedang dipandangi sontak menoleh ke arah Ify. Ify sempat kaget tapi buru-buru memalingkan wajahnya. Terlihat rona merah di pipi Ify sekarang.

‘Eh. Ify tadi ngeliatin gua tuh kayaknya…’ pikir Rio sambil tersenyum-senyum saat memandangi pipi Ify yang merona merah.

“Eh, elo berdua mau diajarin apa engga sih?” tanya Alvin tiba-tiba. Rio dan Ify yang sedang hanyut dalam pikiran masing-masing seketika sadar dari lamunannya. Dan memperhatikan Alvin yang sedang menjelaskan rumus-rumus.

***

Kelas sudah sepi saat itu. Hanya ada Rio yang sedang membereskan buku-bukunya. Alvin sudah pulang dari tadi, karena ada urusan di rumah.

Sedangkan Sivia juga sudah pulang. Tas Ify masih tergeletak begitu saja di kursinya. Karena Ify memang sedang pergi ke toilet. Rio yang melihat risleting tas Ify yang terbuka mendadak teringat surat yang hendak ia selipkan untuk Ify.

‘Ah, mendingan gua selipin sekarang aja deh’ pikir Rio sambil mengeluarkan secarik kertas yang sudah dilipat dari sakunya, lalu berusaha menyelipkan surat itu di antara buku-buku Ify. Tanpa menyadari ada seseorang di pintu yang mengawasi gerak-gerik Rio.

“Beres!” gumam Rio pelan saat ia berhasil menyelipkan surat itu dengan baik.

“Beres apanya, Yo?” tanya Ify yang sedang berdiri di depan pintu kelas dengan wajah menahan senyum.

Rio amat-sangat kaget melihat Ify yang sekarang berjalan ke arahnya.

“Jadi elo pengirimnya?” tanya Ify lagi, mengambil surat itu dari dalam tasnya dan membaca isinya. Mengabaikan Rio yang sedang melongo menatapnya.

Hey, Fy! Elo keliatan ceria banget hari ini. Pasti elo udah nemuin jalan keluar buat masalah elo kan? Gua harap, elo bisa terus senyum kayak gitu lagi!

Ify tersenyum saat membaca surat itu. Isinya tidak romantis. Juga tidak memakai kata-kata yang sanggup membuat ia meleleh. Tapi, bagi Ify, kata-kata itu berubah menjadi lebih indah daripada film Titanic.

Ify melihat ke arah Rio yang sekarang tersenyum malu-malu sambil menggaruk bagian belakang telinganya.

“Jadi elo?” tanya Ify untuk ketiga kalinya.

Rio mengangguk. Yang artinya “Iya”.

Senyum Ify makin merekah melihat jawaban Rio yang jujur. Sekarang ia merasa menjadi cewek paling bahagia di seluruh jagat raya.

*****

-author: ditaa
-facebook: Anindita Putri

No comments:

Post a Comment