Alvin, Sivia, Gabriel, Shilla, Ify, dan Rio menikmati waktu mereka hari ini di taman. Cakka memilih tidak ikut, takut makan hati sendiri.
Gabriel, Alvin, dan Rio mengawasi Ify, Shilla, dan Sivia yang masih asik dengan sepeda tandem yang mereka sewa. Namun lama-lama mereka justru hanyut dalam pembicaraan mereka sendiri.
“Vin, lo bener-bener berubah setelah Via bener-bener jadi milik elo. ” Kata Rio dengan tatapan yang masih menerawang pada Ify dan yang lain.
“ justru itu yang gue takutin sekarang, gue takut masuk lagi ke dunia gue dulu, toh sampe sekarang gue belum bener-bener lepas dari sana. ” Jawab Alvin sambil mendesah pelan.
“ maksud lo?” tanya Gabriel.
“gue belum bisa lepas dari rokok, masih banyak orang di luar sana yang ngincer gue, bahkan kadang gue kangen balik ke sana. ”
“pelan-pelan Vin! Gue yakin lo bisa lepas penuh dari itu semua. ” Nasehat Gabriel.
”Via juga masih nunggu lo dan selalu ada buat lo kan?”
“dia yang terbaik bro! Yang selalu ada buat gue, sabar, mau nerima gue apa adanya, bahkan ancaman dia yang bilang dia bakal ninggalin gue kalo gue bikin onar lagi itu mungkin bisa dia langgar sendiri.”
“PD lo! Jangan macem-macem ma cewe bro, dia pembunuh kita paling hebat !” tanggap Rio sambil menepuk bahu Alvin.
“ curhat..” sindir Gabriel.
“tapi lo setuju kan?”
“banget! gue paling nggak bisa marah kalo liat mata Shilla, rasanya emosi gue langsung padam, tapi gue juga belum yakin bisa jalanin hubungan kaya lo sama Ify. ”
“namanya tuntutan bro, tapi gue bersyukur gue jalanin ini semua sama dia, she makes my life never flat. ”
“kaya chitato dong si Ipy?”
Rio hanya tersenyum sambil mengangkat bahu.
“ hayo lo.. ngomongin gue ya?” tuduh Ify yang ingin beristirahat setelah lelah mengayuh sepeda dari tadi. Shilla dan Sivia mengikutinya dari belakang.
“ GR lo! Kurang kerjaan amit ngomongin elo!” jawab Rio jutek.
“kak Rio mah..” Ify memajukan bibirnya beberapa centi.
“ jelek lo!”
“yang penting lo suka!”
“lo pelet gue kan? Ngaku lo!”
“jiah.. rugi banget gue melet cowo item kaya elo!”
“gue tinggalin pasti lo nangis guling-guling!”
“ish.. sory! Masih banyak yang naksir sama gue! But i’m crazy over you!”
“i know it, Dear, just Mario Stevano Aditya Haling who can make you fly away, right ?” Rio mencubit pipi Ify.
“ sakit..” rengek Ify sambil mengelus pipinya yang memerah.
“ kalian bedua, makin hari makin hot aja! Bikin ngiri tau nggak?” keluh Sivia.
“ kak Iel, gue mau dipanggil dear juga..” rengek Shilla.
“ogah! Kagak kreatip ikut-ikut Rio.” Jawab Gabriel.”yo lo belajar nggombal dari siapa? Perasaan dulu lo paling nggak bakat kaya ginian. ”
“nggak ada! Cuma gue belajar dari teorinya Alvin, ikuti apapun yang rasa ini ingin lakukan, itulah yang terbaik. ” Jawab Rio sambil merangkul Ify dan melirik Alvin.
Mereka semua larut dalam pembicaraan mereka hingga hari berganti sore.
8 ◦•*•◦8
Sivia terus bersenandung kecil mengikuti lagu yang diputar oleh radio di mobil Alvin. Sesekali kepalanya bergoyang mengikuti beat lagu yang cukup menghentak. Alvin hanya memperhatikan Sivia sekilas dan sesekali senyum terukir dibibirnya, melihat wajah cantik gadisnya yang hanyut dalam lagu dan seakan melupakan keberadaannya.
“ vi, mama papa kamu jadi ke Bangkok?” tanya Alvin yang membuat Sivia mengalihkan perhatiannya. Sivia mengangguk.
“ berapa lama?”
“tiga bulan.” Jawab Sivia singkat.
“sendirian dong dirumah? Aku boleh main ke rumah kan?” Lagi-lagi Sivia hanya mengangguk.
Mobil Alvin berhenti di depan rumah Sivia yang nampak sepi, rumah ini memang hanya ditempati Sivia dan
pembantunya karena orang tua Sivia sedang bertugas ke Bangkok.
“ thanks kak, mau main dulu?” tanya Sivia sambil membuka pintu mobil.
Alvin hanya menggeleng sambil tersenyum.
“ udah malem, kamu tidur aja.” Kata Alvin.
Sivia mengangguk dan segera turun dari mobil Alvin. Setelah melambaikan tangannya pada Alvin, Sivia segera memasuki rumahnya.
8◦•*•◦8
Mata sipit Sivia menyusuri seluruh penjuru caffe langganannya untuk mencari sosok Alvin. Mereka berjanji
bertemu hari ini. Setelah menemukan Alvin yang sudah duduk manis di salah satu sudut caffe, Sivia melangkahkan kakinya menemui Alvin.
Begitu melihat apa yang sedang digapit Alvin dengan jari tengah dan telunjuk tangan kirinya, Sivia menghela nafas berat sambil memutar kedua bola matanya. Tanpa menegur, Sivia duduk di hadapan Alvin.
“udah abis berapa batang hari ini?” tanya Sivia dengan nada tidak berminat yang terdengar jelas.
Alvin mengalihkan pandangannya pada rokok yang masih menyala di tangan kirinya. Cepat-cepat ia menghisapnya sekali dan buru-buru mematikannya karena Alvin tahu sebenarnya Sivia benci sekali dengan asap rokok.
Berkali-kali sudah Sivia menyuruhnya berhenti, tapi bermacam-macam juga alasan Alvin untuk mengelak.
“ kakak nggak sayang sama badan kakak sendiri apa? Dengan kakak menghisap rokok sama aja kakak bunuh diri secara perlahan dan membunuh orang yang ikut menghisap asap rokok kakak secara tidak sengaja.” Itulah kata-kata yang sudah sering Sivia ucapkan untuk mengingatkan Alvin.
Tapi sampai sekarang belum juga Alvin bisa berhenti.
“vi, udahlah! Lo ngertiin gue dong! Iya, nanti gue bakal berhenti. ” Jawab Alvin kemudian menyeruput chococino panas pesanannya.
“ kak Alvin, kakak semalem ribut lagi sama papa kakak ya? Dan semalem kakak nggak pulang ke rumah ?” tanya Sivia sehalus mungkin agar tidak menyulut emosi Alvin.
Sejak lama hubungan Alvin dengan ayahnya memang tidak terlalu baik, banyak hal yang bisa membuat mereka bertengkar hebat, bahkan hanya karena hal kecil.
“ iya, kok lo tau?”
“oma telfon, beliau kawatir banget sama kakak, kakak semalem kemana ?”
“gue cuma tidur di mobil kok.” Sivia menghela nafas pelan.
“ nanti kalau kakak ada masalah lagi, mending kakak ke rumah Via, biar semua nggak kawatir.” Alvin tidak menjawab pertanyaan Sivia, ia hanya terus berfikir apa Sivia siap
menerimanya dalam keadaan seperti malam tadi, saat Alvin berada dalam pengaruh alkohol dengan kadar yang membuatnya kehilangan
separuh kesadarannya. Setelah puas mengobrol, Alvin mengantar Sivia pulang.
8 ◦•*•◦8
BRAK! Alvin membanting pintu rumahnya kuat-kuat, malam ini ia bertengkar lagi dengan ayahnya. Alvin sangat tidak menyukai cara ayahnya yang selalu mengekang dan mengatur jalan hidupnya. Seperti malam ini, papa Alvin memaksa Alvin untuk melanjutkan sekolahnya di luar negeri sebagai calon dokter, tapi Alvin sangat tidak berminat dengan itu. Ia masih ingin mengejar cita-citanya menjadi musisi hebat,
cita-cita yang sudah sangat lama ia kejar dan ia impikan.
Bakat bermusiknya Alvin dapatkan dari sang mama. Mamanya memang sudah pergi ke sisi Tuhan sejak Alvin kecil, tapi dengan musik Alvin selalu
bisa merasa dekat dengan mamanya. Sementara papanya selalu berkata, musik tidak dapat menjanjikan apapun untuk masa depan, karena itu ia sangat menentang cita-cita Alvin.
Alvin memacu mobilnya ke sebuah club malam, tempat biasa ia lari dari dari masalah. Beberapa gelas bir sudah ia tegak selama ia duduk di tempat ini. Kesadarannya pun sedikir demi sedikit mulai menurun. Setelah puas, Alvin memilih meninggalkan club tersebut. Dengan kesadaran yang tidak sepenuhnya, Alvin mengendarai mobilnya tanpa arah pasti. Ia sendiri tak tahu akan pergi kemana.
Mobil Alvin terhenti oleh sebuah mobil yang terparkir di tengah jalan. Berkali-kali Alvin membunyikan klaksonnya agar mobil itu menyingkir. Merasa terganggu dengan ulah Alvin, si pemilik mobil turun dan menghampiri Alvin.
Walaupun dengan dalam keadaan tidak sadar penuh, Alvin tau pasti siapa orang yang menghampirinya. Riko, ya, musuh bebuyutannya yang
beberapa bulan belakangan ini tidak ia temui. Emosi Alvin yang sudah memuncak mendorongnya untuk segera keluar dari mobil dan menyambut Riko yang diikuti oleh seorang gadis di belakangnya.
“ elo ternyata! Masih idup lo?” tanya Riko tajam setelah mengetahui siapa yang merusak acaranya malam ini.
“ sory, guelagi nggak mau cari ribut sama bajingan tengik kaya elo !” balas Alvin tak kalah tajam.”singkirin mobil lo! Gue mau lewat!”
“lo pikir lo siapa? Ngaca lo! Lo sama gue nggak beda jauh!”
“heh! Gue nggak butuh ceramah lo! Singkirin mobil lo! Sekarang!”
“siapa lo berani ngatur gue?”
“lo nggak inget siapa gue? Orang yang berkali-kali berhasil mempermalukan elo !” Riko mengepalkan tangannya kuat-kuat karena geram dengan perkataan Alvin.
“ gue nggak terima sama penghinaan lo!” seru Riko.
“terus lo mau apa?” tantang Alvin sambil mendorong pelan pundak Riko.
“ gue tunggu lo di arena balap besok! Kalo lo bukan banci, lo dateng sama kelompok lo! Males gue buang tenaga buat pukulin orang teler kaya elo !”
Riko menarik tangan gadis yang tadi mengikutinya kemudian memacu mobilnya pergi. Alvin hanya tersenyum meremehkan kemudian kembali mamacu mobilnya.
8◦•*•◦8
Entah apa yang membawanya ke tempat ini. Alvin memarkirkan mobilnya di halaman rumah Sivia yang tidak terlalu luas. Mendengar suara mobil yang sangat dikenalnya datang malam-malam, Sivia yang sedang sibuk dengan tugasnya yang menumpuk memutuskan untuk keluar karena didorong rasa kawatirnya. Merasa sudah kepalang
tanggung untuk pergi lagi, Alvin memutuskan untuk turun dan masuk ke rumah Sivia dengan langkah yang masih sempoyongan.
“ kak Alvin!” pekik Sivia yang kaget karena Alvin tiba-tiba ambruk ke pelukannya sesaat setelah ia membuka pintu rumahnya.
“ malem vi.” Ucap Alvin sambil berusaha tersenyum.
Bau alkohol dari mulut Alvin langsung menusuk hidung Sivia dan ia menyadari kalau Alvin sedang mabuk berat. Semua ini membuat dada Sivia sesak, bukan karena bau alkohol tapi kelakuan Alvin yang makin jauh menyimpang dari aturan.
Dengan susah payah Sivia memapah Alvin menuju kamarnya. Sivia juga mencoba menghilangkan rasa takutnya akan Alvin, bagaimanapun saat ini Alvin sedang dipengaruhi minuman haram itu, ia bisa melakukan apapun tanpa disadarinya.
Ketakutan Sivia benar-benar terjadi. Saat ia akan membaringkan Alvin ke tempat tidur, tiba-tiba Alvin memeluknya dan menarik badannya ke tempat tidur.
Kemudian Alvin mencoba mendekatkan wajahnya ke arah wajah Sivia yang sudah benar-benar ketakutan. Sivia benar-benar bingung apa yang harus ia lakukan, air bening pun sudah menggenang di sudut matanya yang terpejam rapat.
“kak Alvin, jangan!” seru Sivia tiba-tiba sambil mendorong bahu Alvin. Berutung saat ini Alvin tidak mampu
mengendalikan keseimbangan tubuhnya. Akhirnya Sivia bisa melepaskan diri.
Alvin terus memanggil nama Sivia dalam keadaan terkapar. Tanpa mempedulikannya, Sivia melepas sepatu keds Alvin kemudian menyelimutinya.
8◦•*•◦8
Sinar matahari mulai menerobos masuk melalui kaca cedela. Sivia duduk di depan meja rias di kamarnya sambil menyisir rambut indahnya. Saat menangkap bayangan Alvin yang sedang terlelap dari kaca di hadapannya, tangan Sivia seperti enggan meneruskan aktifitasnya.
Wajah Alvin pagi ini benar-benar tenang tanpa beban, berbeda jauh dengan semalam. Air mata Sivia kembali jatuh memikirkan apa yang
sebenarnya terjadi pada pangeran kecilnya, apa yang harus ia lakukan untuk membawa Alvin benar-benar keluar dari dunianya yang gelap saat ini. Yang jelas, tidak mungkin ia meninggalkan Alvin di saat-saat seperti ini.
“ arrggh.. gue dimana?” tanya Alvin lemah sambil memegangi kapalanya. Sedikit efek alkohol yang ia tegak masih terasa sampai sekarang.
Cepat-cepat Sivia menghapus air matanya dan menghampiri Alvin dan menyodorkan segelas susu hangat.
“ kakak udah bangun? Kakak sekarang ada di rumah Via, tadi malem kakak mabuk. ” Jawab Sivia sambil menunggu Alvin menghabiskan minumannya.
Alvin menatap Sivia lembut. Masih terlihat jelas mata Sivia yang sembab.
“ maafin gue vi, gue nggak tau gimana gue sampe di sini! Harusnya gue nggak bawa elo, gue nggak lakuin apapun sama elo kan ?” Alvin memcoba memberi penjelasan walaupun ia sendiri bingung.
Sivia tersenyum getir.
“ hampir.” Jawab Sivia pelan.
“maaf banget vi! Gue nggak bermaksud.”
“udahlah! Makanya jangan minum lagi!”
“elo nggak sekolah? Lain kali lo nggak usah peduliin gue! Gimana kata tetangga-tetangga elo kalo mereka liat elo masukin brandalan ke rumah ?”
“apa yang mereka tau soal kakak? Mereka cuma tau gimana cara menghujat kakak tanpa tau apa yang bikin kakak nglakuin semua itu. ”
“lo membenarkan yang gue lakukan?”
“enggak! Mau diliat dari sudut pandang manapun kakak salah! Tapi Via cinta sama kakak. ”
Alvin membelai lembut rambut Sivia sebagai ungkapan rasa bersalahnya.
“ kalau kakak juga cinta sama Via, Via mohon kakak berhenti.”
“terlambat Vi! Gue udah jauh masuk ke dunia yang dibenci semua orang. ”
8◦•*•◦8
Dua motor besar itu kini sudah berjajar rapi di belakang sebuah garis putih memanjang. Mereka meminta sorakan lebih keras lagi pada pendukungnya masing-masing yang sedari tadi mengelu-elukan nama mereka.
“ Alvin Jonathan, kali ini gua nggak akan kalah sama elo!” kata Riko dengan angkuhnya. Mesin motornya terus menderu menantang Alvin yang sedari tadi hanya menatapnya dengan tatapan meremehkan yang tergambar jelas.
One..two..three.. GO!!! Seru seseorang sambil mengangkat bendera, membari aba-aba untuk segera melesat memulai pertandingan.
Motor Alvin dan Riko terus saling kejar dengan sengit. Kemampuan mereka merajai arena balap memang hampir setara, tak ada yang terlihat memimpin jauh di depan. Di garis finish, anak buah masing-masing telah menunggu sambil terus meneriakkan nama pepimpin masing-masing.
Motor Alvin melesat ke garis finish lebih awal dan disambut dengan berbagai pujian dari anggota kelompoknya yang juga bertujuan untuk menyulut emosi lawan.
Alvin tersenyum penuh kemenangan pada Riko yang sedang geram menerima kekalahannya dan kemudian beranjak pergi bersama anak buahnya.
“ boss, ada yang cari lo!” kata salah satu anak buah Alvin saat yang lain sedang merayakan kemenangan.
“ siapa?”
“nggak tau! Tampangnya anak baik-baik, dia nyuruh lo cabut ke sana !”
Alvin menghela nafas pelan
kemudian menstarter motornya menuju tempat yang tadi sudah disebutkan anak buahnya.
Rio sedang bersandar pada mobilnya sambil menunggu Alvin.
“ ada apa yo?” tanya Alvin setelah. menghentikan motornya di samping mobil Rio.
“ lo bilang lo nggak mau masuk ke tempat ini lagi?” tanya Rio tajam.
“ gue males ngomongin ini! Gue tau apa yang gue lakuin!” jawab Alvin dingin.
“ terus kenapa lo masih kaya gini? Sadar vin!”
“yo! Gue bukan elo yang punya otak sempurna buat mencerna semua masalah! Ini pilihan gue untuk masalah gue !” Alvin meninggikan nada bicaranya.
“ pengecut lo! Semua masalah pasti punya jalan keluar, dan jalan keluar itu bisa didapatkan kalo kepala lo nggak dipenuhi sama sogokan setan !”
“gue emang pengecut, yo! Tapi ini gue!”
“tapi lo punya hati buat tau perasaan Sivia saat dia liat lo kaya gini! Liat dia yang selalu ada dan nerima elo !”
“dia cewe gue! Lo nggak punya hak soal dia!”
“apa lo ngrasa sendirian sekarang? Gue, Via, Iel, Cakka, oma lo, yang lain, kita semua ada di belakang elo Vin, kita peduli sama elo, lo bisa panggil
kita saat lo butuh, gue mohon, jangan kecewain kita lebih dari ini.”
Rio meninggalkan Alvin sendirian untuk memikirkan kata-katanya.
8 ◦•*•◦8
Matahari terbenam dengan sangat indah sore ini. Gradasi warna di langit sangat sempurna terbetuk. Pantulan cahaya kemerahan di permukaan danau menambah sempurnanya hari ini, menemani Alvin yang duduk sendiri memikirkan apa yang sudah ia lakukan selama ini. Puluhan batuan kecil ia lemparakan kuat-kuat ke tengah danau untuk meluapkan emosinya saat ia benar-benar merasa bersalah.
Alvin terduduk saat bayangan wajah Sivia berkelebat nyata di pikirannya. Senyumnya yang begitu tulus, kesabaran dan ketabahannya menghadapi sikapnya selama ini. Tidak pernah sekalipun Sivia mengeluh atau menjauh saat perilakunya semakin sulit dikendalikan, justru ia semakin mendekat dan mendekap erat tubuhnya saat ia benar-benar goyah.
Alvin sangat menyesal menyia-nyiakan seorang peri dengan wujud
nyata untuknya.
“ peri kecil maafin gue.” Ucap Alvin dengan kepala yang ia tenggelamkan di dalam lipatan tangannya.
“ selalu pangeranku!” jawab seseorang dengan suara lembut.
Alvin menolehke sumber suara. Orang yang sangat ia harapkan duduk manis disampingnya sambil tersenyum.
“ kok elo di sini?” tanya Alvin sambil membalas senyuman Sivia.
“ seperti apa yang elo pernah bilang, mengikuti apa yang rasa ini bisikan. ” Jawab Sivia sambil menyentuh dadanya.
“ apa gue masih layak buat dapetin maaf dari lo?”
“asal itu disertai sama niat kakak berubah pasti Via maafin. ”
“lo capek ya ngadepin gue?”
“aku juga cuma manusia biasa kak, tapi sekuatnya aku akan coba buat jadi yang terbaik buat kakak. ”
“gue yang nggak pernah bisa jadi yang terbaik buat lo, vi!”
Sivia menyentuh bibir merah Alvin dengan telunjuknya untuk menghentikan perkataannya.
“ aku kesini bukan buat menyesali semuanya.”
Senyum tulus akhirnya terukir di wajah Alvin. Ia merebahkan tubuhnya ke tanah agar bisa menikmati pemandangan langit yang mulai gelap. Sivia hanya bisa mengikuti kegiatan Alvin. Mereka meningat pertemuan pertama mereka saat mereka masih sangat kecil, di tempat dan waktu yang hampir sama seperti saat ini.
“vi, tempat ini sama sekali nggak berubah sejak aku pertama kali ketemu kamu ya ?” kata Alvin dengan pandangan menerawang ke langit luas.
“ iya, masih cantik banget!” jawab Sivia sambil tersenyum dan memperhatikan setiap lekukan wajah Alvin yang memerah karena diterpa cahaya matahari.
Mereka hening menikmati matahari yang beranjak tenggelam.
“ tapi aku takut cinta kakak juga sama seperti matahari tenggelam, sangat indah tapi cepat menghilang. ”
“kekaguman aku sama kamu nggak akan pernah berubah, dulu, sekarang, dan sampai kapanpun kamu tetep peri kecil aku. ” Alvin memegang pipi Sivia lembut sambil tersenyum manis.
Mereka berdua masuk ke dalam pembicaraan hangat malam ini, sampai waktu yang semakin berlalupun tidak terasa.
“ vi, pulang yuk! Udah malem.”
“tapi kakak pulang ke rumah! udah tiga hari kakak nggak pulang, luntang-lantung nggak jelas. ”
“not for tonight, gue belum siap ketemu bokap gue.”
Sivia hanya menghela nafas kemudian mengangguk.
8 ◦•*•◦8
Ify, Shilla, dan Sivia menunggu taksi untuk pulang bersama. Kebetulan rumah mereka tidak ada yang searah, jadi mereka harus mengatri sendiri-sendiri.
Sivia tampak gelisah karena ia merasakan ada yang mengawasinya sejak tadi. Tapi saat ia mencarinya, Sivia tidak menemukan siapapun.
“ lo kenapa vi? Kaya cacing kepanasan gitu?” tanya Shilla yang merasa aneh dengan tingkah Sivia.
“ em.. enggak kok, em.. gue kebelet! Iya, gue kebelet! Lo berdua kalo mau pulang duluan aja! Gue mau ke toilet dulu. ” Jawab Sivia karena merasa tidak menemukan bukti untuk membicarakan ketakutannya dan tidak ingin membuat kedua sahabatnya cemas. Sivia kembali memasuki sekolahnya dan berlari menuju toilet.
Sivia membasahi mukanya dengar air dari kran yang terus ia biarkan mengalir untuk menenangkan diri. Setelah merasa cukup tenang, ia memutuskan untuk kembali menunggu taksi.
Gerbang di depan sekolahnya kini sudah sepi, Ify dan Shilla nampaknya sudah pulang, begitu juga dengan siswa-siswi yang lain. Hanya Sivia yang berdiri sendirian.
Perasaan diikuti itu semakin menguat. Sivia memutuskan untuk masuk kembali ke dalam area sekolah yang ia rasa lebih aman karena masih ada kelas XII yang masih tinggal.
Baru beberapa langkah ia berjalan seseorang sudah membekapnya dengan sapu tangan yang mungkin sudah diberi obat bius dan membuat Sivia tidak sadarkan diri. Orang tersebut membopong tubuh Sivia yang sudah tidak berdaya ke seseorang yang menyuruhnya.
8 ◦•*•◦8
Ada pelajaran tambahan hari ini yang membuat kelas XII pulang lebih siang dari yang lain, termasuk d ’orions.
Saat berjalan menuju tempat parkir sekolah, langkah Alvin terhenti oleh getar ponselnya.
“ siapa vin?” tanya Cakka penasaran.
Karena nama penelfonnya tidak tertera Alvin hanya bisa menggeleng kemudian menganggatnya.
“ hallo Alvin Jonathan.” Suara menantang yang sudah tidak asing lagi di telinga Alvin.
“ mau apa lo?” tanya Alvin tak kalah tajam.
“ santai dulu bro! Gue cuma mau bilang, gadis lo ada sama gue, Sivia Azizah, lo kenal dia kan ?”
“brengsek lo! Lepasin dia atau..”
“atau guenikmatin dia dulu?”
“lepasin dia atau lo bakal nyesel seumur hidup!”
“hey, nyawa gadis lo ada ditangan gue, bisa apa lo?”
“banci!”
“terserah apa kata lo, jagoan! Dan kalau lo mau kulit putih mulus peri kecil lo ini akan tetap seperti sebelumnya, dateng sendiri ke camp gue !”
“lo pikir gua percaya sama elo?”
“lo denger ini!”
“kak Alvin.. tolong Via!!” suara Sivia meminta tolong terdengar jelas di telinga Alvin.
Sambungan telfon tiba-tiba terputus.
“ brengsek!” teriak Alvin dengan emosi yang sudah mulai memuncak.
“ kenapa vin?” tanya Gabriel yang juga mulai panik.
“ Riko nyekap Via!” jawab Alvin dingin kemudian berlari menuju motornya dan memacunya menuju tempat yang benar-benar ia laknat seumur hidupnya, dengan emosi yang sudah tak mampu ditahan lagi.
Dengan keadaan seperti ini Alvin bisa tidak mampedulikan bila ada pisau yang menembus kulitnya dan tak segan menghujamkan belati kepada lawannya.
8 ◦•*•◦8
“Riko! Brengsek! Keluar lo!” seru Alvin dari bagian depan sebuah reruntuhan gedung tua, markas Riko dan teman-temannya.
“ gue disini vin!” jawab Riko dengan penuh kemenangan.
Alvin semakin geram melihat Sivia terduduk disebuah kursi dengan tali yang membuat Sivia sama sekali tidak bisa bergerak dengan penjagaan dari anak buah Riko.
Ia sangat yakin Sivia diperlakukan dengan sangat tidak baik.
“ lepasin Via!” pinta Alvin pelan tetapi tegas.
“ lo pikir bakal segampang itu?” tantang Riko.
“ ini urusan gue sama elo, dia nggak tau apapun!”
“lo mau jadi pangeran berkuda putih yang menyelamatkan sang putri? Apa yang bisa lo kasih buat putri lo itu ?” tanya Riko penuh kemenangan.
“ terserah apa yang mau lo lakuin sama gue tapi bebasin dia !” jawab Alvin pasrah, karena ia juga merasa kalau ia sudah kalah.
“ jangan kak!!” seru Sivia.
PLAK! Satu tamparan mendarat mulus di pipi Sivia.
“ Jangan sentuh dia!!” seru Alvin dengan emosi yang sudah sulit ia kendalikan.
“ berlutut di depan gue kalo lo nggak mau sesuatu yang lebih buruk lagi terjadi !” perintah Riko pada Alvin.
Tangan Alvin sudah mengepal kuat dan giginya teratuk keras menahan emosi. Perlahan ia melipat kakinya dan berlutut di depan Riko. Melihat Alvin sudah benar-benar pasrah, Riko memberi kode pada anak buahnya untuk melepas ikatan Sivia. Kalau saja Sivia tidak ada di tangan mereka, Alvin yakin ia mampu membabat habis semua orang disini.
Banyak seruan dari anak buahn Riko untuk segera menghabisi Alvin. Seruan itu membuat Riko tertawa senang dan merasa menang telak atas Alvin yang selama ini sering mengalahkan dan mempermalukannya.
Bogem mentah Riko mendarat di pipi Alvin. Alvin sama sekali tidak bergeming. Perlahan darah segar mengalir dari hidung Alvin. Melihat Alvin begitu pasrah Riko dan teman-temannya semakin bersemangat menghajar Alvin hingga babak belur.
“ kak Alvin!!” raung Sivia yang masih berada dalam penjagaan anak buah Riko karena melihat Alvin yang sudah benar-benar tak berdaya terus dipukuli.
Mata Sivia tertuju pada sebuah pemukul dari sebatang besi. Segera ia menginjak kuat-kuat kaki orang yang menjagalnya hingga ia terlepas.
“ kak Alvin!! Bangun!!!” seru Sivia kemudian memukul orang yang menjagalnya dengan balok tadi. Mendengar teriakan Sivia, Alvin seperti mendapat kekuatan baru. Seketika ia bangun dan melawan Riko serta genknya. Secepat mungkin Sivia berlari ke belakang Alvin mencari perlindungan dan memberikan pemukul yang ia temukan untuk membatu Alvin melawan musuh dengan jumlah yang terlalu banyak untuk ia lawan sendiri.
Terdengar suara sirine polisi yang meraung mengepung tempat itu. Riko dan kawan-kawannya yang sudah panik mencoba melarikan diri, namun terlambat, polisi berhasil menangkap mereka semua, tak terkecuali Riko.
“Sivia, kamu nggak apa-apa?” tanya Alvin pelan, jelas terdengar ia sedang menahan sakit.
“ enggak, kakak gimana?” tanya Sivia kawatir. Alvin menggeleng sambil tersenyum getir.
“ vi, peluk gue!” suruh Alvin terbata sambil memegang bagian belakang kepalanya. Sivia memeluk Alvin erat-erat. Sivia merasakan badan Alvin semakin dingin dan melemas, semakin lama badan Alvin semakin merosot dari pelukannya. Alvin pingsan.
“ Alvin!” pekik Rio, Cakka, Gabriel, Ify dan Shilla yang baru sampai tempat kejadian dan melihat Alvin ambruk dan mendengar tangisan Sivia yang
pecah. Darah segar dari begian belakang kepala Alvin mengucur deras karena tadi ia sempat mendapat sebuah pukulan keras.
8 ◦•*•◦8
Bau obat-obatan memenuhi ruangan bernuansa serba putih ini, namun sama sekali tidak menggetarkan tekat semua orang yang ada di tempat intu untuk larut dalam doa untuk orang yang sangat mereka sayang yang sedang terbujur diantara garis hidup dan mati.
Banyak alat batu yang terpasang untuk membantunya bertahan. Saat ini tak ada seorang Alvin yang berdiri tegak untuk membela apa yang dia yakini, tak ada Alvin si jagoan, ia kini terbaring lemah dan tak berdaya.
“ Alvin, maafkan papa, papa salah! Bangun vin! Ijinkan papa memperbaiki semuanya, bangun jagoan papa !” kata papa Alvin yang kini sudah menyesali semua perbuatannya.
“ kak, kak Alvin jangan buat Via menyesal seumur hidup, kakak begini gara-gara Via. ” Kata Sivia di sela tangisnya, ia tak juga melepas genggaman tangannya pada tangan Alvin sejak kemarin Alvin dirawat.
Perlahan mata sipit itu mulai terbuka dan menatap satu persatu orang-orang yang mengelilinginya.
“ vin, lo udah sadar!” pekik Gabriel saat menyadari mata Alvin sudah terbuka. Alvin tersenyum kecil menanggapinya.
Segera Cakka berlari memanggil dokter yang segera melakukan pemeriksaan. Dan syukurlah, Alvin sudah terbebas dari masa kritisnya. Alvin benar-benar membuktikan bahwa ia memang seorang jagoan.
8 ◦•*•◦8
Hari ini Alvin sudah diijinkan keluar kamar walaupun masih dengan kursi roda. Bukan hanya keadaannya yang membaik, hubungannya dengan Ayahnya pun sangat membaik, Alvin memilih menjadi seorang dokter sekaligus musisi untuk jalan tengah masalahnya. Ia juga berjanji akan benar-benar berubah pada dirinya sendiri.
“ mau kemana kak?” tanya Sivia yang mendorong kursi roda Alvin. Tadi Alvin memaksanya untuk mengantar berjalan-jalan malam ini.
“ taman aja.”
Taman rumah sakit sudah sepi saat mereka sampai, hanya lampu taman yang menyala dan angin yang bertiup semilir.
Langit yang mulai gelap namun masih nyata berbayang warna kemerahan dari matahari yang baru saja menuju peraduannya.
“ vi, bantuin gue duduk di rumput dong..” pinta Alvin manja.
Dengan senang hati Sivia membatu Alvin turun dari kursi rodanya.
Mereka duduk berdua menikmati malam. Alvin menarik bahu Sivia dan menyandarkan kepala peri kecilnya di dadanya. Nada merdu mulai mengalun dari bibirnya untuk menggenapi keindahan sore ini.
Akhirnya, akhirnya aku temukan
Wajahnya mengalihkan duniaku
Membuat diriku sungguh-sungguh tak berhenti mengejar pesonanya
Kan ku berikan yang terbaik tuk membuktikan cinta kepadanya
Dia dia dia cinta yang ku tunggu tunggu tunggu
Dia dia dia lengkapi hidupku
Dia dia dia cinta yang kan mampu mampu mampu
Menemaniku, mewarnai hidupku
Beningnya putihnya bidadariku
Cantiknya hiasi hari-hariku
Membuat diriku sungguh-sungguh tak berhenti mengejar pesonanya
Kan ku berikan yang terbaik tuk membuktikan cinta kepadanya
Dia dia dia cinta yang ku tunggu tunggu tunggu
Dia dia dia lengkapi hidupku
Dia dia dia cinta yang kan mampu mampu mampu
Menemaniku, mewarnai hidupku
“ vi, aku sayang kamu.” Ucap Alvin di akhir lagunya.
“ aku juga!”
“maafin aku buat semua kesalahan aku selama ini ya? Aku nyesel! Aku janji aku akan berubah demi kamu, demi diri aku sendiri dan demi
semuanya. ”
“aku pegang janji kakak!” Alvin memegang kedua pipi Sivia dengan kedua tangannya kemudian mengecup lembut kening Sivia.
“ vi, aku mau kita sama-sama janji!”
“janji apa?”
“aku mau kita berjanji untuk selalu bersama sampai nanti di ujung senja, sampai aku jadi kakek-kakek, sampai kamu jadi nenek-nenek, temani aku terus menikmati indahnya matahari terbenam selamanya, mau peri kecil?”
Alvin menyodorkan jari kelingkingnya. Sambil tersenyum manis Sivia mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking Alvin.
“ janji!” jawab Sivia dengan penuh keyakinan.
Mereka membuka lembaran baru dengan sampul sebuah janji suci untuk saling melengkapi dan mencintai dengan ketulusan dan apa
adanya, dengan senja yang menjadi saksi abadi mereka. Karena cinta yang sejati akan terus memancarkan sinar kemulyaannya sampai di ujung
senja.
> the end..
No comments:
Post a Comment