Sunday, June 12, 2011

Ada Apa dengan Kebun Part 3 (repost)

Part 3 : Antara Cinta dan Kebun

Kata Alvin, Ify suka bunga, pecinta tanaman. Dan kalau mau pedekate sama Ify, cara yang paling tepat yaitu jadi tukang kebun Ify! Hmm… kira-kira gimana sikap Rio ya??
****

Alvin mengangguk pasti. Sedangkan Rio tetap memasang wajah frustasinya.

“VIN! Elo kalo ngasih saran yang bener dooong! Elo becanda kan? Becanda kan? Iya kan??” seru Rio, kedua tangannya menggoncang-goncangkan bahu Alvin.

“EH! Elo dibilangin ga percaya! Beneran! Ify sekeluarga emang suka tanaman, gua jamin sejamin-jaminnya, kalo lo pedekate pake tanaman, eh maksudnya jadi tukang kebunnya Ify, dia ga bakal galak lagi! Paling pertamanya doang yang galak. Lama-lama nggak!” jelas Alvin lagi, berusaha meyakinkan Rio. Rio terdiam, memandang wajah Alvin dengan ragu.

“Tapi masa anak kelas 2 SMP—baru naik kelas lagi—udah mau kerja sambilan? Ntar kalo ortu gua ga setuju gimana?” tanya Rio ragu, agak-agak khawatir juga dia kalau harus panas-panasan di kebun… Megang gunting rumput, megang-megang slang air,
duuh…

“Kalo masalah ortu, itu soal gampang! Ortu lo kan pengennya elo bisa mandiri! Elo tinggal bilang aja sama mereka kalo lo pengen coba-coba kerja sambilan. Lagian dulu juga waktu gua main ke rumah elo, elo kan lagi diceramahin biar jadi anak mandiri?” dukung Alvin lagi. Duh. KO deh. Tepat sasaran. Skak mat.

“Jadi kesimpulannya, gua HARUS rela kerja jadi… euh… tukang kebon?” tanya Rio lagi, masih ragu. Tapi anggukan mantap dari Alvin membuatnya tidak bisa berkata apa-
apa lagi.

Rio melengos, “Yaa… gua pikir-pikir dulu deh, Vin”, lalu dia masuk ke kelas dan duduk di bangkunya.

Alvin sebetulnya merasa kasihan juga, Rio baru pertama kali ini suka sama cewek—pada pandangan pertama lagi!— Tapi kok cara pedekate yang harus ditempuh jadi kayak gitu.

Tak lama kemudian, Ify dan Sivia masuk ke kelas dan duduk di bangku mereka. Senyuman manis Ify masih tak lepas dari wajahnya, sukses membuat Rio tercengang untuk kesekian kalinya dalam hari ini.

Rio tiba-tiba mengangguk mantap, jemarinya meremas tangan kanan Alvin. Alvin yang sedang asyik baca komik Conan—yang disembunyiin di laci meja—sampai meringis.

“Kenapa lu, Yo?” tanya Alvin, melepaskan tangannya dari cengkeraman Rio yang kuat.

“Gua udah mutusin. Untuk pedekate ke Ify dengan cara yang elo bilang!” bisik Rio mantap. Alvin yang tadi meringis sekarang berubah jadi bersemangat lagi.

Sambil menepuk bahu Rio, Alvin menyemangati sohibnya itu,“Tenang aja Yo! Kalo elo butuh konsultasi atau terlalu gugup, elo tinggal lari aja ke rumah gua! Kan rumah gua tepat di sebelah rumahnya!”

Rio mengangguk pasti, “Thanks ya Vin! Ini pertama kalinya gua jatuh cinta, pada pandangan pertama lagi! Dan yang pasti, gua ga mau biarin perasaan ini begitu aja! Kita kan udah mulai gede, Vin!”

“Yap! Gua setuju sama elo. Tapi gua belom pernah ngerasain jatuh cinta nih Yo…” ujar Alvin murung, Rio menepuk bahu sahabatnya agak keras.

“Woi Vin! Jatuh cinta itu bukan barang yang bisa diatur! Gak bisa dipaksain! Tunggu aja pelan-pelan, ntar juga elo pasti ketemu Vin!” Rio terus menyemangati Alvin. Alvin tersenyum penuh semangat pada Rio, Rio juga tersenyum.

“Oh iya, Yo. Kakak elo, si Kak Iel, kan pinter ngerayu cewek? Elo coba aja belajar ke dia, biar gak gugup waktu pedekate!” saran Alvin lagi, Rio manggut-manggut. Kakaknya Rio, Kak Iel, memang cowok yang punya predikat cowok-teryahud-kalo-ngegombal. Dan punya buanyaaaak fans dimana-mana, padahal bukan artis.

“Bener juga ya? Gua coba deh! Eh, tapi elo yakin si Ify ga marah kalo gua rayu?” bisik Rio lagi, takut kedengaran Ify.

“Mana gua tau! Coba aja dulu. Yang penting usahaaa” jawab Alvin, masih berbisik. Rio jadi makin bersemangat menjalankan misinya itu. Tapi dia masih ada tugas, yaitu, memberitahu orangtuanya akan niatnya yang mau kerja sambilan—sekaligus pedekate tentunya—Tapi nggak mungkin Rio bilang terang-terangan ke orangtuanya!

***

“Err… Ma?” panggil Rio saat ia sudah selesai makan siang dan mandi. Mama Rio yang sedang menonton TV menoleh,

“Kenapa?” tanya Mama Rio lembut.

“Ehm.. Jadi gini, Ma! Rio mau kerja sambilan!” ujar Rio tanpa basa-basi.

“Hah? Kerja sambilan? Dimana?” tanya Mama Rio lagi, Rio mengambil nafas sejenak, lalu mulai menjelaskan.

“Jadi, temen Rio ada yang butuh tukang kebun, Ma. Nah, kan rumah kita juga kebunnya lumayan luas, dan Rio kan sering bantuin mama beresin kebun! Jadi Rio pikir kayaknya Rio sanggup deh kalau kerja sambilan jadi tukang kebun! Lagi, mama kan pernah bilang, kalo Rio juga harus berlatih jadi anak yang mandiri. Makanya Rio mau kerja sambilan jadi tukang kebun” Mama Rio tampak terharu mendengar penjelasan Rio itu. Tapi tetep, Rio nggak bilang kalau tujuan utamanya itu mau pedekate!

“Mama setuju sama kamu, Yo! Mama gak nyangka, kamu sekarang udah jadi anak yang mandiri, di usia kamu yang tergolong masih remaja ini kamu udah berpikiran jauh! Jadi, kapan kamu mulai kerja?” tak disangka, Rio dengan mudah mendapat izin dari mamanya.

“Yaa… Rio harus ngasihtau temen Rio itu dulu, Ma. Biar dia juga ngomong ke orangtuanya. Tapi kalo Mama udah setuju kan, Rio jadi lega! Kalo gitu, Rio ke atas ya, Ma!” pamit Rio, sambil melangkah menaiki tangga.

Rio segera masuk ke kamarnya, mengunci pintunya, dan melonjak-lonjak gembira di atas kasurnya.

“Yeaaaah! Proses pedekate gua ke Ify bakalan lancar nih!” desisnya pelan, takut ketahuan kakaknya yang sering nguping di depan pintu kamar. Rio buru-buru menghentikan kegiatannya yang sedang melonjak-lonjak di atas kasur itu, karena kalau mamanya sampai tahu, bisa-bisa Rio dihukum, dan bisa jadi rencanya gagal!

Tiba-tiba Rio teringat sesuatu, ia menyambar sehelai kertas dan bolpoin, lalu melesat keluar kamarnya.
*****

-author: ditaa
-facebook: anindita putri

No comments:

Post a Comment