Part 12 : For The First Time
Rio dan Ify sama-sama gengsi untuk meminta maaf duluan. Kira-kira siapa yang akan mengalah?
****
Seharian itu dilewati Ify tanpa semangat. Jarang ia menampakkan senyum cerahnya, yang ada hanya senyuman lesu.
Seperti saat ini, di kamarnya. Biasanya, ia pasti sudah sibuk membaca buku di kebun atau hanya sekadar menyiram koleksi herb yang ada di balkon kamarnya yang luas.
Ify mendesah pelan, lalu mengeluarkan buku catatannya dari dalam tas. Catatan Biologi, karena besok, Ify harus menghadapi tes biologi yang biasanya susah-susah, jadi dia memilih untuk belajar dengan giat.
Ify mengerutkan kening saat menyadari ada sehelai kertas yang sudah dilipat menjadi beberapa bagian yang terselip di antara halaman bukunya. Perlahan, ia membuka kertas itu.
Hey Ify! Kayaknya elo cemberut banget hari ini? Sakit perut ya? Engga kan? Atau.. ada masalah? Hmm… apapun itu, semoga surat ini bisa bikin elo senyum lagi, senyum yang tulus.
Ify memang benar-benar tersenyum saat membaca surat itu, sudah lama orang ini tidak mengiriminya surat, tapi kali ini, surat itu datang! Entah kenapa Ify jadi menunggu kedatangan surat itu, karena menarik baginya saat ia mencoba menebak-nebak siapakah pengirimnya.
Lagi-lagi Ify meraih jurnal dimana ia menyimpan semua kenangan manisnya, dan menyelipkan surat itu disana. Ia menjadi bersemangat saat belajar Biologi. Hmm… apa gua yang minta maaf ya?’ pikiran itu terlintas tiba-tiba di kepala Ify saat ia menghafalkan pengertian tentang pertumbuhan.
Cepat-cepat ia bangkit dari kursinya dan mengintip kebunnya dari jendela. Bagus! Rio belum datang! Ify kembali ke meja belajarnya, meraih sehelai kertas kecil dan menuliskan sesuatu dengan bolpoin birunya.
Ia tersenyum puas melihat hasil kerjanya itu, ia segera keluar kamar dan menuruni tangga, pergi ke arah kebun.
Ify sempat mengawasi keadaan sekitar. Yak, tidak ada orang! Ify buru-buru menempelkan kertasnya itu dengan isolasi di keran air. Tujuannya? Agar nanti saat Rio datang, Rio bisa membacanya! Ify merasa tidak enak kalau harus berbicara langsung.
Setelah menempel kertas itu, Ify masuk ke dalam kamarnya. Sesekali ia mengintip dari balik jendela, kapan Rio akan datang dan membaca pesannya?
***
Dengan malas, Rio membuka pintu gerbang rumah Ify. Ia meletakkan tasnya di kursi kayu yang terletak di sudut kebun, lalu bersiap untuk bekerja.
Pertama, ia akan menggunting daun-daun yang sudah layu dan menguning. Kali ini ia berhati-hati saat memotongnya, takut kalau akan mengenai bunga atau tanaman yang tidak layu.
Kedua, ia harus menyirami tanaman. Dengan sigap Rio mengambil slang air dan menyalakan keran. Eit, tunggu. Apa ini? Kenapa ada kertas yang menempel di keran? Apaan nih?’ pikir Rio sambil meraih kertas itu.
Maaf, Yo. Gua yang salah. Kemaren gua kelewat emosi, jadinya gua ngebentak elo tanpa pikir panjang. Mau maafin gua?
Ify
Rio tertegun saat membaca surat itu. Senang, tentu saja. Tapi kenapa Ify tidak mau bicara langsung, ya?
Belum sempat Rio menemukan jawaban untuk pikirannya, sudah ada seseorang yang menepuk bahunya dari belakang. Rio sontak menoleh.
“Ify?” ujar Rio ragu saat melihat Ify yang sudah tersenyum canggung di depannya.
“Euh… iya, Yo. Mau maafin gua?” tanya Ify lagi, persis seperti suratnya. 5 menit yang lalu, saat ia mengintip dari balik jendela, ia melihat Rio sedang membaca suratnya. Dan Ify segera turun ke kebun untuk meminta jawaban dari Rio atas permintaan maafnya.
Rio sempat terpana, lalu sedetik kemudian ia tersenyum dan mengangguk.“Iya, gua maafin. Gua ngerti kok!” Ify tersenyum senang mendengar jawaban Rio. Tiba-tiba saja, Ify ingin ngobrol dengan Rio tentang seseorang yang mengiriminya surat itu.
“Makasih, ya Yo! Oh iya, engga usah nyiram tanaman deh, ntar biar gua aja. Gua mau ngomong nih, elo tunggu di kursi itu ya? Gua ambilin sesuatu dulu” suruh Ify sambil menunjuk sepasang kursi dan meja berpayung di kebunnya. Rio mengangguk, lalu berjalan menuju
kursi itu. Sedangkan Ify masuk lagi ke rumah.
"Ini, Yo. Diminum dulu” ujar Ify saat ia kembali ke kebun dengan membawa 2 gelas es teh dan meletakkannya di meja. Rio mengangguk pelan dan meneguk es teh itu.
Kemudian Ify mengangsurkan 2 helai kertas ke hadapan Rio. Yang disambut Rio dengan kening berkerut. Perlahan, ia mengamati kertas itu. Lalu terperanjat. Itu kan surat-surat yang diberinya pada Ify? Apa jangan-jangan Ify sudah tahu kalau selama ini Rio yang mengiriminya surat? Rio melirik Ify dengan curiga.
“Itu, gua dikasih sama seseorang. Gua juga engga tau itu siapa, elo kenal tulisan itu?” tanya Ify. Diam-diam, Rio menghembuskan nafas lega, itu artinya Ify belum tahu kalau dialah pengirimnya.
“Engga tuh. Gua kayaknya nggak pernah liat tulisan ini deh” jawab Rio. Berbohong sebetulnya. Tapi… yaah, daripada ketahuan?
Ify menghela nafas. Baru 2 kali dikirimi surat, tapi ia sudah penasaran siapa yang mengirimkannya.
“Yaudah deh. Sini mana kertasnya, gua takut ilang. Entah kenapa kok setiap gua dapet surat dia, gua jadi semangat lagi” ujar Ify yang lebih pantas dikatakan curhat. Rio tersenyum saat mendengar perkataan Ify. Itu artinya, walaupun ia tak memakai kata-kata romantis ataupun kata-kata gombal, Ify menyukai surat kaleng yang ia kirim.
“Hmm” sahut Rio sekenanya, masih tersenyum.
“Eh, iya Yo. Elo tau? Gua baru kali ini lho minta maaf duluan ke cowok” celetuk Ify lagi, mukanya tampak bersemangat.
“Beneran? Kalo sama Alvin?” tanya Rio, berubah jadi penasaran. Alvin tetangga Ify dari dulu, mereka juga akrab kan?
“Yee… Kalo sama Alvin sih gua ga ada tuh minta maaf! Adanya setelah berantem, terus ketawa-ketawa lagi!” jawab Ify sambil tertawa.
Rio tersenyum lagi mendengar jawaban Ify.“Berarti gua cowok pertama yang dapet permintaan maaf dari elo dong?”
“Yup. Eh, tapi kalo sama papa , gua minta maaf duluan lho, Yo! Hehe” sahut Ify lagi, meneguk es tehnya yang masih penuh.
“Yeee… Kalo sama papa elo sih engga masuk itungan! Maksud gua, temen cowok pertama. Hahaha” balas Rio. Ify dan Rio tertawa bersama. Sungguh, hari ini adalah hari dimana Ify bisa tertawa lepas tanpa beban. Bersama Rio. Dan Ify menikmati hari itu.
*****
-author: ditaa
-facebook: Anindita Putri
No comments:
Post a Comment