Part 7 : Ketika Rio Menggombal, Air Slang Datang
Rio berhasil nyelipin suratnya di novel Ify, Ify yang menerima surat itu hanya tertawa, tanpa tahu siapa pengirimnya. Kira-kira… Rio bakalan ngapain lagi ya buat bikin Ify deket sama dia?
****
Rio melangkah ke kelasnya dengan penuh percaya diri. Dia merasa semakin pede karena kemarin sudah berhasil menyelipkan surat untuk Ify.
Rio melihat Alvin yang ada di dalam kelas. Tapi… berdua. Dengan Sivia. Rio buru-buru
sembunyi di balik tembok lagi. Berusaha mendengar apa yang Alvin dan Sivia bicarakan.
“Emm… Siv, ini buat elo deh…” suara Alvin sayup-sayup terdengar. Rio makin penasaran lagi, dia berusaha curi-curi pandang ke dalam kelas.
“Beneran Vin? Waah… gua suka banget cokelat yang ini! Makasih ya Vin!” suara Sivia yang lembut juga terdengar sayup-sayup.
Karena rasa penasarannya yang tidak bisa dibendung, Rio memutuskan untuk masuk ke dalam kelas, dan pura-pura tidak tahu apa-apa.
“Hai, Siv! Hai, Vin!” sapa Rio, tersenyum seperti biasanya dan pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
“Engg… Pagi, Yo! Gua ke ruang guru dulu yaa...” ujar Sivia sambil berjalan cepat ke luar kelas. Sedangkan Alvin menatap Rio dengan tatapan tanpa ekspresi.
“Bilang aja tadi elo ngintip, Yo” ucap Alvin pelan, masih tanpa ekspresi saat Sivia sudah tidak kelihatan lagi.
“Hehee… Elo tau aja sih! Iye, gua tadi ngintip! Elo serius suka sama Sivia??” tanya Rio, menghempaskan badannya ke kursi.
“Kayaknya sih gitu… Soalnya gua pasti deg-degan kalo liat dia!” Alvin akhirnya mau mengakui apa yang dipendamnya selama ini. Sedangkan Rio yang tadinya mau menggoda, diurungkan dulu niatnya itu. Sekarang dia ingin memberi semangat pada Alvin.
“Yahelah, Vin! Itu sih jelas-jelas elo suka! Udah ah, ntar kalo urusan gua udah selesai, urusan elo sama Sivia pasti gua bantu!” sahut Rio sambil menepuk-nepuk pundak Alvin.
“Kalo urusan elo ga selesai-selesai?? Hahahahaa” canda Alvin yang sudah kembali bersemangat, sedang Rio pura-pura cemberut.
“Eh iya! Kemaren gua sukses nyelipin surat! Gua selipin di novelnya Ify!” cerita Rio, ia teringat akan suratnya kemarin. Alvin menyambutnya dengan antusias.
Sepanjang bel masuk belum berbunyi itu, Rio sibuk menceritakan tentang kamar Ify yang seperti taman, suratnya yang ia selipkan, saat Ify tersenyum, saat Ify berjalan, semuanya! Sampai Alvin yang tadinya semangat jadi semakin merasa ngantuk mendengar ocehan Rio.
Untungnya, Pak Duta, wali kelas sekaligus guru Fisika-Kimia mereka segera masuk dan
memulai pelajaran. Paling tidak Alvin bisa kembali memelototi buku Kimia kesayangannya.
***
Rio asyik menatapi Ify dari belakang. Dia tak pernah bosan menatapi rambut bagian belakang Ify yang tergerai.
‘Ify… Ify! Elo tuh mau diliat dari belakang aja cantik, apalagi dari depan!’ batin Rio sambil cengengesan.
Alvin sebetulnya mau menegur, tapi karena takut sama Pak Duta jadi didiemin saja.
BLETAK!
“RIO!! JANGAN MELAMUN!” seru Pak Duta, ternyata spidol yang tadi dipegang Pak Duta sudah berhasil mendarat di kepala Rio yang sedang asyik-asyiknya melamun. Rio cengar-cengir sambil mengusap-usap
kepalanya yang sakit.“Hehee… Maaf pak!”
“Cengengesan saja kamu itu!! Sudah! Perhatikan papan tulis!” perintah Pak Duta lagi, Rio dengan sigap segera membuka buku catatannya dan pura-pura mencatat. Padahal dia nggak ngerti sama sekali tentang Hukum Newton yang sedang dijelaskan Pak Duta di depan kelas.
Rio melirik ke arah Alvin. Tatapan sahabatnya itu terus berpindah-pindah dari papan tulis ke bukunya. Sesekali kepalanya mengangguk-angguk kecil tanda ia mengerti apa yang dijelaskan oleh Pak Duta.
‘Sip dah! Gua bisa minta bantuin Alvin buat ngajarin!’ pikir Rio senang, masih cengar-cengir.
BLETUAK!!
“MARIO!!!” panggil Pak Duta lagi dengan suara menggelegar.
Rio meringis sambil mengusap-usap kepalanya. Kali ini yang dilempar Pak Duta adalah penghapus papan tulis yang besarnya kira-kira sama seperti tempat pensil Rio.
“I… Iya, Pak? Maaf Pak…” ucap Rio pelan, masih mengusap-usap kepalanya.
“Apa bunyi Hukum Newton yang pertama?! Jawab sekarang juga!!” suara Pak Duta masih menggelegar, memandang lurus ke arah Rio yang sedang gelagapan karena
tidak bisa menjawab.
“Benda bergerak dengan kecepatan tetap dan percepatannya nol jika tidak ada resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut…” bisik Alvin pelan, tapi tatapan Alvin tetap tertuju pada papan tulis. Sekilas Rio melihat Alvin, tapi sedetik kemudian ia segera menjawab pertanyaan Pak Duta persis seperti apa yang Alvin ucapkan barusan.
“Bagus! Sekarang perhatikan! Jangan melakukan hal lain kecuali bernafas dan mendengarkan penjelasan saya!” perintah Pak Duta lagi, lalu beliau melanjutkan mengajar.
Rio menghembuskan nafas lega. “Makasih, Vin!” bisiknya pelan. Alvin mengangguk sambil tersenyum geli.
***
“Vin, hari ini gua nebeng lagi ke rumah Ify boleh ga?” pinta Rio saat Alvin sudah dijemput.
Alvin tertawa, “Ya bolehlah! Masuk!” Pelan-pelan, Rio masuk ke mobil Alvin. Di mobil, sesekali Rio terlihat menghafalkan sesuatu.
Ya, Rio berencana mau merayu—atau menggombal—ke Ify, siapa tahu nanti Ify jadi nggak terlalu galak lagi sama dia.
“Elo ngapain, sih?” tanya Alvin heran saat melihat Rio yang sibuk menghafal.
“Gua ntar mau buktiin omongannya Kak Iel! Kan katanya Kak Iel, setiap cewek yang dirayu pasti jadi malu-malu, jadi ntar gua mau ngebuktiin…” jawab Rio cepat dan penuh rasa percaya diri.
“Yee… bilang aja elo pengen ngegombalin Ify!!” tuduh Alvin sambil tertawa-tawa. Rio cuma bisa nyengir. Memang itulah tujuan utamanya!
***
Tak sampai setengah jam, Rio sekarang sudah berdiri (lagi) di depan gerbang rumah Ify. Rio sempat menghela nafas sejenak, mencoba menghafalkan trik menggombal paling ampuh dari kakaknya, lalu melangkah masuk ke pekarangan rumah Ify.
Rio meletakkan tasnya di sebuah kursi yang terletak di pekarangan rumah Ify. Nama sih boleh pekarangan, tapi sepertinya “pekarangan” yang ada di rumah Ify ini lebih cocok dinamakan taman. Karena selain besar, bunga-bunga dan segala jenis tanaman juga ada disini!
Rio mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman itu. Rio melihat berbagai macam alat yang biasa dipakai untuk merawat tanaman-tanaman. Rio mengayunkan kakinya, berjalan untuk mengambil alat-alat itu agar dia bisa segera bekerja.
‘Wah, ternyata Ify suka bunga matahari juga, ya?’ batin Rio saat ia memotong daun-daun yang sudah layu dan berwarna kekuningan.
Rio asyik menyiram, menebar pupuk, dan memotong daun-daun atau beberapa bagian tanaman yang sekiranya sudah layu. Saking asyiknya, Rio tidak menyadari kehadiran Ify yang sudah sekitar 20 menit duduk di sebuah kursi di sudut taman rumahnya. Ada dua kursi kayu disana. Kedua kursi kayu itu ditemani oleh meja kecil dari kayu yang dilengkapi payung diatas meja, Membuat sepasang kursi dan meja itu tampak seperti yang ada di café-café. Tapi tentu saja lebih nyaman, karena dikelilingi oleh tanaman-tanaman yang hijau dan asri.
Dan… disanalah Ify, Ify yang sedang membaca buku, di mejanya terdapat 2 gelas es jeruk, dan sepiring kue cokelat buatan Mama Ify.
Rio menyadari kehadiran Ify di kursi itu saat ia berniat menebar pupuk di sekumpulan bunga mawar putih yang
terletak tidak jauh dari kursi dimana Ify berada. Sejenak Rio terperangah menatap sosok yang di mata Rio terlihat sangat… sempurna… Bayangkan saja, Ify yang sedang membaca buku sedang duduk di sebuah kursi, lengkap dengan meja kayu berpayung, terlindungi oleh sebuah
pohon angsana berukuran sedang dari sinar matahari yang menyengat, tapi masih ada seberkas cahaya matahari yang bisa melewati daun-daun lebat di pohon itu. Tentu saja melewati sela-sela daun yang rimbun. Rio benar-benar tidak bisa berkata apa-apa.
Cewek yang tidak harus menebar senyum kepada setiap cowok yang dilewatinya, tidak harus bertingkah laku aneh-aneh dan mencari sensasi, tidak harus menebar pesona kepada setiap cowok, tapi mampu membuat para cowok itu terpana. Itu semua ada di dalam diri Ify.
“Yo! Ngapain elo bengong? Sini! Istirahat
dulu deh! Mama nyuruh gua bawain es jeruk sama kue cokelat!” seru Ify, menyadarkan Rio yang tadi masih terpana. Rio mengangguk, lalu berjalan ke arah kursi yang masih kosong. Berhadapan dengan Ify.
Rio duduk di kursi itu dengan canggung. Ify yang melihatnya malah semakin heran.
“Kok elo jadi canggung sih? Makan deh kuenya, minum juga esnya” ujar Ify, menunjuk kue dan es jeruk yang ada di meja. Rio hanya mengangguk, dia benar-benar speechless di hadapan Ify.
Pelan-pelan Rio mengambil 1 kue cokelat, dan menggigitnya. Disaat Rio sedang menikmati kue cokelatnya, dia teringat akan niatnya tadi yang mau merayu—ehm, menggombal—ke Ify. Rio buru-buru menghabiskan potongan kue cokelat yang tadi diambilnya, meneguk es jeruk yang nikmat. Dan berdeham kecil.
“Yo, kalo elo ngerayu cewek, usahain ekspresi elo harus bagus! Jadinya dia ngerasa elo itu serius banget, terus romantis juga!”. Kata-kata itu yang selalu diucapkan oleh Kak Iel saat Rio meminta tips menggombal padanya. Rio berniat mempraktekkannya sekarang juga.
Rio berusaha mengingat-ingat salah satu gombalan yang sudah dihafalkannya tadi siang. Lalu ia berdeham lagi.
“Fy… Gua mau ngomong serius…” ucap Rio, berusaha mengubah mimik mukanya menjadi serius. Tapi gagal. Ify saja terlihat menaham tawanya saat melihat ekspresi muka Rio yang terlihat sangat aneh dan seperti dibuat-buat.
“Fy… elo kok… emm… tega sih ninggalin surga? Er… kan kasian malaikat-malaikat disana… sibuk… mm… nyariin bidadarinya yang kabur ke bumi… salah satunya ya yang ada… engg… di depan gua ini…” Rio menggombal lagi, tapi lebih kedengaran seperti membaca. Karena Rio mengucapkannya terbata-bata.
Ify sebetulnya sudah tidak bisa menahan tawanya, tapi dia pura-pura tidak peduli saja. Ify melihat slang yang masih mengucurkan air. Karena memang kerannya belum ditutup! Ify menunduk sedikit, meraih slang air itu. Rio masih belum sadar kalau Ify sedang menunduk, Rio asyik saja mengucapkan kata-kata gombalan yang lebih yahud—menurut kakaknya—pada Ify.
Sedangkan Ify sudah berhasil meraih slang air itu, pelan-pelan, ia memegang slang air itu dibawah meja, agar Rio tidak bisa melihatnya. Senyum Ify terkembang, jarang-jarang dia bisa mengusili anak cowok!
“Fy… Kalo elo jadi api, gua mau kok jadi lilinnya, gua mau membakar diri gua demi… Hrftthhhffhhkgglkglkglkk!!!” saat asyik-asyiknya menggombal, Ify menyiram muka Rio dengan slang air itu!
“Huahahahahahahahahaaaaa” tawa Ify meledak melihat Rio yang sekarang basah kuyup, berusaha meludahkan air yang tadi sempat masuk ke mulutnya.
“Elo engga tau ya, Yo? Gua paling engga suka digombalin!! Hahahahahaa!! Tapi elo asik juga ya? Belom pernah ada anak cowok
yang berhasil bikin gua ketawa kayak gini selain papa gua sama Alvin!! Huahhahahaaaaa” ujar Ify di sela-sela tawanya yang heboh.
Rio merengut kesal ke Ify. Udah capek-capek ngehafalin gombalan, eh, disiram pake air! Pikirnya sebal. Ia melihat sisa kue cokelat yang teronggok pasrah di piring, dan melihat Ify yang sedang heboh tertawa.
“Huahhahahahahahahaaa… Yo, elo bener-bener.. Hrtsffghhhhhhhekkk!!” Rio sukses memasukkan 3 buah kue sekaligus kedalam mulut Ify, sukses membuat Ify nyaris tersedak. Tapi untungnya, Ify cepat-cepat mengunyah dan menelan kue-kue itu, dan meneguk habis es jeruknya.
“Kita seri!!! Huahahhahhahaa… oh iya, Fy. Udah jam 5 nih, gua pulang dulu ya! Ati-ati, jangan keselek! Hahahaaa” pamit Rio, tetap menggoda Ify. Ify hanya bisa merengut kesal campur tertawa geli. Baru kali ini dia bisa langsung merasa nyaman dengan cowok yang baru dikenalnya!
*****
-author: ditaa
-facebook: Anindita Putri
No comments:
Post a Comment