Part 19: Ify Kecewa
“Pliis..gue gak mau lo pergi..gue..suka..sama..lo..jangan pergi..” gumam Rio.
Ify terkejut mendengar kata-kata Rio. Apa benar yang dikatakan oleh Rio beberapa detik yang lalu?
“Gue pasti mimpi!” Ify langsung mencubit pipinya, dan..
“AWWW!!” Ringis Ify. Itu memang bukan mimpi.
“Aduuh,
siapa sih berisik banget..” gumam Rio sambil tidur. Dan sekarang Ify
baru sadar. Rio mengigau. Yang dikatakan Rio hanya igauan biasa. Bukan
yang sebenarnya dan bukan kenyataan. Hati Ify berubah kecewa.
“Ternyata
cuma ngigau, kalo gue pikir-pikir gak mungkinlah Kak Rio suka sama
gue..mending gue manasin bubur dulu deh,” Ify pun keluar dari kamar Rio
dan pergi ke dapur.
“Pliis..gue gak mau lo
pergi..gue..suka..sama..lo..jangan pergi..” Ify hanya menghela napas
mengingat kalimat yang diucapkan oleh Rio, Ify tahu kalau yang diucapkan
Rio hanyalah igauan saja, bukan kenyataan. Tapi di dalam hatinya, ada
rasa yang membuat dirinya senang, meskipun itu hanyalah igauan.
Saat Ify membuka pintu kamar Rio, Rio sudah duduk di kasurnya, sambil memencet tombol TV.
“Udah bangun lo, Kak?” Tanya Ify.
“Udahlah, buktinya gue lagi ngapain..” jawab Rio. Ify duduk di samping tempat tidur Rio.
“Nih buburnya,” kata Ify sambil memberikan semangkuk bubur ke Rio. Rio mengangkat alis.
‘Perasaan
nih anak tadi ngebet banget mau nyuapin gue, kenapa jadi lemes kayak
gini?’ Batin Rio sambil memandang Ify. Ify memasang wajah lesu sambil
melihat kearah TV.
‘Nih anak kenapa sih? Tiba-tiba jadi lemes kayak gitu, udah abis apa baterainya?’ Pikir Rio sambil memakan buburnya.
“Fy, lo kenapa sih?” Tanya Rio.
“Eng..enggak papa kok,” kata Ify.
Kemudian terdengar pintu rumah dibuka,
“Kak, gue ke bawah dulu, siapa tau itu Ray.” Ify beranjak pergi. Rio masih terus menatap kearah pintu kamarnya.
“Ify kenapa sih? Kayaknya ada yang nggak beres nih..” gumam Rio.
***
“Aduuuh, si Ray kok gak ada siih? Udah tau kakaknya lagi sakiit..” ujar seorang wanita paruh baya berusia sekitar 30 keatas.
“Dasar Ray, paling belajar bareng dirumah Deva, Ma..” kata seorang pria yang merupakan suaminya.
“Ray,
akhirnya lo..” kalimat Ify terhenti begitu ia melihat sesosok suami
istri sedang melihat kearahnya dengan pandangan janggal. Tapi begitu
sang istri melihat seragam sekolah yang dipakai Ify, ia langsung sadar.
“Kamu temennya Rio, ya?” Tanya si Wanita.
“Iya, Tante, saya Ify.” Kata Ify sambil menyunggingkan senyumannya.
“Saya Rita, Ibunya Rio dan Ray.”
“Saya Tegar, Ayahnya.”
“Ray mana, Fy?” Tanya Bu Dina.
“Ray, lagi belajar dirumah adik Ify, Deva,Tante.”
“Ooh, kamu Kakaknya Deva, ya?” Tanya Bu Dina.
“Iya,” ujar Ify malu-malu. Tiba-tiba Ray datang.
“Mama? Papa?” Tanya Ray.
Mamanya memasang wajah penuh kekesalan. Ia menghampiri Ray dan menjitak kepalanya.
“Aduuuh! Kakak kamu lagi sakit, malah ditinggalin! Untuk ada Ify, dasar kamu ini!” gerutu Bu Rita.
“Aduuuh, sakit Mamaa..” Ringis Ray sambil memegang kepalanya.
“Tante, maafin aja Ray, Ray juga niatnya buat belajar jadi Ify bolehin,” kata Ify.
“Iya, Ma. Kasian Ray, dijitak mulu kepalanya, kasian udah banyak tuh benjolannya di kepala!” kata Pak Tegar.
“Biarin! Supaya tambah ganteng!”
“Gak ada hubungannya Mamaa!!” Seru Ray.
“Oom, Tante Ify pulang dulu ya,” kata Ify.
“Jangan, Fy! Makan dulu aja disini, ntar pulangnya dianter sama Ray! Mau ya?” Ajak Bu Rita.
“Ify gak enak, Tante…”
“Gak papa kok, Fy. Ayo!” Ajak Bu Rita.
Akhirnya
Ify ikut keluarga Rio makan malam di meja makan, tiba-tiba Rio pun
datang ke meja makan. Ify menoleh kearah Rio, Rio duduk di samping Ify.
“Udah sehat, Yo?” Tanya Pak Tegar.
“Lumayan, Pa. Besok Rio udah bisa sekolah,” kata Rio sambil memegang kepalanya.
“Yaiyalah baikan, orang dirawat sama
cewek cantik!” Celetuk Ray.
“Ray!” kata Bu Rita.
Muka
Ify dan Rio memerah, Ify meneruskan makannya, Rio garuk-garuk kepala.
Pak Tegar hanya mesem-mesem aja ngeliat tingkah laku Ify dan Rio.
“Fy, kamu baik banget ya, mau ngurusin Rio pas Rio sakit,” kata Bu Rita.
“Yaiyalah, secara Kak Ify demen sama Kak Rio, ya pasti mau!” cerocos Ray.
BLETAK!
Kepala Ray di jitak lagi sama mamanya, Ray meringis kesakitan.
“Maaf ya, Fy emang Ray kelakuannya masih kayak anak kecil,” kata Bu Rita.
“Hehee..gak papa kok, Ify mau ngurusin Kak Rio, soalnya dulu pas di Puncak Kak Rio yang ngejagain Ify pas Ify sakit,” ujar Ify.
“Kamu gak diapa-apain kan sama Rio??” Tanya Pak Tegar.
“Papa, kenapa malah nyurigain Rio sih!?” Seru Rio.
“Muka lo gak bisa di percaya, Kak!” kata Ray.
“Kampret lu!”
“Heeehh, di meja makan gak boleh berantem! Meja makan buat makan! Bukan buat berantem!” Seru Pak Tegar.
Mereka pun kembali makan, tiba-tiba Bu Rita memulai pembicaraan.
“Ify?”
“Iya, Tante?”
“Gimana
kalo kamu Tante jodohin aja sama Rio, mau kan?” Tanya Bu Rita polos.
Rio yang lagi minum, keselek. Ray menganga, Pak Tegar hanya
geleng-geleng kepala melihat kelakuan istrinya.
“Di..dijodohin??” Tanya Ify dengan muka memerah.
“Mama,
apaan sih!? Masih aja mau jodohin Rio sama cewek! Ini udah tahun 2010,
Ma! Jadul banget sih pikirannya! Rio bisa cari cewek sendiri!” kata Rio.
“Ahelah kamu, Yo! Kayak kamu laku aja!” kata Bu Rita.
Otomatis
tawa Ray meledak, karena mamanya sendiri bilang bahwa kakaknya gak
laku. Sedang kan Ify hanya menahan tawa, begitu juga Pak Tegar.
“Eng…gak tau deh, Tan, Ify masih mau belajar dulu…” kata Ify.
Rio
dan Ray diem. Gak biasanya Ify kalo ngedenger kayak gitu, responnya gak
seheboh yang kemaren-kemaren, biasanya heboh gak ketulungan. Sekarang?
Keliatannya sedikit agak pendiem, dengan muka penuh kekecewaan.
“Tante, Oom, Ify pulang dulu…” kata Ify.
“Ntar kalo kamu mau di jodohin, Tante siap terima kok, Tante belom buka lowongan masih ngarepin kamu, Fy..” kata Bu Rita.
“Mamaa..” Rio menatap Mamanya sinis
“Ma, aku anterin Kak Ify dulu, ya!” kata Ray.
“Iya, kamu gak usah balik-balik lagi, ya! Cuma ngerepotin doang disini!” kata Bu Rita. Orang tua jaman sekarang emang yaa -.-
Selama
diperjalanan, Ify diam saja, gak bicara, sampai Ray heran dibuatnya,
biasanya Ify udah kayak belut gak bisa diem, pasti bakal ngomongin Rio
terus.
Sesampainya di rumah Ify,
“Ray, thanks ya udah nganterin gue,” Ify tersenyum masam.
“Kak, daritadi gue liat, lo tuh murung mulu, kenapa sih?” Tanya Ray penasaran.
“Ng…nggak papa kok, gue masuk ya…”
Ify pun masuk ke dalam rumahnya.
***
"Kira-kira yang di omongin Kak Rio bener gak yaa?” Gumam Ify sambil memutar-mutar pensilnya.
“Haaahh,
masa sih beneraan?” Ify menjatuhkan kepalanya di atas meja belajar,
pandangannya tertuju pada sebuah bingkai foto kecil berwarna biru, foto
Rio yang sedang bermain basket terpampang di depan mukanya. Ify
mengambil bingkai itu dan terus memandangnya.
“Kak, apa gak ada harapan buat gue??” gumam Ify.
“Ah daripada ngelakuin gak jelas gini, mending gue update blog RISE aja,” kata Ify.
***
“Heiii, Rioo my man!!” Seru Cakka. Rio tak menggubrisnya dan duduk di bangkunya.
“Woi! Ada orang ganteng nih, di depan lo!!” kata Cakka. Rio malah melamun.
“Rio, ada Ify tuh!!” Seru Gabriel. Rio langsung berdiri dan celingak-celinguk nyari Ify.
“Mana?Mana?” Temen-temennya hanya ketawa melihat Rio. Rio menatap mereka sinis.
“Yeuuuh, sompret lo bertiga! Ngibulin gue ya?” keluh Rio.
“Abisnya lo baru dateng muka udah di tekuk, setrika lo di ambil lagi sama Cakka?” Celetuk Alvin.
“Nggak, dirusakin sama dia!” kata Rio. Cakka hanya manyun.
“Lo kok sedih gitu sih? Berantem sama Ify?” Tanya Gabriel.
“Gak tau.”
“Lah kenapa gak tau?”
“Harusnya
kan lo seneng bisa dirawat sama Ify, bukannya lemes gitu, tau gak semua
cewek pas tau lo sakit, mereka langsung bikin pengajian dan doa bersama
di tengah lapangan buat ngedoain elo,” kata Alvin.
“Woelah, lebay amat, emang gue udah mati apa?” Tanya Rio.
“Makanya jadi orang jangan ganteng-ganteng, Yo! Kan pamor gue turun drastis pas temenan sama lo!” kata Cakka.
“Heuh, pamor,pamor masih aja mikirin pamor!” Seru Gabriel.
“Masa,
tiba-tiba pas gue baru bangun tampangnya Ify tuh kayak kecewa gitu, gue
takutnya pas gue tidur gue ngomong yang nggak-nggak, gue kan kalo tidur
suka ngigau, Yel. Yang tadinya ngebet banget mau nyuapin gue, jadi
kagak mau,” Kata Rio sambil menghela napas.
“Berarti bener, Yo. Lo udah ngomong yang nggak-nggak, mungkin lo bilang kalo Ify jelek, nakutin, ato apapun itu…” kata Gabriel.
“Buset! Sadis amat gue! Kayaknya gue gak ngomong kayak gitu deh!” Keluh Rio.
“Yeee..mana lo tau, lo lagi tidur! Apa jangan-jangan lo nendang Ify lagi…” selidik Alvin.
“Yeeuuh..pikiran
lo, Vin! Tapi masa gue ngerasa kalo gue ngomong suka sama dia,” ujar
Rio sambil memangku dagunya dengan satu tangannya.
“Hah? Gila lo, Yo! Itu mah fatal banget! Kayaknya gak mungkin deh, itu pasti cuma pikiran lo doang!” seru Alvin.
“Kan gue gak tau, China Glodook!!” kata Rio.
“Ntar lo bikin konferensi pers deh di kantin, supaya Ify ngerti,” kata Gabriel.
“Lo kira gue ama Ify bikin skandal?? Berasa artis gue!” keluh Rio.
“Yaudah
gue aja yang bikin, ntar gue mau kasih tau ke orang-orang kalo Mario
Stevano udah ngakuin gue, Cakka Kawekas Nuraga lebih ganteng daripada
dia, hahaa…” kata Cakka. Rio melempar buku matematika ke muka Cakka.
“Sakiiit!!” Ringis Cakka sambil memegang hidungnya.
***
“Yaudahlah Fy, jangan dipikirin…” kata Shilla sambil membawa sepiring siomay dan duduk di samping Ify.
“Tapi, kan kalo lo semua denger dengan telinga lo sendiri, lo pasti bakal seneng kan?” Tanya Ify.
“Yaa..bakal seneng juga lah, Fy…” kata Agni.
“Kalo
gue jadi lo, Fy…jiwa gue udah terbang kemana-mana, tapi pas begitu tau
ternyata dia ngigau, jiwa gue langsung masuk jurang yang sangat amat
dalem,” ujar Sivia layaknya orang bijak.
“Yang udah punya pacar gak usah komentar! Bikin gue sirik aja sih!” Seru Ify.
“Yaaah,
minta maaf deh, fy. Eh berarti Shilla juga gak boleh komentar dong??”
Kata Sivia. Muka Shilla langsung memerah. Ify dan Agni mengangkat alis.
“Maksud lo, Vi?” Tanya Agni penasaran.
“Shilla kan udah jadian sama Kak Iel, Kak.” Kata Sivia.
“Beneran, Shil??” Tanya Ify. Shilla akhirnya mengangguk.
“Kapan?? Ceritain dong!!!” Kata Agni.
“Jadi, gini ceritanya…”
Gabriel
membawa Shilla ke pantai untuk berjalan-jalan di sore hari sambil
menikmati indahnya sunset. Mereka berlari-larian di pinggir pantai
layaknya telenovela, film korea, film india atau apapun itulah…pokoknya
lari-larian deh, Karena sudah kelelahan, Gabriel dan Shilla duduk di
pinggir pantai,
“Aduuh, capek banget, dari tadi lari-larian mulu
udah kayak marathon,” keluh Shilla sambil menghapus keringat yang
membasahi wajah cantiknya.
“Kayaknya kalo lo ikut marathon, lo bakal dapet medali emas, Shil. Cepet banget!” kata Gabriel.
“Hahaa..bisa
aja lo, Kak!” Keringat Shilla terus bercucuran tak berhenti. Gabriel
yang melihatnya langsung mengambil saputangan dari kantong celananya,
dan menghapus keringat Shilla. Wajahnya menjadi merah merona.
“Eh, Shil, ada yang mau gue tunjukkin,” kata Gabriel.
“Apaan?” Tanya Shilla. Gabriel tersenyum. Ia langsung menarik tangan Shilla dan membawanya pergi.
“Ikut gue!” Ajak Gabriel.
Mereka
sampai di depan tebing yang tidak begitu tinggi, tapi tetap saja
terlihat seram buat Shilla. Tiba-tiba Gabriel menaiki tebing tersebut.
“Eh, lo mau ngapain?? Awas jatoh!!” Seru Shilla panik. Tapi ternyata Gabriel sampai dengan selamat.
“Naik!”
“Hah?”
“Ayo, Shil naik!”
“Ah, gila lo, Kak! Gue takut!” kata Shilla.
“Sini
gue pegang tangan lo!” Gabriel sudah mengulurkan tangannya untuk
membantu Shilla. Tapi Shilla tetap tidak mau. Ia menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Yaudah kalo lo gak mau, padahal yang mau gue
tunjukkin ke elo, harus dilihat dari sini, lo gak percaya sama gue,”
kata Gabriel. Shilla berpikir matang-matang.
“Mana tangan lo?” Tanya Shilla. Gabriel tersenyum dan mengulurkan tangannya. Shilla memegang tangan Gabriel dengan sangat erat.
“Jangan dilepas!!” Seru Shilla.
“Gak bakal gue lepas!” Akhirnya Shilla sampai di atas tebing.
“Mana kejutannya? Lo boong ya?”
“Tutup mata lo!” Suruh Gabriel. Shilla menutup mata. Gabriel menuntun Shilla sampai ke pinggir tebing.
“Ah, lo mau ngapain?? Lo mau ceburin gue ke laut? Gilaa!!” Seru Shilla.
“Dih, cantik-cantik bego juga lo! Sekarang buka mata lo dan lihat ke bawah!” Suruh Gabriel.
Shilla
membuka matanya secara perlahan dan ia melihat kebawah. Shilla menutup
mulutnya dengan tangannya, merasa sangat tersentuh dengan sesuatu yang
ia lihat di bawah. Sebuah kalimat I LOVE YOU yang di bentuk oleh
batu-batu kecil ia lihat di tebing bawah. Satu kalimat yang dibuat
Gabriel hanya untuk Shilla.
“Lo yang buat?” Tanya Shilla.
“Iya,
gue buat tadi pagi, hehee… gimana? Lo mau terima gue?” Tanya Gabriel.
Shilla mengangguk. Gabriel langsung memeluk Shilla saking senangnya.
“Kak, Kak..! Awas ntar jatoh nihh!!” Teriak Shilla.
“Gitu ceritanya…” muka Shilla memerah.
“Ya, ampun Gabriel bisa juga romantis hahaa..” kata Agni.
“Sekarang tinggal Kak Agni sama Ify doang nih, hehee..” kata Sivia.
“Nyindir, nih ceritanya??” Tanya Ify dengan menyipitkan mata.
“Bukannya nyindir, tapi pengen lo berdua nyusul!” kata Shilla cengar-cengir.
“Udah ah, makan aja yuk!” kata Agni.
Tiba-tiba Geng Ganteng atau apapun namanya, saya gak tau, datang dan menghampiri meja keempat cewek itu.
“Halo, Agni!! Makin cantik aja niih!” Goda Cakka.
“Halo, Cakka!! Makin jelek aja lo!!” kata Agni dengan senyum maksa. Cakka cuma manyun.
Sivia
dan Alvin sedang bercanda sambil melihat foto-foto hasil jepretan
Alvin, Gabriel dan Shilla sedang mengobrol dan makan bareng, Cakka dan
Agni sedang berantem, sedangkan Rio dan Ify?? Mereka hanya diam saja.
Ify gak seagresif dulu lagi, hatinya terlanjur kecewa, tapi bukan Ify
namanya kalo gak agresif begitu ngeliat Rio.
“Eh ada Kak Rio,
hehee..duduk di samping gue lagi, jadi gimana gituu..” kata Ify
cengengesan. Tumben Rio gak marah-marah atau risih, dia malah memandang
Ify terus, membuat Ify semakin salting.
“Kenapa? Makin cantik ya guee??” Celetuk Ify.
‘Bukan Ify yang dulu lagi, gue yakin ada yang gak beres kemaren…’pikir Rio.
“Eh, gue kekelas dulu ya, ada yang mau gue kerjain,” Ify pergi meninggalkan mereka.
Rio tertunduk lemas. Mereka tak tega melihat keadaan Rio.
“Shil, apa kita bilang aja?” Tanya Sivia.
“Daripada Kak Rio gitu terus, Kak Agni gimana?” Tanya Shilla.
“Mau gak mau bilang,” Agni mengangkat bahu.
“Kalian pada kenapa sih?” Tanya Rio heran.
“Tadi Ify cerita semuanya ke kita bertiga, tentang kemaren pas lo di rawat sama Ify, Kak…” ujar Sivia.
Mata Rio terbelalak, ternyata mereka bertiga sudah tahu masalahnya.
“Beneran??” Mereka bertiga mengangguk.
“Plis cerita sama gue,” kata Rio.
“Jadi,
pas lo tidur lo ngigau lo ngomong suka sama Ify, Kak,” kata Shilla.
Cakka yang sedang minum keselek, Gabriel dan Alvin menganga, apalagi
Rio, Rio udah kayak kena serangan jantung,
“Lo gak boong kan, Shil?” Tanya Rio.
“Ngapain
juga gue boong, tadinya Ify gak percaya, tapi yang namanya cewek pasti
seneng kalo ternyata cowok yang dia sukai punya perasaan yang sama, tapi
pas Ify tau lo ngigau, Ify jadi ngerasa kecewa, dan dia mikir kalo lo
gak mungkin suka sama dia, cuma igauan biasa, makanya dia jadi sedih
gitu…” ujar Shilla.
“Hayo lo, Yo!! Anak orang tuh! Tanggung jawab! Lo udah kayak ngasih harapan palsu ke Ify!” Tuduh Cakka.
“Heh!! Berisik lo!!” Seru Rio.
“Woe, jangan berantem!” lerai Gabriel.
“Jadi gue udah bikin Ify sakit hati?” Tanya Rio. Semuanya mengangguk.
“Gak peka banget sih! Iya, lo udah bikin Ify ngarep banget ke elo!” kata Sivia.
“Kalo gitu beneran nih kayaknya gue bakal bikin konferensi pers,” ujar Rio.
“Ngakuin kalo gue lebih ganteng?” Tanya Cakka.
“Ngakuin kalo lo lebih jelek daripada gue!” kata Rio.
***
Begitu
bel pulang sekolah berbunyi, Rio langsung mengambil tasnya, dan
langsung pergi ke kelas Ify. Ia celingak-celinguk nyari Ify di kelasnya,
tak memperdulikan anak-anak kelas satu yang udah ngerubungin dia minta
foto, minta tanda tangan, minta nomor hape atau apapun itu. Begitu
melihat Sivia dan Shilla keluar, Rio langsung menghampirinya.
“Sivia! Shilla!” Panggil Rio. Mereka berdua menoleh.
“Ify mana?”
“Ify, udah pulang duluan…lo susul gih, siapa tau masih ada di depan gerbang!” Suruh Sivia.
“Siip!
Thanks ya!” Rio meninggalkan mereka berdua, dan pergi ke depan gerbang
mencari Ify. Senyumnya pun mengembang begitu melihat Ify sedang menunggu
di depan pohon jambu. Tapi senyumnya cepat memudar begitu melihat
seorang pemuda yang berhenti di depan Ify. Yap, pemuda itu adalah Debo.
Ify menerima ajakan Debo untuk pulang bareng dan pergi meninggalkan
sekolahnya. Rio sangat hancur begitu melihatnya, ia merasa kalah dengan
Debo.
***
Di depan rumah Ify,
“Makasih ya, Kak,” kata Ify.
“Sama-sama, tadi kebetulan gue lewat sekolah lo, terus gue ngeliat lo lagi di depan gerbang,”kata Debo.
“Gue masuk dulu,” tiba-tiba tangannya di tarik Debo.
“Fy, lo lupa sesuatu!” kata Debo.
“Apaan?”
“Jawaban lo…” kata Debo.
Ify
menghela napas, ia lupa memberikan jawaban yang sudah Ify janjikan
untuk menjawabnya lewat sms, dan Ify memutuskan untuk menjawab sekarang.
“Gue…”
***
Debo
menjalankan motornya dengan sangat pelan, kembali mengingat ucapan Ify
yang tadi, ia hanya menggeleng-geleng kepala tapi kadang-kadang malah
tersenyum sendiri.
“Ify…Ify…” gumam Debo.
Tiba-tiba sebuah motor berhenti di depannya, seorang laki-laki yang memakai helm full-face. Debo membuka helmnya.
“Heh, ngapain berhenti di depan motor gue? Minggir!” Seru Debo.
Laki-laki itu membuka helmnya. Mata Debo melotot.
“Rio?” Gumam Debo.
“Gue pengen ngomong sama lo di lapangan depan sana.” Kata Rio. Debo menerima ajakan Rio.
***
Rio berdiri di hadapan Debo, Debo hanya mengangkat alis. Rio menatapnya dengan tajam.
“Lo mau ngomong apa?” Tanya Debo.
“Tadi lo sama Ify ngomong apa aja di depan rumahnya?”
Tiba-tiba Debo tersenyum dan menghela napas.
“Bukan urusan lo kan, Yo?”
“Lho? Kenapa?” Tanya Rio.
“Lo bukan siapa-siapa Ify, kan? Lo gak berhak tau masalah gue sama Ify,” kata Debo.
“Lo, ya!!” Hampir saja kepalan tangan Rio mendarat di wajah Debo, tapi ditangkis dengan mudahnya oleh Debo.
“Eh, gak pake kekerasan. Gue tanya balik, lo suka sama Ify?” Tanya Debo. Rio tak bisa menjawab.
“Gue gak tau…” kata Rio.
“Gak
tau? Kalo gak tau gimana perasaan lo sama Ify, ngapain lo mau tau?”
Tanya debo yang mulai memanas-manasi Rio. Memang benar Rio sudah semakin
panas.
“Iya, gue ngaku! Gue suka sama Ify! Gue gak mau dia balikan lagi sama lo!” Seru Rio dengan wajah penuh keseriusan.
“Oh,
lo suka sama Ify? Tapi kenapa dulu lo sia-siain Ify? Gue gak ngerti
sama lo, lo cuma ngejaga image lo doang, Yo! Sampe-sampe cewek yang suka
sama lo, lo buang gitu aja, kalo misalnya Ify nyerah buat ngedapetin
lo, dan dia lebih milih gue, lo mau apa?” tanya Debo.
Rio tetap
tidak menjawab, ia tahu ia salah, ia membuat kesalahan yang sangat
besar, Rio menyia-nyiakan Ify yang selalu ada buatnya.
“Lo gak
bisa jawab kan? Gini aja, gue tantang lo sekarang, kita sekarang tanding
1 on 1 sekarang di lapangan ini, lo bawa bola basket kan? Kalo misalnya
lo bisa masukin bola ke ring ngedapetin nilai 10 lebih dulu daripada
gue, gue bakal nyerahin Ify ke elo, tapi kalo sebaliknya lo harus
nyerahin Ify ke gue, gimana?”
Rio diam, ia masih butuh waktu untuk berpikir matang-matang.
“Gimana, deal?”
“Deal.” Mereka berjabat tangan.
***
No comments:
Post a Comment