Wednesday, April 18, 2012

Pembantu Baruku Last Part (re-post)

"Gimana rio dok??" tanya bu dewi langsung begitu dokter chiko keluar. Dokter chiko menghela nafas, lalu menggeleng.

"Rio kritis bu." jawabnya pelan. Terdengar nada penyesalan disana. Bu dewi menggeleng tidak percaya, tangisnya semakin deras.

"Rio itu kuat dok. Udah serigkan dia kaya gini?? Rio nggak mungkin kritis." lirih bu dewi.

Dokter chiko menatap bu dewi iba. Ikut merasakan kesedihannya. Dokter chiko lalu menatap pak candra, meminta bantuan.

"Bu, kondisi rio semakin lama semakin lemah. Meski pun dia kuat, tpi tetap saja rio bisa kalah sama penyakitnya bu.." jawab dokter chiko. Mencoba agar bu dewi mengerti.

Pak candra mengelus punggung istrinya. Mengalirkan energi positif meski dirinya sendiri hancur mendengar keadaan rio.

"Jadi sekarang kita harus gimana dok??" tanyanya.

"Menunggu keadaan rio membaik, setelah itu bau pemeriksaan bisa dilanjutkan." jawab dokter chiko.

****

Esok harinya ify datang menjenguk rio.
Sendiri.

Sebenarnya ify dan anak-anak lainnya ingin menjenguk rio seusai acara pelantikan kemarin. Tapi alvin melarangnya. Alvin bilang sebaiknya mereka menunggu sampai 'keadaan rio membaik'. 'keadaan rio membaik'. Kata-kata itu membuat ify merasa ada sesuatu dengan rio. Semalaman dia tidak bisa tidur memikirkannya. Pikiran buruk menghantuinya.

Ify berdiri sebentar di depan pintu ruang rawat rio. Menarik nafas panjang, lalu membuka pintu itu. Dan baru beberapa langkah ify masuk, tubuhnya langsung membeku melihat rio yang tergolek lemah. Dengan langkah goyah ify berjalan ke arah rio, dan berdiri tepat di sisi kiri kasur tempat rio tertidur.

Ify menarik kursi yang tersedia disana, dan duduk. Lalu diraihnya tangan kiri rio. Menggenggamnya dan mengelusnya lembut. Meski sama
sekali tak ada balasan dari pemilik tangan itu.

Perlahan air mata ify jatuh. Hatinya sakit melihat keadaan rio begini. Ify lebih memilih rio mencuekkannya, menjauh darinya, dan membentaknya daripada harus melihat rio tergolek lemah begini. Ify menatap wajah rio. Begitu pucat, bibirnya pun memutih dan pecah-pecah. Tapi raut wajahnya begitu tenang, seolah tak berbeban sama sekali. Rio begitu tenang dalam
tidurnya. Batin ify semakin miris melihatnya.

"Yo..kenapa elo bisa kaya gini??" lirih ify. Dan sama sekali tak ada jawaban. Lalu, dikecupnya punggung tangan rio. Dingin. Itulah yang dirasakannya saat bibirnya menyentuh kulit punggung tangan rio itu.

"Kak.." panggil seseorang. Ify menoleh ke asal suara, lalu tersenyum kecil ke pemilik suara itu. Senyum kepedihan. Pemilik suara itu berjalan mendekatinya, lalu mengelus pundaknya.

"Yang tabah kak.." ucap pemilik suara itu. Ify menghapus air matanya, lalu tersenyum pada pemilik suara itu dan menepuk-nepuk puncak kepalanya.

"Elo juga zy.." balas ify. Tau mereka merasakan kepedihan yang sama. Ozy membalas perkataan ify dengan senyumannya. Lalu pandangannya beralih ke rio. Menatap wajah pucat kakaknya itu.

"Kak rio kritis kak. Dari kemaren belum sadar" gumamnya. Ozy mengangguk,

"Kenapa bisa??" tanyanya. Ozy menoleh kearah ify, lalu menghela nafas.

"Gue nggak punya hak buat kasih tau loe." jawab ozy dengan nada menyesal.

Mendengar jawaban ozy, ify semakin yakin kalau ada sesuatu yang salah dengan rio. Ssuatu yang tidak diketahuinya.

"Apa itu alasan dia selama ini jauhin gue??" tanya ify. Entah kenapa pikirannya kembali ke sana. Ozy menoleh kearah ify. Melihat raut penuh tanya di wajah itu mmbuatnya ingin memberitahu semuanya, mengakiri permainan ini. Perlahan, dianggukannya kepalanya. Menjawab pertanyaan ify. Ify sedikit terperangah melihat jawaban ozy. Dia lalu menghela nafas. Kembali ditatapnya wajah rio dan mengelus tangan rio yang kembali digenggamnya.

Ify memejamkan matanya. Perih. Itulah yang dirasakannya saat ini.

"Yo..bangun.. Gue butuh penjelasan loe.." lirihnya dalam hati.

****

"Ma.. Apa nggak sebaiknya kita kasih tau aja yang lain ma. Sampai kapan kita bakal nyembunyiin ini terus??" tanya pak candra.

"Tapi rio yang minta kan pa.. Mama cuma mau ngelakuin apa yang rio minta, yang bisa bikin dia tenang." jawab bu dewi.

"Tapi kak rio sama sekali nggak tenang dengan pilihannya itu ma.." batin ozy.

Ozy lebih memilih diam daripada harus berusaha membujuk bu dewi seperti papanya. Ozy terus memperhatikan rio dihadapannya. Membuatnya teringat akan ify kemaren. Tangis gadis itu. 

"Papa yakin rio sama sekali nggak tenang ma.. Buktinya kondisi dia terus menurun. Mungkin aja semangat dari teman-temannya bisa bikin rio semangat. Mama ingatkan kata dokter chiko kemaren?? Kondisi rio menurun bukan hanya karna penyakitnya, tapi juga karna kondisi psikisnya." kata pak candra masih terus berusaha membujuk istrinya.

Bu dewi diam, kembali mengingat perkataan dokter chiko kemaren.

"Ma..semangat dari orang-orang sekitarnya berkali-kali lipat lebih besar pengaruhnya dibanding obat-obat yang selama ini dikonsumsi rio." lanjut pak candra lagi. Bu dewi mengangguk, lalu menoleh kearah suaminya.

"Gimana kalau rio justru nggak suka kita kasih tau teman-temannya??" tanya bu dewi lagi.

Pak candra tersenyum lelu mengelus pundak istrinya.

"Nggak akan. Kalau mama selama ini perhatiin rio, mama pasti tau kalau rio selama ini ingin kasih tau teman-temannya. Tapi dia cuma takut, takut kalau tindakannya itu salah." jawab pak candra.

Bu dewi menatap suaminya itu, lalu memejamkan matanya mencoba berpikir. Berharap kalau keputusannya ini benar.

"Zy..kamu kumpulin semua teman-teman rio ya.." suruh bu dewi. Sontak ozy langsung berdiri dari duduknya dan langsung memeluk mamanya senang.

"Thanks ma.. Dari dulu kek.." bisiknya pelan.

Pak candra terkekeh kecil melihat kelakuan ozy, lalu mengambil handphone ozy yang ada di atas meja dan langsung melemparkannya ke arah ozy.

Huup! Ozy menangkap handphonenya dengan sigap. "Nggak pake ngelempar segala dong pa.." katanya, lalu tertawa kecil. Dan ozy mulai memainkan jari jempolnya diatas keypad handphonenya. Siap memanggil semuanya.

****

Satu jam kemudian, semuanya sudah lengkap berkumpul di sudut kafetaria rumah sakit yang cukup sepi.

Ify, sivia, agni, zahra, shilla, cakka, dan gabriel masih terus menunggu ozy, bu dewi, dan pak candra untuk berbicara. Sementara alvin memilih diam.

"Om, tan, ada apa?? Kenapa kita sisuruh kumpul??" tanya shilla.

Bu dewi, pak candra, maupun ozy tidak menjawab. Mereka sedikit ragu untuk memulainya.

"Vin, apaan sih??" tanya gabriel. Alvin mengangkat bahunya, lalu beralih ke arah bu dewi dan pak candra.

"Om..tan.. Ayo.." kata alvin sambil menatap penuh harap keduanya. Alvin sendiri sudah capek sama permainan ini.

"Emm..jadi gini. Om sama tante kumpulin kalian karna kami mau kasih tau kalian sesuatu. Tentang..rio." kata pak candra memulai. Mendengar nama rio, firasat buruk ify semakin kuat. Jantungnya berdetak lebih cepat menunggu pak candra berbicara. Sesuatu yang diyakininya adalah kabar buruk.

"Rio kenapa om??" tanya shilla. Ikut merasakan firasat buruk seperti ify. Pak candra mnghela nafas. Mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Sebelumnya om mau tanya. Kalian ngerasa ada sesuatu yang aneh sama rio akhir-akhir ini??" tanyanya. Yang lain kompak mengangguk, karna mereka merasakannya.

"Rio sering kaya orang nahan sakit gitu.." kata shilla.

"Emang. Gue sering liat dia megangin kepala sambil ngerang nggak jelas gitu. Akhir-akhir ini paling sering. Tapi tiap ditanya, tu anak jawab nggak papa, dan dia udah keliatan nggak kesakitan lagi. Trus gue pernah mergokin dia sering minum pil gitu. Nggak tau obat apaan." kata cakka.

"Makin hari makin pucet, makin kurus, lemes, dan gue pernah mergokin dia muntah-muntah di toilet sekolah." tambah gabriel.

"Dan sejak saat itu rio mulai berubah ke kita." lanjut zahra. 7 anak itu saling tatap-tatapan. Mulai bertanya-tanya. Potongan-potongan puzzle mulai terbentuk di pikiran mereka. Meminta untuk disusun dan diselesaikan. Dan jawaban mereka tadi, seolah seperti clue yang akan membantu mereka menyelesaikan puzzle itu.

"Dan itu juga alasan kenapa dia ngejauhin gue.." gumam ify. Semua langsung menoleh ke arahnya. Dan membenarkan perkataan ify dalam hati.

"Rio kenapa om??" tanya ify yang
semakin penasaran. Pak candra menghela nafas, la berkata pelan,

"Kanker otak stadium 4." jawabnya. Lebih mirip gumaman tapi cukup untuk sampai ditelinga mereka semua. Ify menggeleng-geleng kecil tidak percaya. Meskipun dia sudah mencoba menebak-nebak keadaan rio, tpi sama sekali tak terpikirkan olehnya sampai sejauh ini. Kanker otak stadium akhir, nggak mungkin. Nggak mungkin rio menderita penyakit separah itu. Nggak. Sama halnya dengan ify. Yang lain pun syok mendengar jawaban pak candra. Terlebih gabriel. Rasa bersalah
langsung menghantuinya.

"Om becanda kan?? Om cuma ingin ngerjain kita kan?? Nggak mungkin rio kena kanker." tanyanya masih tak percaya. Berharap dalam hati, pak candra akan tertawa terbahak-bahak karna sukses mengerjai mereka.

"Kami serius kak..! Ini semua bukn sesuatu yg pantas dijadiin candaan kan??" jawab ozy.

Seketika ify ambruk, kakinya terasa lemas. Tapi dengan sigap alvin menahannya dan mendudukkan ify pada sebuah bangku panjang disana. Mengerti akan kesedihan yang dirasakan ify, juga yang lainnya. Alvin sendiri pun syok saat rio pertama kali
memberitahunya.

"Kapan??" tanya ify dengan suara bergetar.

Ozy berjalan mendekati ify, lalu duduk disebelah gadis itu.

"Kakak ingat waktu kita jalan bareng-bareng dan kak rio sakit?? Waktu kalian berdua ke rumah sakit ambil hasil labnya kak rio??" tanya ozy sekaligus menjawab pertanyaan ify. Ify mengangguk. Perlahan air matanya jatuh. Sudah selama itu rio membohnginya, menyembunyikan semuanya.

Agni dan sivia lalu mendekati ify, memeluk sahabat dan sepupunya itu.

"Elo udah tau semuanya dari awal kan vin??" tanya cakka pelan.

Alvin mengangguk. Dia siap kalau harus dimarahi atau pun dibentak karna ikut dalam permainan ini. Tapi dugaan alvin salah, cakka justru tersenyum padanya.

"Pasti berat juga buat elo kan??" katanya sambil tersenyum.

Alvin membalas senyum cakka lega. Lega karna cakka mengerti dirinya.

"Keluarga mario stevano??" tanya seorang suster tiba-tiba. Semua langsung menoleh ke suster itu dengan perasaan was-was. Takut terjadi sesuatu dengan rio.

"Iya dok. Putra saya kenapa??" tanya bu dewi cemas.

"Pasien sadar. Dan sekarang sedang diperiksa dokter." jawab suster itu sambil tersenyum ramah.

Seketika semuanya langsung bernafas lega dan mengucap syukur dalam hati. Dan dengan sigap, semuanya kembali ke ruang rawat rio.

****

Mereka semua menunggu rio dengan gelisah. Tak satu pun diantara mereka bisa duduk denga tenang. Pikirannya sibuk memikirkan rio. Dan akhirnya, dokter chiko pun keluar. Pak candra dan bu dewi segera menghampiri dokter chiko, begitu pun yang lainnya.

"Rio gimana dok??" tanya bu dewi.

"Secara keseluruhan baik. Kondisinya mulai normal walau pun masih sedikit lemas sekarang. Tapi.." jawab dokter
chiko terpotong. Ragu untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Tapi apa dok??" desak bu dewi cemas
dan takut. Dokter chiko menghela nafas,

"Kakinya. Rio mengalami kelumpuhan. Sprti yang saya peringatkan dulu, kanker otak bisa membuat rio perlahan kehilangan kemampuannya." jawab dokter chiko. Bu dewi menggeleng tida percaya. Syok. Rio lumpuh?? nggak. itu nggak boleh terjadi.

"Rio nggak mungkin lumpuh pa.." tangis bu dewi sambil memeluk suaminya. Pak candra tidak menjawab. Hanya bisa mengelus punggung istrinya memberikan ketenangan. Ozy menghela nafas berat. Menenangkan dirinya sendiri. Perlahan dibukanya pintu ruang rawat rio, dan berjalan mendekati kakaknya.

"Kak.." panggil ozy pelan.

Perlahan rio membuka matanya, lalu menoleh ke arah ozy. Dan lalu tersenyum. Tapi senyumnya lenyap begitu melihat teman-temannya
terutama ify berdiri dibelakang ozy.

"Kenapa elo semua bisa ada disini??" tanyanya.

"Kita udah tau semuanya yo. Elo nggak perlu pura-pura lagi." jawab ify sambil tersenyum.

"Keluar!! Gue ngak mau kalian disini!!" usir rio.

Yang lain terperangah mendengarnya. Mereka tetap diam berdiri disana. 

"Keluar!! Pergi dari sini!!" usir rio lagi, setengah membentak.

"Kak, elo kenapa sih?? Mereka disini buat elo kak." kta ozy bingung dengan sikap rio. Rio membuang mukanya,

"Pergi!!" usirnya sekali lagi. Nafasnya terengah-engah karena membentak tadi.

Melihat rio yang tidak menginginkan keberadaannya, mereka memilih untuk pergi sesuai dengan permintaan rio.

"Gue kecewa sama sikap loe yo.." bisik alvin sebelum keluar.

Rio tidak mempedulikannya, masih tetap membuang muka.

"Kenapa elo bocorin semuanya zy??" tanya rio setelah semuanya keluar. 

"Karna menurut gue, itu yang terbai buat elo kak." jawab ozy pelan.

"Tapi ngga baik buat mereka.." bantah rio.

Ozy menghela nafas, kenapa kakaknya harus bersikap seperti ini??

"Kak, sampai kapan elo mau bohong teru?? Elo minder sama kondisi loe sendiri?? Bodoh kalau elo berpikir kaya gitu!! kak, loe liat sendirikan mereka tadi?? Apa elo liat mereka benci, jijik, atau apalah ke elo?? Enggak kan?? Mereka justru peduli sama elo. Mereka justru pingin elo brbagi ke mereka. Elo nggak liat kak, ekspresi kecewa mereka waktu tau elo udah bohongin
mereka selama ini. Loe pikir nggk sakit
apa?? Itu sama aja lo udah nggak nganggep mereka temen loe lagi." kata ozy balas membantah rio.

"Kak, seburuk apa pun keadaan elo, nggak akan merubah mereka. Mereka tetep sahabat elo, dan peduli sama elo. Nggak masalah gimana pun elo sekarang. Apa yang elo takutin?? loe takut mereka bakal kerepotan karna elo?? Sakit karna elo?? Justru sikap loe selama ini udah nyakitin mereka bakali-kali lipat dibanding elo jujur akan semuanya. Kak, pikirin diri elo juga.. Elo nggak bisa gini terus. Sama aja loe nyiksa diri loe sendiri kak. Seburuk apa pun kondisi elo, loe tetap pantes untuk bahagia kak. Bahagia
karna lewatin ini semua sama-sama. Berbagi semua sakit yang elo rasa." tambah ozy.

"Elo yakin semuanya bakal baik-baik aja zy?? Yakin kalau jujur emang jalan yang terbaik?? Gue nggak mau nyiksa elo semua dengan keadaan gue zy. Terlebih sekarang. Gue lumpuh zy. Gue nggak bisa ngerasain lagi kaki-kaki gue. Dan gue tau dengan keadaan gue
yang kaya gini, gue akan terus ngerepotin kalian." kata rio merasa ragu. Frustasi.

"Justru elo butuh kita sebagai pengganti kaki lo yo. Melengkapi setiap kekurangan yang elo rasain." kata ify yang tiba-tiba muncul lagi dari balik pintu. Mendengar semua percakapan rio dan ozy.

"Kita justru ngerasa nggak bergunakalau biarin elo sendiri yo." tambah sivia.

"Apa sih yang elo takutin?? Elo punya kita. kita semua nggak bakal biarin lo sendiri lagi." lanjut gabriel. Rio dan ozy mnoleh ke sal suara, melemparkan senyum bahagia.

Dibelakang teman-temannya, pak candra dan bu dewi juga ikut tersenyum. Lalu mereka semua berjalan mendekati rio. Mengelilingi kasur tempat rio tertidur.

"Vin, bantuin gue duduk dong.." pinta rio sambil nyengir kecil.

"Apa sih yang enggak buat loe yo." jawab alvin becanda sambil membantu rio duduk.

"Serius nih?? Kalau gitu pesenin gue kopi ya.. haus." kata rio kembali dengan cengirannya. Alvin memajukan bibirnya, lalu tersenyum miring,

"Langsung manja kan lo.." katanya sambil berlalu menuruti permintaan sahabatnya itu.

"Yang manis ya.." seru rio lagi. Yang lain terkekeh kecil melihat pemandangan didepan mereka. Sudah lama sekali rasanya mereka tidak merasakan kehangatan seperti
sekarang, disaat mereka kumpul bareng.

Bu dewi, pak candra, dan ozy pun ikut tersenyum senang. Menatap rio bahagia. Senyumnya telah kembali. Rio mereka kembali pulang.

"Haah... Akhirnya rio gue balik juga.." gumam ify tanpa sadar. Sontak langsung ditutupnya mulutnya sendiri." Yang lainnya menatap ify penuh arti dan mulai berdehem-dehem sambil tersenyum penuh makna. Menggoda ify.

"Eheem..rio gue??" goda agni.

"Perlu ditinggal nggak nih??" tambah zahra. ozy juga mulai menyikut-nyikut rio.

"Sampai kapan elo mau gantungin sepupu gue yo??" goda gabriel to the point.

Ify menunduk malu, pipinya terasa panas. Ify merutuki dirinya sendiri
yang udah keceplosan ngomong.

"Elaah..kenapa gue pakai acara keceplosan segala sih?? Kalau rionya marah gimana coba?? Baru juga baikan. Anakanak pada rese semua lagi." rutuknya dalam hati.

Nggak jauh beda dengan ify, semburat merah pun mulai tampak di pipi rio. Wajah pucatnya seolah mendapat pasokan darah dadakan.

Rio melirik ify, manarik nafas panjang lalu mengayunkan tangannya, meraih tangan ify dan menggenggamnya.

"Emm..fy. elo masih butuh jawaban gue buat yg waktu itu nggak??" tanyanya.

Ify yang masih kaget dengan aksi rio mnggenggam tangannya hanya bisa menjawab dengan anggukan kecil. Rio menarik nafas panjang, mencoba mencari kata-kata. Tapi sayang, otaknya seperti tida mau bekerja sama, sehingga rio kebingungan mencari kata-kata yang tepat untuk mengungapkan perasaannya. *sbnernya penulis yg bingung.. :p*

"Emm...fy. Mungkin gue bukan cowok yang baik buat elo. Gue juga bukan cowok sempurna yang bisa milikin elo. Tapi gue punya satu rasa yang dengan sempurna cuma gue kasih buat elo. Fy..gue sayang elo. Udah lama gue nyimpan perasaan ini buat elo. Gue harap rasa elo waktu itu sama sekali nggak berubah setelah elo tau semua hal tentang gue." ucap rio sambil menatap ify dalam, dan mengeratkan genggamannya. Seolah seperti menyakinkan ify.

Ify membalas tatapan rio sambil tersenyum.

"Dari saat itu, sebelum, bahkan sampai sekarang pun perasaan gue sama sekali nggak berubah. Gue sayang elo yo, dengan semua kekurangan yang elo miliki." jawab ify.

Rio tersenyum senang, lalu didekatkannya tangan ify kearah bibirnya dan mengecupnya lembut.

"Thanks fy.."

****

3 hari kemudian, rio sudah dibolehkan pulang. Ify datang membantu kepulangan rio.

"Siang smua.." sapa ify ceria.

"Siang fy.." balas rio, ozy, bu dewi, dan shilla yang kebetulan juga ada disana.

"Siang yo.. Gimana?? Sehat kan??" tanya ify sambil setengah bersimpuh dihadapan rio yang tengah duduk dikursi rodanya. Rio tersenyum pada ify,

"Sehat, cuman gue nggak sabar pingin pulang. Bosen di rumah sakit mulu." jawab rio.

"Sabaran dikit dong sayang.." kata ify sambil menepuk-nepuk tangan rio, lalu terkekeh kecil. Geli sendiri dengan panggilannya untuk rio barusan. Ify segera mengalihkan perhatiannya pada bu dewi, ozy, dan shilla yang sibuk beres-beres.

"Ada yang bisa ify bantu nggak tan??" tanya ify.

"Nggak usah fy. Mending kamu bantu diemin rio aja. Dari tadi dia cerewet minta pulang trus." jawab bu dewi. Ify mendelik ke arah rio,

"Nggak sabaran banget sih.." katanya. Rio hanya angkat bahu.

"Bosen." jawabnya singkat.

Ify lalu menghampiri shilla, "Shil, gue bantuin ya.." kata ify. Tapi blum jadi ify membantunya, shilla sudah mencegah duluan.

"Biar aku aja fy. Kamu temenin rio aja. Kasian dia udah bosen dikamar terus. Ajak keluar kek, cari angin." cegah shilla.

"Ide bagus shil.! Jalan yuk fy.." celetuk
rio dibelakang.

Ify mendesah. Dia nyerah deh..

"Tan, ify ajak rio jalan-jalan dulu ya.." pamit ify.

Setelah bu dewi mengangguk, ify pun membantu mendorong kursi roda rio keluar.

"Mau kemana??" tanya ify.

Rio mengangkat bahunya,

"Terserah.." jawabnya singkat.

"Yaah...kok gitu sih. Elo maunya kemana??" tanya ify lagi.

"Yang penting bukan rumah sakit." jawab rio singkat. Bingung sendiri dia.

"Gerbang aja mau??" tanya ify mulai gemes.

"Taman depan kayanya lebih enak deh fy.." jawab rio sambil nyengir.

Ify memutar bola matanya. Kemaren-kemaren ni anak diem mulu. Nah sekarang enapa jadi niat bnget buat ngerjain dia?? Batin ify jengkel. Didorongnya terus kursi roda ify menuju taman. Karna nggak terlalu jauh, jadi ify memilih buat jalan kaki. Sekalian menikmati udara kota ibukota yang tumben-tumbenannya sejuk kaya sekarang. 

"Fy berat nggak?? Dari tadi nggak capek dorong gue mulu??" tanya rio. Ify mengernyitkan dahinya heran,

"Maksud lo??" tanyanya.

"Yaa..elo ngga capek dorong gue terus??" tanya rio lagi. Perasaan mindernya muncul lagi.

Ify berhenti mendorong kursi roda rio, lalu memutarnya sehingga dia berhadapan dengan rio sekarang.

"Yo..kenapa lagi sih??" tanyanya lembut.

"Gue cuma nanya elo capek atau nggak kok fy. Gue nggak enak, asik-asik duduk sementara elo capek ngedorong gue dari tadi." jawab rio. Ify menghela nafas panjang,

"Yo..berapa kali sih harus gue bilangin?? Elo nggak usah minder gini lagi. Gue nggak capek ok, biasa aja. Elo nggak perlu ngerasa nggak enak gini. Nggak berat kok. Buat apa coba ni kursi diberi roda kalau bukan untuk mudahin gue ngdorongnya." kata ify mencoba memberi pengertian lagi ke
rio. Rio mengangguk mengerti. Mencoba mengusir perasaan nggak enaknya lagi.

"Haah..ya. Yuk jalan lagi." jawabnya pelan.

Ify tersenyum, lalu mmutar kembali kursi roda rio dan kembali mendorongnya.

Ify terus mendorong kursi roda rio menuju taman, sambil sesekali mereka ngobrol dan becanda.

Sampai di pertigaan jalan yang sepi, tiba-tiba aja sebuah mobil jeep hitam berhenti di depan mereka. Ify sontak menghentikan jalannya dan memandang mobil jeep itu aneh. Ify melihat 3 orang pemuda berbadan besar dengan wajah sangar turun dari jeep itu dan mendekati mereka. Ify mulai membaca gelagat aneh 3 orang berdandanan seperti preman itu, feelingnya mengatakan kalau mereka harus cepat pergi dari sana. Tapi sayang, begitu ify memutar kursi roda rio kearah lain, salah seorang diantara mereka menahan ify dengan menarik lengannya.

"Lepaas.!!" bentak ify sambil meronta-ronta.

Bukannya melepas preman itu malah semakin memengang lengan ify kuat, lalu menarik ify.

"Ini yang kita cari. Mangsa baru. Ayo!" kata preman berjaket hitam yang berdiri dihadapan ify. Preman itu tersenyum penuh maksud ke arah ify.

"Elo bakal menghasilkan kita banyak uang.." gumamnya.

"Lepasin dia!!" bentak rio pada dua orang preman itu.

Mndengar suara rio, preman ketiga yang tadinya diam segera menoleh ke arah rio. Pandagannya seperti melecehkan.

"Jangan sok pahlawan loe disini. Cowok lumpuh kaya loe bisa apa??! Nyusahin aja." katanya sambil berjalan
mengelilingi rio melecehkan.

"Lumpuh bukan berarti gue lemah!!" bentak rio, dan dengan sigap memelintir tangan preman itu, lalu
mendorongnya. Preman itu mengerang kesakitan, dipeganginya tangan kirinya yang berhasil dpelintir rio dengan baik. Seorang preman berjaket hitam tampak tidak terima dengan perlakuan rio pada temannya. Didekatinya rio dan dijambaknya rambut rio kasar.

"Jangan sok kuat!! Bisa apa lo ha??!" bentaknya. Lalu menendang kursi roda rio kasar, yang sukses membuat rio Jatuh dari kursi rodanya. Preman yang tangannya dipelintir oleh rio tadi tertawa terbahak-bahak melihat rio jatuh tersungkur. Rio mencoba bangun tapi sial, preman itu menginjak punggungnya kasar, menghempaskan dada rio ke aspal.

"Fy..lari.." rintih rio lemah. Preman itu trus menginjak-nginjak punggungnya berkali-kali, membuatnya tidak bisa bangun.

"Haah...cuma segitu doang lo bisanya??! Makanya jangan sok kuat!!" bentak preman itu sambil menendang rusuk kiri kuat.

"Rio!!" jerit ify. Tangannya masih terus ditahan oleh preman itu. Ify meronta-ronta. Air matanya jatuh melihat darah yang tampak dari sudut bibir rio. Preman itu kembali menendang rusuk rio. Membuat rio terbatuk-batuk dan merintih memegangi rusuknya.

"Cabut!!" kata preman berjaket hitam itu lalu berjalan pergi. Tapi kakinya ditahan oleh rio dan menariknya. membuat preman itu jatuh dan terduduk. Dengan sigap rio segera meninju selangkangan preman itu. Preman yang satunya lagi menatap rio marah, ditariknya kerah baju rio kasar, sehingga dengan mudahnya badan rio terangkat dan satu bogemannya mendarat di pipi kiri rio. Dan meninju perut rio. Preman yang ditinju rio tadi berdiri, masih merintih kesakitan memegangi selangkangannya.

"Tahan!" bentaknya, dan preman yang meninju rio barusan langsung memegangi tangan rio kebelakang dan mengangkat badan rio.

Preman berjaket hitam tadi mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Sebilah pisau! Ify menjerit-jerit melihatnya, dan terus meronta-ronta.

"Diam!!" bentak preman yang memegangi ify itu. Preman tadi mulai mengarah-ngarahkan pisaunya ke arah rio. Rio yang sudah lemas tak bisa lagi melawan. Disaat bersamaan kepalanya kembali sakit. Preman itu lalu melirik kaki rio, dirobeknya celana jins rio dengan pisaunya, menampakkan betis rio. Lalu digoresannya pisau itu ke betis rio. Berdarah! Rio sama sekali nggak bereaksi dengan sobekan di betisnya itu. Membuat preman itu kecewa karna mainannya tidak kesakitan sama sekali. Lalu dengan senyum iblis diarahkannya pisau itu ke perut rio. Mulai mengambil ancang-ancang untuk menusukkannya.

"Rio awas!!" jerit ify dan semakin kuat meronta-ronta. 

"Ucapin selamat tinggal pada keberanian loe itu.." ucap preman itu dan...

Jleep!!

Pisau itu menembus perut ify!! Ify berhasil lepas dan segera berlari ke arah rio. Preman itu kaget, ditariknya pisau itu dari perut ify.

"Sial!!" gumamnya, lalu memberi aba aba pada teman-temannya untuk
pergi. Meninggalan ify yang bersimbah darah dan rio yang tak sadarkan diri.

****

Sementara itu dirumah sakit, bu dewi,pak candra, ozy, dan shilla sudah cemas menunggu rio dan ify yang belum balik. Ozy mencoba menelpon rio dan ify, tapi sama sekali nggak diangkat. Firasatnya mulai nggak enak.

"Tan, apa nggak sebaiknya dicari aja??" kata shilla memeri usul. Firasatnya juga mulai nggak enak. Bu dewi mengangguk setuju,

"Kita berpencar.." kata bu dewi. Ozy dan shila lalu segera pergi mencari dilur rumah sakit dengan mobil shilla, sementara pak candra dan bu dewi, mencari di sekitar rumah sakit.

****

"Mereka kemana sih??" gumam ozy masih terus merusaha menelpon rio dan ify.

"Zy, kira-ira kalau kamu jadi rio, kamu bakal ajak ify kemana??" tanya shilla. Ozy berfikir sejenak, menebak-nebak dimana kakaknya sekarang.

"Kalau nggak ke cafe palingan ke taman." gumam ozy. Lalu wajahnya segera cerah.

"Taman kak. Kak rio pasti di taman dekat sini." seru ozy senang. 

"Bukannya tamannya udah lewat??" tanya shilla bingung.

"Balik lagi. Ada dua jalan ke taman itu. Kak rio sama kak ify pasti lewat jalan satunya lagi. Yang lebih deket." jawab ozy yakin.

Shilla mengangkat bahunya, lalu memutar balik mobilnya kearah lain, dan segera menuju jalan yang ditunjukkan ozy.

Baru sepuluh menit berjalan, ozy dan shilla melihat sebuah kursi roda terbalik di tepi jalan.

Shilla mmpercepat mobilnya meuju kursi roda itu dan segera menepi. Dengan perasaan was-was ozy dan shilla turun dari mobil dan mengedarkan pandangannya kesekitar, mencari rio dan ify.

"Zy..itu bukan rio dan ify kan??" tanya shilla dengan suara bergetar sambil menunjuk ke suatu arah. Ozy menuruti arah telunjuk shilla. Dan betapa kagetnya dia melihat dua orang tergeletak dijalan.

Ozy dan shilla berlari mendekati dua orang itu. Seketika tubuh mereka membeku melihat siapa orang itu. Ify dan rio! Shilla mundur selangkah, syok melihat darah yang sudah menyebar. Digeleng-gelengkannya kepalanya tidak percaya.

****

Dengan susah payah, akhirnya ozy dan shilla berhasil membawa rio dan ify ke rumah sakit. Ify segera dilarikan ke UGD dan rio ditangani diruang perawatannya biasa.

Rio hanya mengalami luka memar di beberapa bagian tubuhnya. Sementara ify masih terus dalam pemeriksaan.

"Ify.." gumam rio dan perlahan matanya terbuka. Rio mengerjap-ngerjap kecil.

"Syukurlah yo.. Kamu akhirnya sadar juga.." kata shilla senang.

Rio memegangi kepalanya. Sakit. Seluruh tubuhnya sakit. Rio kembali mengingat-ngingat apa yang dialaminya barusan.

"Ify mana shil??" tanya rio lemah. Shilla tertunduk, "Ify di UGD, masih diperiksa dokter. Dokter bilang ada luka tusukan diperut ify dan cukup dalam. Kenapa bisa yo??" jawab dan tanya shilla. Tanpa menjawab pertanyaan shilla, rio langsung berusaha untuk bangun.

"Bawa gue ke ify.." katanya. Shilla pasrah saja. Dibantunya rio bangun dan duduk dikursi rodanya. Shilla lalu mendorong kursi roda rio, menuruti permintaannya.

"Yo! Kamu sadar nak?? Kamu baik-baik aja kan?? Cerita sama mama kenapa bisa begini??" tanya bu dewi beruntun. Rio tidak mempedulikan mamanya, pandangannya tertuju pada orang tua ify. Merasa bersalah.

Digerakkannya kursi rodanya mendekati orang tua ify.

"Om, tante.. Rio minta maaf.. Rio nggak bisa jaga ify.. Harusnya rio aja yang ditusuk, bukan ify.." lirih rio. Orang tua ify tersenyum pada rio. Mama ify mengelus puncak kepala rio. 

"Kamu nggak perlu minta maaf yo.. Kamu nggak salah. Sama sekali nggak ada yang salah disini." jawab mama ify lembut.

"Tapi ify celaka gara-gara nglindungin rio tan.." lirih rio lagi.

"Ssst... udah.. Sekarang kita berdoa untuk ify." jawab mama ify lagi. Beberapa menit kemudian, seorag dokter keluar dari UGD, semuanya langsung menghampiri dokter itu.

"Gimana ify dok??" tanya mama ify cemas.

Dokter itu menggeleng, wajahnya tampak putus asa.

"Kami sudah berjuang bu.. Tapi ify kehilangan banyak darah. Maaf..tapi tuhan berkehendak lain.." ucap dokter itu dan segera berlalu. Semuanya menggeleng tidak percaya. Nggak mungkin ify pergi secepat ini. Nggak mungkin. Rio terpaku diempatnya. Dipandanginya wajah ify. Diam. Tenang. Sama sekali tak ada ekspresi diwajah itu, hanya pucat dan tenang. Seolah tanpa beban. Tidak ada lagi senyumannya. Tawanya. Semuanya lenyap.

Setetes air mata rio pun jatuh, bersamaan dengan itu. Pukulan kuat menghantam kepalanya. Sakit. Sangat sakit. Lebih sakit dari sebelumnya. Rio memegangi kepalanya dan mengerang kuat. Bersamaan dengan itu, cairan kental bewarna merah itu mengalir dari hidungnya. Dan rio mulai tak lagi merasakan tubuhnya.

****

Sebulan berlalu sejak ify pergi meninggalkan semuanya. Dan sudah sebulan juga rio tak pernah lagi bangun dari tidur panjangnya. Terus tenang dalam tidurnya dan seolah tak pernah ingin untuk bangun lagi.

Rio koma. Sudah sebulan dia terombang ambing diantara hidup dan mati. Kehidupannya hanya bergantung pada alat-alat medis yang tetap setia tersambung ditubuhnya selama satu bulan ini.

Hanya gerakan naik turun dada rio dan denyut jantungnya yang tersisa. Menandakan kalau dia masih belum meninggalkan dunia ini.

"Maaf bu.. Tapi kami sudah usahakan semuanya, tapi memang nggak bisa. Menahannya dengan alat-alat ini hanya akan membuat rio menderita bu." jelas dokter chiko.

Bu dewi masih terus menangis didalam pelukan pak candra.

"Tolonglah dok.. Masih ada harapan untuk rio kan??" katanya masih terus mencoba. Dokter chiko menggeleng.

"Maaf bu.. Kami nggak bisa berbuat banyak. Ibu punya waktu sampai besok pagi untuk memikirkannya." ucap dokter chiko lalu segera berlalu.

"Ma..ayolah.. Sudah cukup kita nahan kak rio selama ini. Biarin dia tenang ma. Lepasin kak rio." kata ozy membujuk mamanya Bu dewi berjalan mendekati rio, mengelus puncak kepala putranya itu.

"Yo..ayo bangun.. Kamu sayang mama kan?? Ayo sadar nak.. Buktiin sama semuanya kalau kamu masih punya harapan. Jangan diam terus yo.. ayo bangun.. Kamu kuat sayang.." bisik bu dewi ditelinga putranya itu. Bu dewi menumpukan kepalanya pada satu tangan. Merasa putus asa.

****

Esok paginya.., sesuai dengan keputusan dokter dan juga keluarga. Akhirnya semua alat-alat yang terhubung pada tubuh rio dilepas. Membebaskan pemilik raga itu untu memilih. Tetap berada disini atau pergi. Dan ternyata pemilik raga itu memilih untuk pergi. Meninggalkan semuanya, dan mencari ketenangan disana. Dadanya tak lagi bergerak naik turun, dan denyut jantungnya tak lagi terdengar.

"Selamat jalan kak.." batin ozy menatap kepergian kakaknya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

No comments:

Post a Comment