Ify menarik nafas dalam-dalam sambil menutup matanya. Mengumpulkan sebanyak mungkin keberaniannya. Sambil sebelumnya menghela nafas, ify membuka pintu ruangan osis. Sosok yang dicarinya itu masih duduk di kursi yang tadi dan terus menekuni lembaran kertas di hadapannya sambil menumpukan kepala dengan tangan kirinya.
Sekilas tanpa diketahui ify, rio melirik ke arah gadis itu. Lalu menggeleng kecil, seolah mengusik kegundahan yang datang begitu ditatapnya wajah cantik yang dirindukannya itu. Meredam segala emosi yang datang begitu menatap wajah ify. Sementara ify, masih berdiri mematung di depan pintu. Ingin sekali ify segela memulai maksudnya, tapi entah karna apa, suara itu seolah menolak untuk keluar. Hati kecilnya menolak untuk menjalankan rencana teman-temannya. Entahlah.. Tapi ify begitu ragu untuk memulai. Ify lalu berjalan sedikit mendekat kearah rio. Tapi sayang, baru selangkah, rio dengan sigap berdiri, membereskan kertas-kertasnya dan mulai beranjak pergi. Tapi entah kekuatan dari mana, ify segera mengamit lengan rio dan menghentikan langkah lelaki itu.
"Gue...emm...kita...butuh bicara.." kata
Ify terbata sambil terus menahan lengan rio. Ditatapnya mata itu tajam. Sinar mata yang mengalirkan kepedihan di hatinya. Rio menghela nafas, pelan namun tegas, dilepaskannya tangan ify yang melingkari lengannya dan kembali duduk di kursinya tadi. Ify tersenyum kecil sambil bersyukur dalam hati, karna rio mau mendengarkannya.
Tanpa membuang waktu, ify pun duduk di kursi disebelah rio, lalu memutar kursi itu sehingga menghadap ke arah rio.
"Yo.." kata ify memulai. Lalu menarik nafas panjang lagi.
"Mmm.." jawab rio, terdengar malas.
"Apaan?? Osis lagi?? Tadi kan udah beres. Cepet..gue ada janji." lanjut rio yang terdengar jutek di telinga ify. Ify meringis pedih, lalu mengangkat wajahnya memperhatikan rio.
"Bukan.. Tapi..tentang kita." jawab ify ragu. Takut rio akan marah mendengarnya.
"Kita?? Napa emang?? Loe ada masalah sama gue??" tanya rio mengangkat sebelah alis dan dengan nada bicara seolah lawan bicaranya sekarang adalah musuh.
"Yo, pliss.. Gue mau bicara baik-baik sekarang. Tolong buang nada bicara loe yang nganggap gue kaya musuh itu." kata ify.
Rio mengangkat alis, lalu membulatkan mulutnya, "Ooh.. Cuman itu?? Nggak penting banget deh fy. Loe ngelarang gue pulang cuman untuk bilang gaya bicara gue yang menurut loe nggak wajar itu. Udah kan?? Gue mau pulang." kata rio yang sukses membuat hati ify semakin hancur. Ify kembali menahan lengan rio, menahan rio untuk tetap mendengarnya.
"Apa lagi?? gue ada janji. Jangan bikin gue buang-buang waktu cuman untuk ladenin masalah loe yang nggak penting itu." kata rio dingin sambil menghentakkan tangannya. Dan segera berusaha untuk pergi. Tapi ify kembali berhasil menahannya. Kali ini dengan tetes air mata ify yang jatuh di punggung tangan rio. Rio berdiri mematung. Setajam itukah perkataannya sampai membuat ify menangis?? Hati kecilnya mengakui itu. Rio sendiri heras kenapa dengan mudahnya dia menyakiti hati ify. Kenapa dengan mudahnya dia membuat ify menangis, padahal dia sudah berjanji untuk tidak membuat gadis itu menangis. Karna itu lah dia menjauhi gadis ini.
"Yo, pliss..dengerin gue. Loe boleh nggak nanggepin gue, tapi pliss.. Kasih gue waktu untuk nyelesaiin maksud gue." kata ify masih dengan sungai kecil mengalir di kedua pipinya.
Ify menghapus air matanya, lalu kembali menatap rio tajam. "Yo, apa gue boleh tau apa maksud loe ngejauhin gue sekarang??" tanya ify.
Rio menghela nafas, haruskah dia jujur sekarang??
"Simpel, pingin aja." jawab rio datar sambil berkacak pinggang. Menambah kesan bahwa dia sama sekali nggak peduli dengan semuanya. Semua yang membuat ify merasa gundah sekarang ini.
Dalam hati rio merutuki perkataannya sendiri. "Seenggaknya loe bisa jawab sedikit lebih halus rio.." teriak batinnya.
"Apa semudah itu bagi loe jauhin gue yo?? Dengan alasan yang benar-benar nggak manusiawi?? Semudah itu bagi loe untuk lupain semuanya?? Semuanya selama ini??" tanya ify lagi, dengan hati yang benar-benar hancur dengan jawaban rio.
Rio kembali mengangkat sebelah alisnya. "Manusiawi kata loe??! Dunia bahkan nggak sedikit pun punya rasa kasian sama gue. Selalu nyiksa gue. Nggak manusiawi mana sikap gue ke elo atau semua yang dunia kasih buat gue??! Dan semuanya apa??! Emang apa yang udah elo kasih buat gue??!"
bentak rio. Air mata ify semakin deras
mendengarnya.
"Yo.. Mungkin bagi elo semuanya kecil. Tapi enggak bagi gue yo. Semuanya.. dari awal gue ketemu elo sampai detik sekarang, semuanya berharga bagi gue. Sama sekali nggak mudah bagi gue lupain semuanya. Mungkin bagi loe semuanya seperti angin lalu yang bisa mudahnya terbawa pergi. Tapi enggak bagi gue yo. Setiap yang elo beri buat gue. Walau pun cuman senyuman kecil, bahkan bentakan loe barusan, semuanya berarti buat gue. Gue akan simpan semuanya, gue akan kenang semuanya. Dan semuanya adalah harta terpenting dalam hidup gue. Dan gue nggak akan biarin elo merusak harta gue. Nggak akan..." kata ify dengan tangis yang semaki
deras. Bahkan genggamannya pada rio pun semakin erat. Menegaskan kalau dia benar-benar nggak ingin kehilangan semuanya.
"Gue nggak mau semuanya berakhir kaya sekarang yo.. Gue nggak mau.." lanjut ify lagi. Terdengar begitu miris.
"Kenapa elo pertahanin semuanya fy?? Mudah bagi elo kan buat mencari harta loe yang baru. Buang semua harta loe bersama gue, dan bentuk yang baru. Dengan seseorang yang lebih baik dari gue." kata rio melunak dari sebelumnya, dan sambil membalas, menggenggam kembali tangan ify. Ify menggeleng, "Nggak.. Gue nggak bisa. Cuman elo yo.. Karna cuman elo satu-satunya orang yang gue sayang, orang yang berhasil merebut hati gue. Karna cuman elo orang yang gue cintai.."jawab ify miris.
Rio menunduk. Perasaan galau menguasai hatinya.
"Gue..nggak pantes buat elo cintai fy. Jangan bikin hati loe sakit cuman karna gue. Di luar sana lebih banyak laki-laki yang bisa bahagiain loe jauh lebih baik dari gue. Yang bisa jagain elo. Dan itu, bukan gue." kata rio pelan lalu melepas genggaman tangan ify pada tangannya.
"Kalau..gue..nggak bisa milih yang lain??" tanya ify terbata, disela tangisnya. Rio menghela nafas, lalu menggeleng. Ify semakin terisak. Walau pun dengan cara yang halus, tapi jelas-jelas rio telah menolaknya. Dengan hati yang hancur, ify melangkah keluar dari ruangan osis.
****
Semua anggota osis yang berkumpul di luar, menatap ify heran. Senyum kebahagiaan yang di harapkan mereka, justru berubah menjadi sebuah tangisan.
Ify tersenyum kecil kepada mereka semua, meski butiran bening itu tetap jatuh dari kedua pelupuk matanya.
"Gue..udah bilang nggak bakal berhasilkan." kata ify dengan suara yang terdengar jelas dipaksakan untuk tegar.
Agni dan zahra menghampiri ify, lalu memeluk sahabatnya itu. Membiarkan tangis ify pecah dalam pangkuan mereka. Membiarkan ify berbagi bebannya.
Dibelakang ify, tangan gabriel mengepal keras. Merasa kesal terhadap rio. Merasa muak dengan tingkah sahabatnya itu.
"Maunya apa sih tu anak??" batin iyel kesal.
Dengan langkah terburu-buru, segera gabriel menuju ruang osis, menuju rio yang masih berada di sana dengan perasaan bersalah dan menyesal. Merasa ada sesuatu yang salah dengan sikap gabriel, sivia, alvin, dan cakka menyusulnya di belakang.
****
Tanpa pikir panjang, gabriel langsung menarik kerah baju rio kasar. Dan satu bogeman mentahnya mendarat tepat di pipi kiri rio.
Alvin yang melihatnya, reflek langsung berlari ke arah rio, membantu rio berdiri. Sementara itu sivia dan cakka menahan gabriel, sekaligus mencegahnya untuk menyerang rio lebih lanjut.
Rio menyentuh ujung bibirnya yang terasa perih. Dan seketika ujung jarinya langsung merah karna darahnya itu. Rio langsung menoleh ke arah gabriel, menatapnya penuh tanya.
"Maksud loe apa yel?? Nyerang gue tiba-tiba." tanyanya, masih belum mengerti.
Gabriel tersenyum miring, tatapannya masih penuh amarah.
"Masih bisa nanya loe?? Jangan sok polos..!" jawab gabriel dengang nada tinggi.
Rio menghela nafas. Jawaban gabriel tadi cukup untuk membuatnya mengerti.
"Gue tau loe nggak terima sikap gue ke ify. Tapi loe nggak tau apa-apa tentang gue yel." ujar rio sambil berusaha berdiri dibantu alvin.
Gabriel kembali memasang senyum sinisnya.
"Nggak tau apa-apa??! Gue cukup tau kalau loe udah lama suka sama sepupu gue itu. Gue tau sampai sekarang loe masih nyimpan perasaan loe buat dia. Dan gue juga tau, disaat perasaan loe terbalas, loe malah nyia-nyiain semuanya!!"
"Mungkin loe bener, tapi loe juga salah. Kalau loe jadi gue sekarang, gue jamin loe bakal lakuin hal yang sama kaya gue yel. Mungkin loe bisa jauh lebih baik dari gue, tapi satu yang pasti, loe pasti akan maklumin sikap gue sekarang. Loe nggak ngerti apa-apa yel. Dan loe nggak berhak buat nggak setuju sama sikap gue." jelas rio dengan nada datar.
"Lepasin gue cak!!" perintah iyel, dan cakka langsung menurutinya.
"Gue nggak butuh penjelasan loe! Gue nggak terima sikap loe itu! Apa susahnya sih buat akuin perasaan loe ke ify?? Kalau emang loe bakal nolak dia kaya gini, jangan kasih harapan! Loe tau sikap loe udah bikin orang sakit hati?? Buat apa loe kasih harapan diawal kalau akhirnya loe bakal nyia- nyiain dan ngecewain dia hah??! Loe pikir bener kalau loe ngelakuin itu??!" lanjut gabriel kasar.
"Gue tau gue salah yel. Gue juga ngerti kenapa loe nggak bisa terima sikap gue. Gue tau yang gue lakuin ini
bodoh. Gue tau. Dan gue juga nggak ingin ngelakuin semuanya. Gue nggak pernah niat untuk nyakitin ify, tapi.. Untuk alasan yang nggak bisa gue kasih tau ke elo, gue harus ngelakuin ini. Terserah kalau loe nganggap gue pengecut atau lemah atau apa lah. Tapi emang ini jalan yang gue pilih. Gue cuman nggak ingin nyakitin ify dan kalian semua lebih dari ini." jelas rio.
"Gue harap loe bisa ngerti yel. Gue terpaksa buat ngelakuin semuanya." lnjut rio dan beranjak pergi. Sampai diluar, rio menatap ify sejenak, lalu melangkah menuju mobilnya.
------------------------------------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment