Sunday, April 22, 2012

Memang Cuma Gue yang Bisa: SpecialPart 1 (ALVIA) (re-post)

Alvin: Ngasih Seratus Bunga Mawar Putih ke Sivia

SMA Citra Bangsa

“Kak Alviin!!” Sivia melambai-lambaikan tangannya pada Alvin. Begitu mendengar suara lembut Sivia, senyuman Alvin merekah.

“Kak, tumben kesini, ada apaan?” Tanya Sivia.

“Gue mau bikin survey sama kelompok gue, dan gue milih ke sini, sekolah gak berubah ya,” kata Alvin.

“Iya, harusnya berubah aja, tangga diganti jadi escalator, kantin jadi cafetaria, terus…” Alvin langsung mengacak-acak rambut Sivia, sehingga omongannya terhenti.

“Kak Alviin! Rusaak!” keluh Sivia.

“Ngarep banget sih! Bilangnya jangan sekolah, telepon diknas sono!”

Sivia melihat penampilan dengan penuh kagum, Alvin terlihat makin dewasa, Alvin memakai kemeja dan dilapisi dengan jas kuning khas Universitas Indonesia, tak lupa kamera SLRnya menggantung di lehernya. (wah, ngebayangin Alvin pake jas UI keren banget kali ya :p).

“Kak, lo keren banget pake jas UI, gue jadi pengen jasnya,” celetuk Sivia.

“Keren dong! Anak UI! Makanya masuk UI!” seru Alvin. Sivia memeletkan lidahnya.

“Woi, bro! Daritadi gue cariin! Eh, siapa nih, cantik banget! Boleh gue gebet gak?” Alvin langsung menoyor kepala temannya itu.

“Songong! Dia pacar gue, norak!” Sivia tertawa kecil.

“Vi, kenalin nih temen gue namanya Abner,” kata Alvin.

“Sivia,”

“Abner,”

“Vi, kita mau survey dulu ya,”

“Iya,”

Kemudian Alvin berbisik di telinga Sivia. “Nanti gue tunggu ya sepulang sekolah kita jalan-jalan,” bisik Alvin. Muka Sivia memerah dan kemudian mengangguk. Alvin dan Abner meninggalkan Sivia sendirian di sana.

“Ciyeee…disamperin pacar nih ye…” Shilla langsung merangkul Sivia, Ify pun ikut-ikutan nyengir.

“Iih, apaan sih, Shil!” keluh Sivia.

“Aeuh, asik yaa…deket, gak kayak gue masa gue mau Perancis sih, capein gue aja!”

“Yeuuh, dulu siapa tuh yang ngebet banget ke Perancis kayak orang ngebet kawin??” celetuk Shilla.

“Ngeek, nggak ah, apaan sih!” Ify jadi malu sendiri.

“Jadi, lo mau nyusul Kak Alvin ke UI?” Tanya Shilla.

“Iya, gue mau masuk fakultas kedokteran juga,” jawab Sivia.

“Gue juga mau nyusul Kak Iel di UI, di fakultas hukum,”

“Gue juga mau nyusul Kak Rio ke Perancis!!”

“Siapa yang nanya??”

“Shilla maah!!”

***

Setelah jam pelajaran selesai, Sivia langsung membereskan bukunya cepat-cepat dan langsung kabur ke depan gerbang. Sivia melihat Alvin sedang mengobrol dengan pak satpam di pos satpam. Senyum Alvin merekah begitu melihat Sivia.

“Ooh, ternyata nungguin Mbak Via ya?? Hati-hati Mas Alvin, Mbak Via banyak ngincer lho, sejak Mas Alvin lulus,” kata Pak Satpam.

“Tenang aja, Pak. Ntar saya tinju satu-satu kalo ada yang berani gangguin Via,” kata Alvin.

“Apaan sih, Kak?” kata Sivia malu-malu. Alvin tertawa kecil.

“Walah, Mas Alvin sadis juga ya..ckck,”

“Hahaa, yaudah saya pamit dulu ya, Pak. Kapan-kapan saya kesini lagi kalo gak ada tugas!” kata Alvin sambil memberikan helm kepada Sivia. Sivia langsung naik ke motor Alvin. Setelah itu Alvin Menstarter motornya.

***

Mereka duduk di taman kenangan mereka dulu, saat Alvin menembaknya di bawah pohon beringin putih besar itu.

“Kak Alvin, masih kejadian dulu pas lo nembak gue disini??” tanya Sivia.

“Iya, gue kerja rodi siang malem nempelin foto-foto lo di atas pohon ampe gue jatoh dari tangga, gak mungkin gue gak inget lah, gue ngerjain ampe babakbelur,” ujar Alvin. Sivia mangap.

“Beneran??”

“Yang babakbelur itu bercanda, masa jatoh dari tangga ampe babak belur, paling tangan gue yang memar,” kata Alvin sambil tertawa.

“Siapa tau lo beneran babak belur, digebukkin warga sekitar,” celetuk Sivia.

“Jangan mikir kayak gitu dong, jeleek!” Alvin mencubit kedua pipi Sivia, membuat kedua pipi Sivia menjadi merah.

“Sakiit!!” Sivia langsung mengacak-acak rambut Alvin.

“Udah! Udah!!”

“Aduuh, Kak Alvin masa gue laper lagi,”
“Tadi lo udah makan di café banyak banget, sekarang laper lagi??” Alvin geleng-geleng kepala.

“Kerumah gue aja yuk, Kak!” Sivia menarik tangan Alvin.

“Yaa…okelah,”

***

“Kak Riooo!! Kapan lo ke Indonesia?? I miss you too much, my prince charming!!” seru Ify yang sedang telpon-telponan sama Rio di kelas. Sivia dan Shilla yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala.

“Ngeek, gue manggil lo my prince charming, lo manggil gue kodok, sialan!!” seru Ify.

Sivia dan Shilla ketawa ngakak dibelakang Ify.

“Pokoknya liburan lo harus dateng ke Indonesia, gak mau tau!!” Ify langsung memencet tombol disconnect di BBnya.

“Kak Rioo?? Kapan ke Indonesiaa?? I miss you too much, my prince charming!!” Sivia mengikuti gaya Ify yang tadi.

“Oh, my God! I’ts totally…LEBAY!” tegas Shilla.

“Ih, envy lo ya berdua sama gue?? Biasa aja dong!” keluh Ify.

“Lagian lo tuh lebay banget, di telpon bilang kalo Kak Rio my prince charming, nyesek kan lo dipanggil kodok??” tanya Sivia. Ify mencibir.

“O,iya kayaknya hubungan lo sama Kak Alvin adem ayem aja deh,” ujar Ify.

“Haha…iya dong, Kak Alvin kan setia sama gue,” kata Sivia.

“Tapi bisa aja kan terjadi kesalahpahaman, antara lo sama Kak Alvin, gak mungkin di dalam suatu hubungan gak ada masalah sama sekali, pasti bakal ada, Vi…” gumam Shilla.

“Maksudnya??”

“Contoh Ify sama Rio, ada masalah kan dalam hubungan dia,”

“Bukan ada masalah tapi kebanyakan masalah!” kata Sivia.

“Setidaknya lo pikirin dulu, ya semoga aja lo gak ada masalah sama Kak Alvin, asalkan lo sama Kak Alvin sama-sama gak egois,” kata Shilla. Sivia merenungi kata-kata Shilla tersebut.

***

Di hari Sabtu yang mendung ini Sivia menghabiskan waktunya di Patio yang di buat oleh Papanya, Patio adalah sebuah ruangan yang dikhususkan untuk melukis dan tempat menyimpan lukisan. Sivia sedang melukis Alvin yang sedang membidik gambar dengan kamera SLRnya.

“Nah, selesai!” seru Sivia.

Sivia mengamati hasil lukisannya, kemudian tersenyum.

“Not bad, laah…” ujar Sivia.

TOK…TOK…

“Masuk!”

Mama Sivia masuk kedalam Patio, dan melihat anaknya sedang mengamati lukisan yang dilukisnya sendiri.

“Mama ganggu ya?”

“Nggak kok, Ma. Lagian aku udah selesai ngelukisnya,” ujar Sivia sambil tersenyum.

“Ini pasti Alvin ya?” Tanya Mama sambil memandang lukisan Sivia.

“Yaiyalah, siapa lagi kalo bukan Kak Alvin, aku gak mau ngelukis cowok lain selain Kak Alvin,”

“Berarti kamu gak mau ngelukis Papa yaa?” Sivia dan Mamanya menoleh kearah pintu. Papa Sivia sudah berdiri di
ambang pintu, Sivia dan Mamanya tertawa.

“Papa envy yaa??” celetuk Sivia.

“Yaiyalah, anak Papa sekarang lebih milih pacarnya daripada Papanya sendiri,” keluh Papa Sivia.

“Berarti kata-kata Via yang tadi diralat, aku gak mau ngelukis cowok lain selain Kak Alvin dan Papa,” kata Sivia. Papanya tersenyum.

“Ini baru anak Papa,” Papa Sivia memeluk Mama dan Sivia.

Sivia sangat bersyukur atas perubahan Papanya yang sekarang telah membiarkan Sivia melukis sesuka hatinya. Sekarang mereka telah menjadi keluarga yang harmonis dan tak mementingkan keegoisan diri sendiri.

“RRRT…RRT…” Handphone Sivia bergetar, Sivia langsung mengambilnya dari atas meja.

“Pa, Ma, aku nerima telpon dulu ya!” Sivia langsung pergi ke kamarnya dan menerima telepon dari Alvin.

“Halo?”

“Vi, lo ada dirumah?”

“Iya, kenapa, Kak?”

“Gue pengen ngajak lo ke pesta ulang tahunnya Patton, mau gak?”

“Gue mau kok!” Kata Sivia antusias.

“Ntar gue jemput jam tujuh ya, dandan yang cantik supaya gue gak malu bawa lo,”

“Ya, Tuhan…masih belom sadar juga dengan kecantikan gue? Gue didandanin sejelek apapun juga masih keliatan cantik!”

“Woo, narsis banget lo! Udahan ya, bye…”

“Bye…”

Setelah memutuskan pembicaraannya, Sivia langsung melempar handphone ke tempat tidur dan langsung mencari dress yang pas untuk dipakai ke pesta ulang tahun temannya Alvin.

***

“Aduuh, anak Mama cantik bener yaa…” ujar Mama Sivia takjub.

“Mau kemana, Via?” Tanya Papa Sivia.

“Mau pergi ke ulang tahunnya temen Kak Alvin, Pa,” jawab Sivia.

“Selamat malem, Oom, Tante…”

Kemudian Alvin muncul dan memberikan salam kepada orang tua Sivia.

“Malem Alvin,” kata Mama Sivia.

“Malam, Vin,” ujar Papa Sivia.

“Ma, Pa, aku berangkat dulu ya," pamit Sivia.

“Sivia…”

Sivia menoleh,

“Kenapa, Pa?”

“Kamu sudah tumbuh jadi gadis dewasa yang cantik, bukan gadis kecil Papa lagi,” kata Papa Sivia. Sivia tersenyum.

“Makasih, Pa…”

***

“Rumahnya gede banget, Kak,” ujar Sivia takjub.

“Yah, dia emang tajir banget, Vi…” jawab Alvin.

“Masuk, yuk!” ajak Alvin. Alvin menggandeng tangan Sivia masuk kedalam tempat pesta.

Semua para tamu undangan yang sebagian besar adalah mahasiswa fakultas kedokteran dan teman-teman SMA, langsung pada gigit baju. Seperti biasa Alvin menjadi incaran para wanita, sudah pasti semua mahasiswi yang melihatnya langsung pada sakit hati, melihat Alvin membawa seorang gadis. Semua laki-laki yang datang juga terpesona melihat kecantikan Sivia.

“Kak Alvin gue malu…” bisik Sivia.

“Mereka ngeliatin lo gara-gara lo itu cantik banget, Vi. Gak usah malu,” kata Alvin.

“Weish, my man!! Thanks ya udah dateng!” seru Patton.

“Sama-sama, Bro!”

“Eh, ada Sivia, masih inget gue gak? Gak inget keterlaluan deh!” keluh Patton.

“Haha, inget lah! Gue baru tahu lo juga satu fakultas sama Kak Alvin,” ujar Sivia.

“Wiih, Vi, cantik parah lo!” Ternyata Cakka juga datang bersama Agni.

“Eh, elu Cak! Bukannya lo ada di Jogja??” Tanya Alvin.

“Nih, demi si anak item ini, gue rela dateng!” Seru Cakka sambil menoyor Patton.

“Yee..blangsak lo!”

“Kak Agni, gue kangen sama lo!” seru Sivia.

“Iya, gue juga kangen!”

“Makin cantik, deh Kak!”

“Ah, bisa aja deh!”

“Kak Agni, Shilla sama Ify dateng?”

“Iya, kok dateng! Disana, yuk!”

“Kak Alvin gue kesana ya!”

Alvin mengangguk.

***

“Ciyee…Ipi kasian kagak ada pasangan!” ledek Shilla.

“Demen amat lo, Shil, godain gue!”

“Abis muka lo kalo ngambek pengen banget gue beli!”

“Mau beli berapa lo?”

“Gope mau?”

“500 perak! Murah amat!”

“Lah, kok malah jual beli muka?” keluh Agni.

“Haha, ada ada aja lo berdua!” seru Sivia.

“Vi, itu siapa sih yang di deket Kak Alvin?” Tanya Shilla sambil menunjuk kearah Alvin.

Sivia tertegun. Alvin bersama gadis berkulit hitam manis. Alvin terlihat sangat dekat dengannya. Mereka tertawa bersama-sama. Entah kenapa perasaan Sivia berubah menjadi cemburu. Kemudian Alvin menghampiri Sivia bersama teman ceweknya.

“Vi, kenalin ini Nova,” kata Alvin.

“Nova,” Nova menyunggingkan senyumnya.

“Ng, Sivia…”

Sivia tersenyum masam melihat kedekatan Nova dan Alvin.

“Vi, gue mau ngomong sama Nova dulu, ya,” Alvin dan Nova meninggalkan Sivia bersama teman-temannya.

“Vi, lo gak cemburu kan?” Tanya Ify.

“Ng…nggak kok, gue gak papa,” jawab Sivia gelagapan.

Pesta berlangsung sangat meriah, tapi tidak bagi Sivia. Sivia masih merasa cemburu melihat Alvin dan Nova. Setelah pesta selesai, Sivia dan Alvin pulang. Di dalam mobil, Sivia diam saja.

“Vi, kenapa?”

“Gak papa kok,” jawab Sivia singkat.

“Lo sakit?”

“Gue bilang gue gak papa!” Seru Sivia dengan nada yang tinggi. Alvin langsung diam.

Setelah sampai, Sivia langsung keluar dari mobil Alvin dan melesat masuk ke dalam rumah.

“Vi, lo kenapa sih??” Tanya Alvin. Sivia tidak menjawab.

“Lo cemburu, daritadi gue bareng sama Nova?” Tanya Alvin.

“Tau ah! Gue capek, lo pulang aja!” Alvin hanya menghela napas dan kemudian masuk ke dalam mobilnya.

***

Besoknya, Sivia tak mau menerima telepon dari Alvin dan tidak membalas SMSnya. Shilla dan Ify menatapnya heran.

“Vi, Kak Alvin udah nelpon lo ke…27 kali, dan SMS 35 kali dan sampe sekarang lo belom mau ngangkat telpon dari Kak Alvin dan gak bales SMS dari Alvin,” gumam Ify.

“Biarin aja,” jawab Sivia singkat.

“Ya, ampun Viaa…cuma gara-gara Kak Alvin deket sama Kak Nova lo jadi kayak gini, cemburu buta tau gak?” keluh Shilla.

“Cemburu menguras bak mandi,” celetuk Ify.

“Ify!” seru Shilla.

“Apa?” tanya Ify.

“Heuuh, lupakan! Vi, mendingan lo tanggepin telpon sama SMSnya Kak Alvin,” suruh Shilla.

“Gue gak mau,” tolak Sivia.

“Ah, yaudah terserah lo! Tapi apa lo gak kasian sama Kak Alvin, kalo lo marah gak jelas kayak gini, Kak Alvin itu ngertiin lo banget, tapi lo sendiri gak ngertiin Kak Alvin, Fy kantin yuk!” Shilla langsung menarik tangan Ify.

“Mau kemana sih, Shil?”

“Ke neraka!!”

“Lo sama Kak Rio sama aja!!”

Sivia ditinggal sendirian oleh Shilla dan Ify. Sivia merenungi kesalahannya pada Alvin. Sivia jadi marah-marah tanpa sebab hanya karena melihat Alvin sering bersama Nova.

“Aduuh, Siviaa!! Kok jadi cemburuan gini siih!!” Sivia mengacak-acak rambutnya.

Dayat yang baru masuk kekelas langsung kaget melihat rambut Sivia yang acak-acakan.

“Astagfirullah!! Masya Allah! Siviaa! Dikirain gue sadako!” teriak Dayat.

“Yeuuh, norak lu, Yat!” Sivia langsung pergi dari kelas.

***

Sivia berjalan gontai menuju gerbang sekolah untuk pulang, Shilla masih marah sama Sivia yang bersikap plinplan.

“Mbak Via! Ada Mas Alvin tuh!” seru Pak Satpam. Sivia hanya menghela napas dan langsung melewati Pak Satpam.

“Walah, kenapa sih Mbak Via?” tanya Pak Satpam.

Alvin menunggunya di depan pos satpam, Sivia pura-pura tak melihat Alvin. Alvin langsung mengejar dan menarik tangan Sivia.

“Vi, lo kenapa sih?” Tanya Alvin.

“Tanya ama Pak Satpam!!” seru Sivia.

“Eh, gue tanya malah ngeyel, kenapa? Apa gara-gara lo cemburu ngeliat gue sama Nova?” tanya Alvin.

“Kalo iya kenapa?”

“Kenapa lo cemburu? Gue sama Nova cuma temen doang! Gak lebih!”

“Kok lo jadi marah-marah sih? Udah ah gue mau pulang!”

“Kalo lo kayak gitu, tandanya lo gak percaya sama gue!”

“Lo tuh gak ngerti perasaan cewek ya, Kak! Yang namanya cewek, kalo ngeliat pacarnya deket sama cewek lain ya cemburu!!”

“Itu tandanya lo egois, Vi!”

Sivia berlari menuju jalanan, saat ia menyebrang jalan tiba-tiba…

“KYAAAA!!!”

“SIVIAAA!!!”

***

Rumah Sakit Sehat Walafiat(ya ampun -.-)

Sivia masih terbaring lemah dan tak sadarkan diri, pulang sekolah tadi, Sivia tertabrak mobil di depan sekolah. Alvin meminta bantuan guru-guru sekolah untuk membawa Sivia ke rumah sakit.

“Keluarga Sivia,” panggil sang dokter.

“Anak saya bagaimana, Dok?” Tanya Papa Sivia.

“Anak Anda sedang mengalami masa kritis, dan koma,”

“Siviaa…” Mama Sivia menangis di pelukan Papanya Sivia.

“Saya tinggal dulu,” Dokter meninggalkan Orang tua Sivia.

“Oom, Tante, maaf, Alvin gak bisa jagain Via dengan baik, gara-gara Alvin…” gumam Alvin.

“Sudahlah, Vin. Ini bukan sepenuhnya salah kamu, Sivia juga kurang kurang berhati-hati,” kata Papa Sivia.

“Iya, Alvin. Kamu gak salah kok,” ujar Mama Sivia.

“Tante, Oom ini udah malam, biar Alvin dulu yang jaga Via, Oom sama Tante pulang aja,” kata Alvin.

“Kamu gak papa?”

“Iya, Tante. Gak papa,” jawab Alvin.

“Oom dan Tante pulang dulu ya,” pamit Papa Sivia.

Alvin masuk kedalam kamar rawat Sivia dan duduk di samping ranjang Sivia. Alvin menggenggam tangan Sivia dengan lembut.

“Vi, cepet sadar ya, orang tua lo khawatir banget sama lo, gue juga, plis jangan bikin orang khawatir lagi, jangan lakuin hal yang sembrono,” gumam Alvin.

Karena mengantuk, Alvin tertidur di samping Sivia dengan tetap menggenggam tangan Sivia. Tiba-tiba mata Sivia perlahan mulai terbuka. Ia melihat kearah samping melihat Alvin tertidur pulas. Sivia tersenyum melihat Alvin yang sudah menjaganya.

“Makasih, Kak Alvin…maafin gue kalo kelakuan gue masih kayak anak kecil,” gumam Sivia.

Alvin pun terbangun begitu mendengar gumaman Sivia.

“Sivia?”

“Kak, maafin gue, gue egois banget, gak mikirin lo, mikirin diri sendiri,” gumam Sivia.

“Vi, jangan ngomong terlalu banyak dulu, lo masih lemah gini,” keluh Alvin.

“Tapi, lo mau maafin gue kan?”

“Iyalah, gue maafin, sekarang lo tidur ya,” kata Alvin dengan nada lembut.

“Iya,” Sivia tersenyum.

***

Sinar matahari sudah menyengat, Sivia masih tertidur pulas di kamar rawatnya, sedangkan Alvin, sedang bersiap-siap. Siap-siap buat apa? Ntar aja dikasih taunya :p.

“Gue yakin lo pasti bakal seneng,” gumam Alvin.

Satu jam kemudian, Sivia mulai membuka matanya karena matahari sudah mulai menyengat.

“Kak Alvin??” panggil Sivia, tapi tak ada jawaban.

Kemudian mata Sivia terbelalak, kamar rawatnya dipenuhi dengan bunga mawar putih.

“Ini kerjaannya siapa?” gumam Sivia.

“Kerjaan gue,” Alvin datang dari balik pintu.

“Ini kerjaan lo, Kak?” Tanya Sivia.

“Iya, gue bela-belain nyari seratus mawar putih supaya lo percaya sama gue, kalo gue cuma sayang sama lo,” ujar Alvin.

“Seratus bunga mawar putih? Itu kan susah nyarinya, jadi lo lakuin ini cuma buat gue?” tanya Sivia.

“Yaiyalah, buat siapa lagi coba?” Sivia langsung nangis, Alvin tertawa melihat tingkah laku Sivia, kemudian Alvin memeluk Sivia dengan lembut.

“Sekarang lo percaya kan sama gue?” Tanya Alvin.

“Tentu aja gue percaya lo, makasih buat seratus bunga mawarnya, gue suka banget!” kata Sivia.

“Sama-sama, Cantik. Gue sayang sama lo,” ujar Alvin.

“Gue juga sayang sama lo, Kak,”

***

No comments:

Post a Comment