Seorang juri dengan setelan jas hitam menaiki panggung, tangannya
membawa sebuah map berwarna merah yang tidak terlalu tebal, senyum kecil
membuatnya tampak lebih gagah,
“Baik, sekarang adalah saat yang
ditunggu – tunggu, dimana saya selaku perwakilan juri dalam perlmbaan
ini, akan mengumukan…siapa yang berhasil menjadi pemenang pada lomba
nyanyi tahunan sekolah tahun ini..” Jelasnya, lantas mulai membuka map
merah ditangannya,
“Seperti yang sudah kita lihat, semua peserta
sudah menunjukkan performance terbaik mereka masing – masing, dan
dewanjuri sudah memutuskan…. Dengan bangga, saya umumkan, bahwa musisi
sejati itu adalah……”Lanjutnya.
Semua penonton terdiam sejenak,
semua menantikan satu nama yang nantinya akan disebutkan. Ify dan sivia
yang duduk dikursi bagian kanan aula pun menanti – nanti nama itu
disebutkan,
“Adalah……Mario Stevano Aditya Haling….. dari kelas
Xa….” Seru MC tersebut. Ify tersenyum lebar, sivia juga. Sementara Rio
yang duduk bersama The Four Mr.Perfect lainnya mendadak jadi pusat
perhatian.
Seluruh pandangan mengarah ke arah Rio yang duduk dibarisan belakang.
“Wuiiih, siapa dulu yang ngajarin?” Seru Ray sambil melipat kedua tangannya di dada.
“Emang siapa?” Tanya iel dengan nada mencibir.
“Au! Yang jelas bukan gue..” Balas Ray cengengesan.
Iel mencibir lantas menoyor kepala Ray.
“Ayo yo, maju lo ke panggung! Yee, malah bengong!” Seru Ray.
Rio
tertawa kecil, lantas berdiri dan melangkah menuju panggung. Senyum
kebanggaan terlihat jelas diwajahnya. Anak – anak cewek yang notabene
adalah penggemar Rio langsung berteriak histeris, sementara penonton
lain tak henti – hentinya memberikan tepuk tangan, Sementara Rio hanya
tersenyum lebar, dengan bangga ia menerima sebuah penghargaan berupa
sebuah medali emas, piagam, dan sebuah piala bergilir.
Rio
melangkah mendekati mic, kembali tersenyum lebar, “Thanks buat semuanya,
buat sobat – sobat gue yang the best, Ray, iel, Alvin, dan…” Rio
menggantung kalimatnya, lantas mencari sosok seseorang diantara
kerumunan penonton,dan matanya berhenti begitu mendapati sosok Ify, Ify
yang dipandangi begitu, jadi salting sendiri,
“Dan.. buat
seseorang yang udah jadi inspirasi buat gue untuk nyanyiin lagu tadi,
sorry gue gak bisa nyebutin namanya, oke, last, thank you so much for
you, guys!” sambung Rio lantas turun dari panggung.
Teriakan
histeris kembali terdengar. Tepuk tangan kembali berdatangan. Rio pun
melangkah dengan santainya, kembali ke bangkunya semula diiringi dengan
decak kagum para penonton yang hadir.
Ify masih bengong, kata –
kata Rio tadi… Untuk gue? Oh? Serius? Masa sih? Gue inspirasinya? Lho?
Kok bisa? Ah, apaan sih lo fy! GR amat! Siapa tau tadi Rio gak sengaaja
ngeliat kearah elo? Ya, siapa tau gak sengaja. Tapi… ah, masa bodo!
Batin Ify.
Sementara Alvin dibangkunya diam – diam menghela nafas
panjang, habis sudah. Alvin kalah. Dan itu berarti, Ify tidak akan
menerimanya. Itu berarti, Ify memang bukan untuk Alvin… ya, ada sosok
lain yang memang ditakdirkan untuk Ify, dan Cowok itu…Rio??
@@@
Ify dan Alvin sampai di halaman belakang sekolah, Ify yang menarik Alvin untuk bisa sampai disini.
“Selamat ya…” Seru Ify dengan senyum lebar.
Alvin mengangkat alis, bingung sendiri,
“Lho, Fy? Lo budek ya?”
“Hah? Enak aja!” Ify mencibir tidak mengerti.
“Lagian, Emangnya tadi lo gak denger, yang menang itu Rio.. bukan gue!”
Ify
tertawa kecil, “Ya.. emangnya gak boleh gue kasih selamat ke elo?
Lagian, tadi lo nyanyinya keren banget banget banget banget!”
Alvin
tertawa pelan, lantas menghela nafas panjang. Lantas hadir sosok lain,
Rio tiba – tiba datang dengan senyum kecil di wajahnya, Rio menghampiri
Ify dan Alvin yang tengah berdiri di bawah rimbunan pepohonan di taman
belakang sekolah.
“Yo..” Sapa Alvin.
“Hai, Vin..” Sapa Rio balik, lantas mengalihkan pandangan ke arah Ify,
“Fy..”
Ify hanya tersenyum kecil,
“Selamat ya, yo!” Ujar Alvin dengan ekspresi datar.
Rio tersenyum kecil lantas memasukkan kedua tangannya ke saku celana, stay cool.
Alvin menghela nafas panjang, lantas meraih pundak Ify, dan memegangi pundak cewek itu, “Fy, lo gak lupa kan sama janji lo?”
Ify menggeleng, tanda ia masih mengingat jelas janji yang terucap di ruang music sewaktu itu.
“dan, kayaknya gue gak perlu nagih janji itu, soalnya kan… gue…” Lanjut Alvin. Ify mengangkat alis, “Karena lo udah kalah?”
Alvin
mengangguk, sementara Ify tertawa kecil, “Emangnya kenapa kalo lo
kalah? Gue gak bilang kalo lo kalah gue gak bakal nerima lo kan?”
Alvin tertegun, senyumnya mengembang, “Hah? Jadi…..?”
Ify tersenyum nakal, lantas menganggukan kepala, “iya, gue mau kok nerima lo..”
JEDEEER!! Alvin kaget. Apalagi rio yang sedari tadi berdiri dibelakang mereka. Apa?
“Fy?” Tanya Alvin meminta penjelasan.
“Iya vin, walaupun lo kalah, tapi gue tetep bakal nerima lo…” Ujar Ify mantap.
Rio merasakan nafasnya tercekat, dadanya sesak.
Alvin
terdiam, kedua tangannya masih memegangi pundak Ify, “Fy, thanks atas
jawaban lo. Gue seneng. Seneeeeng banget. Tapi… gue mau Tanya satu hal,
“Ucap Alvin, ia menghela nafas panjang kemudian kembali menyambung
kalimatnya,
“Terus gimana sama perasaan lo Ke….Rio?” Ify
tertegun, ia hanya bisa menelan ludahnya yang terasa pahit. Apa? APa
mungkin Alvin tau perasaannya yang sesungguhnya? Bahwa sebenarnya ia
menyukai Rio, dan bukan Alvin?
Rio kembali tercekat, oh ya tuhan,
kenapa seolah semuanya seperti terbuka ditaman ini? APa ini waktu yang
tepat? Oh, god! Batin Rio.
“Jawab Fy!” Ucap Alvin kali ini sambil mengguncang pundak Ify pelan.
“Apaan sih lo, vin! Emangnya gue ada perasaan apa sama Rio?” Tanya Ify yang berusaha menutupi kegugupannya.
Tiba
– tiba aja Alvin melangkah mundur, Menjauhi Ify, tapi masih menghadap
cewek itu. Sekarang posisi Ify tepat berada ditengah antara Rio dan
Alvin. Ketiganya berdiri sejajar.
“Fy, gue mau lo punya dua
pilihan, gue mau lo coba dengerin kata hati lo sendiri, sekarang coba lo
Tanya sama hati lo, siapa yang sebenarnya lo suka? Gue atau Rio?” Ucap
Alvin, lantas kembali membuka mulut,
“Kalo emang hati lo milih
gue, lo bisa maju beberapa langkah kearah gue, tapi kalo hati lo milih
Rio, lo silahkan maju kearah Rio…” Jelas Alvin lagi.
Ify tertegun bukan main, matanya berpindah – pindah menatap Rio dan Alvin yang kini berdiri di sisi kiri dan kanan Ify. .
Ify bingung. Hatinya jelas memilih Rio, tapi… Perlahan Ify berbalik menatap rio, lantas maju beberapa langkah ke arah cowok itu,
Alvin merasakan hatinya mencelos, sementara Rio terkejut bukan main. Apa? Ify berjalan kearahnya? APa itu berarti…
Ify menghela nafas panjang ,sebelum akhirnya menatap rio lekat – lekat,
“Yo,
thanks selama ini lo udah ngisi hari – hari gue, lo udah bikin gue
katawa, marah, sampai bikin gue nangis…”Ujar Ify, matanya basah, pipinya
lembab, Ify menangis sejadinya,
“Gue tau sebenernya lo orangnya baik, gue tau sebenernya lo gak pernah tega ngeliat cewek nangis..” Sambung Ify.
Rio tertegun, tapi tetap tidak melepaskan pandangan dari Ify,
“Yo,
lo lebih dari sekedar cowok perfect buat gue.. lo punya segalanya! Lo
ganteng, lo pinter maen basket, pinter maen music, lo lebih dari sekedar
perfect buat gue! Dan harus gue akui, gue selalu ngerasa nyaman ada
disamping lo…. Tapi, gue gak bisa bohongin perasaan gue sendiri, kalo… “
Ify menggantung kalimatnya, dan dengan sangat tanpa diluar dugaan Ify
malah kembali membalikkan badannya dan perlahan melangkah ke arah Alvin.
Rio
tercekat, ia hanya bisa memandangi punggung Ify yang terus menjauh
darinya, Ify terus melangkah ke arah Alvin, Alvin tertegun, mendapati
kenyataan bahwa Ify malah berbalik ke arahnya,
“Kalo…kalo elo yang gue pilih, vin!” Jelas Ify mantap, matanya menatap Alvin lurus.
Alvin
terperanjat, tapi kemudian menghela nafas panjang, “Lo jangan bohong
lagi, Fy..! gue tau hati lo sebenernya bukan milih gue! Walaupun gue
baru kenal sama lo, gue bisa ngerasain kapan saat dimana lo negerasa
nyaman, dimana lo ngerasa bahagia, dan saat itu adalah…saat lo bersama
Rio. Saat lo di samping Rio… “ Jelas Alvin lirih.
Ify tertegun,
tatapannya menunduk, ia tidak berani untuk sekedar menatap Alvin,
ya,semua yang dikatakan Alvin memang benar. Rio-lah orangnya, tapi.. ada
alasan lain yang membuat Ify enggan untuk mengakui perasaannya.
“Fy, semuanya keliatan jelas di mata lo, lo suka sama Rio! Dan kenapa sih lo gak jujur perasaan lo sendiri?” sambung Alvin.
“Tapi vin, yang gue pilih itu elo…” Jawab Ify.
“Gak
Fy! Lo pilih gue bukan karna lo suka sama gue! Tapi karena lo kasian
kan sama gue? Lo kasian kan ngeliat kondisi nyokap gue? Lo kasian kan
mendengar kisah hidup gue?Gue tau, fy. Lo gak bisa nutupin semua itu
dari gue, dan satu hal yang harus lo tau, gue gak mau lo terima gue Cuma
karena satu kata….KASIHAN!” Jelas Alvin.
Ify tercekat, nafasnya sesak, kedua matanya terus mengeluarkan air mata,
“Fy…
lo gak perlu kasianin gue! Gue lebih bahagia kalo lo nolak gue,
daripada lo harus nerima gue Cuma karna perasaan kasian. Gue tau yang
sebenarnya ada di hati lo itu Rio….dan
bukan gue! Iya kan, Fy?” Tanya Alvin lagi.
“Vin, gue…gue…” Ucap ify terbata – bata, ia masih sesunggukan.
“Fy, sorry, gue gak bisa ngejalanin hubungan ini..” Jelas Alvin lantas tanpa menunggu jawaban Ify, ia segera melangkah pergi.
Ify
termangu dalam tanda Tanya. Lagi – lagi ia hanya bisa menangis. Ya,
hatinya memang memilih Rio, tapi apa salahnya meluangkan tempat untuk
orang lain, Ify mengakui,ia memang iba dengan kisah hidup Alvin yang tak
banyak orang ketahui. Ia hanya ingin menjadi orang pertama yang memeluk
Alvin saat jiwa cowok itu dikalahkan oleh kerapuhan. Hanya itu. Ia
ingin menjadi pendengar setia saat Alvin menceritakan keluh kesahnya,
sekali lagi, hanya itu..
Dan Rio? Ify sudah berusaha setengah mati untuk mengalahkan perasaannya pada cowok itu, ya, walaupun hatinya terus menolak..
@@@
Malam
menjelang, Sivia baru saja bangun dari tidur siangnya. Hari ini hari
libur, jadi sudah tentu Sivia punya banyak waktu untuk istirahat.
Sivia
masih tergolek diatas tempat tidur, matanya masih setengah terbuka.
Kamar Sivia khas ABG, penuh dengan warna – warna ceria, pink di tembok
sebelah timur, biru dan kuning membelah di tembok sebelah barat.Perabot
kamarnya mahal, semuanya builtin sendiri. Barang –barang yang dipesan
selalu limited dan pasti butuh uang banyak untuk mewujudkannya.
Sivia
bangkit dari keranjangnya, menghampiri sebuah bungkusan besar – tipis
yang dibalut kertas copy cokelat, benda itu diletakkan didekat lemari
pakaiannya.
Dituntut rasa penasaran, Sivia pun membuka bungkusan
itu, sebuah kanvas, daan senyumnya pun mengembang begitu mendapati wajah
close up-nya terpampang jelas dikanvas besar tersebut, di kanvas itu
terlihat wajahnya sedang tersenyum dengan latar ribuan gitar yang
dilukis dengan warna temaram. Sivia tersenyum lebar, ia begitu
tersanjung.
Yup, ia tentu tau siapa yang mengirimkan lukisan ini,
siapa lagi kalau bukan Gabriel? Sivia ingat sekali, iel memang pintar
soal lukis-melukis, he’s talented! Karya lukis iel sudah tidak terhitung
lagi, dan semuanya jelas bukan hanya sembarang karya lukis, melainkan
karya lukis yang memiliki makna tersendiri yang sulit dimengerti.
Sivia
menghela nafas panjang, lantas meletakkan lukisan itu diatas tempat
tidurnya. Ada rasa lain yang dirasakannya, bahagia? Tentu, ia bahagia.
Bukan, ada rasa lain, selain bahagia… cinta? Apa mungkin? Masa iya
secepat itu? Tapi kan…
Haaaah, sivia menghela nafas lagi, lantas beranjak dari tempat tidurnya.
No comments:
Post a Comment