"Kak, yakin loe mau pake itu??" tanya ozy dengan wajah ragu dan cemas.
"Yakinlah.. Napa emang??" jawab dan tanya rio ballik.
"Emm..yaa... Loe kan baru keluar dari rumah sakit kemaren kak, baru pulih kemaren juga. Masa loe udah nekat bawa motor ke sekolah." jawab ozy dengan wajah ragu dan menunjuk motor cagiva rio.
"Udah..nggak papa. Gue sehat kok. Yuk.." jawab rio acuh, lalu menaiki motornya dan menghidupkan mesin motornya.
"Maa...rio berangkat...." seru rio pamit.
"Tunggu bentar...." jawab bu dewi dari dalam rumah.
Sambil mendengus, rio pun menunggu mamanya.
"Mudah-mudah..gue nggak di larang." batin rio.
"Rio!! Apa-apaan kamu??" kata bu dewi begitu keluar rumah. Melihat reaksi mamanya, rio langsung nepuk keningnya sendiri.
"Nah..tuh..kan." batinnya.
Sementara itu ozy tersenyum menang melihat reaksi mamanya, sambil bergumam, "Good job, mom. Ini baru emak gue"
"Hehehe..apaan ma??" tanya rio balik sambil cengar-cengir. Sambil geleng-geleng, bu dewi menunjuk motor rio.
"Nggak pakai acara bawa motor ke sekolah ya rio.. Ingat kondisi kamu." katanya.
"Joko...!" lanjut bu dewi memanggil mang joko, supir keluarganya.
"Iya..nya.." jawab mang joko yang kebetulan berada di garasi rumah.
"Joko, kamu anter rio dan ozy ke sekolah ya.. Bahaya kan kalau sampai rio yang nyetir, terus dia kenapa-napa di jalan." suruh bu dewi. Mang joko mengangguk mengerti,
"Ayo, den.. Berangkat sekarang kan??" ajak mang joko ke rio dan ozy.
"Bentar mang." jawab rio singkat lalu beralih ke mamanya.
"Yaah...ma.. Masa dianter sih.. Kaya cewek aja ke sekolah pakai sopir. Rio nyetir sendiri bisa kok.. Aman kok.." lanjut rio dengan wajah memelas memohon pada mamanya. Bu dewi menggeleng tegas, "Nggak. Ingat kondisi kamu yo.. Kalau kamu kumat di jalan kenapa?? Mama udah kasih toleransi buat yang kemaren-kemaren karna kondisi masih stabil. Tapi enggak untuk sekarang. Kamu kan sering kumat sekarang. Mana mau pakai motor." lanjut bu dewi.
Rio langsung menghela nafas dan kembali memasang wajah memelasnya,
"Nggak papa kok ma. Yakin deh, rio bisa. Rio bisa jaga diri kok. Janji deh, ntar siang rio pulang dengan keadaan selamat, tanpa kurang apa pun." bujuk rio lagi.
"Nggak." jawab bu dewi tegas.
"Yaah..ma.. Lagian kalau mmang joko nganter rio ke sekolah, papa mau berangkat pakai apa coba??" bujuk rio dengan alasan lain.
"Papa kamu nggak kerja hari ini. Tuh..masih tidur di atas. Pokoknya nggak boleh! Atau kamu nggak boleh sekolah sekarang." kata bu dewi lagi. Mndengar perkataan mamanya, mau nggak mau rio harus nurut. "Dari pada gue bosen di rumah??" batinnya.
"Iya deh..iya.." jawab rio malas sambil masuk ke dalam mobil.
"Hati-hati ya.." kata bu dewi sambil tersenyum menang.
Rio memasang wajah cemberut, "Berasa banci gue.." batinnya. Ozy tersenyum geli melihat raut wajah kakaknya. Bagi ozy sih nggak masalah pakai sopir. Emang biasanya rio udah kaya sopir pribadinya kok, tiap hari pulang pergi bareng.
****
"Pagi yo.. Tumben nggak bawa kendaraan sendiri??" kata alvin tiba-tiba sambil merangkul pundak rio, ala laki-laki. Wajah rio yang udah di tekuk 12 gara-gara mamanya tadi pagi makin parah, menjadi ditekuk 17.*apa bedanya??*
"Yaah... Napa loe?? Perasaan nggak pernah deh, kanker berdampak membuat wajah penderita jadi makin jelek kaya loe. Makin pucet sih iya.." kata alvin sambil tersenyum iseng. Mendengar kata 'kanker' dari mulut alvin, reflek rio langsung membekep mulut sahabatnya itu.
"Jaga mulut loe vin.! Kalau ada yang denger gimana?? Mau bikin gue makin sekarat loe??" kata rio dengan nada panik.
"Mmmmbh...". Rio langsung melepaskan tangannya.
"Iiikh... tangan loe asin bnget yo!" komentar alvin tiba-tiba yang membuat toyoran rio mendarat mulus
di puncak kepala alvin.
"Kalau gue bales, boleh nggak??" tanya alvin sambil mengelus-ngelus kepalanya yang ditoyor rio.
"Kalau loe mau nganter gue ke rumah
sakit plus punya alibi biar orang nggak curiga sih boleh." jawab rio singkat.
"Nggak jadi deh. BeTeWe, 2 hari ini loe ilang kmana yo?? Anak-anak jadi susah di atur kalau nggak ada loe. Ify tuh paling repot." kata alvin.
Mendengar nama 'ify' ,air muka rio langsung berubah.
"Eh..sorry yo. Gue..emm..nggak maksud buat apa-apa kok. Spontan." kata alvin nggak enak liat muka rio yang tadi cerah berubah mendung gara-gara ucapannya.
Rio tersenyum kecil, "Nggak perlu gue jawab kan, pertanyaan loe?? Loe udah di kasih tau nyokap gue kan??" kata rio dengan nada datar.
Alvin menghela nafas, "Padahal barusan gue masih bisa liat rio yang dulu." batinnya.
"Emm..ya, gue iseng nanya doang sih." jawab alvin sambl ikut tersenyum kecil.
Kelas XII IPA 1....
"Rio mamen.. Kemana aja loe??" sapa daud.
Rio tersenyum kecil, "Sibuk." jawab rio singkat.
"Rio, my bro... Ilang kemana aja loe??" sapa cakka.
Seperti reaksi rio terhadap daud, rio hanya tersenyum kecil sambil menjawab, "Sibuk". Alvin yang berjalan disebelah rio, hanya bisa menghela nafas dan merutuki dirinya sendiri.
"Ahelah..knapa gue keceplosan nyebut nama ify segala sih??" batinnya.
"Sibuk?? Sibuk ngurusin badan sama putihin muka maksud loe??" tanya gabriel sambil menatap rio dari atas sampai bawah.
"Salah satunya sih itu." jawab rio singkat.
Iyel mengangkat sebelah alisnya heran. Tapi niatnya untuk bertanya lebih lanjut terpaksa diurung, karna pak duta sudah memasuki kelas.
****
Ditengah pelajaran kimia dengan pak duta, terdengar ketukan dari pintu kelas XII IPA 1.
Septian yang kebetulan posisi duduknya di dekat pintu langsung membukakan pintu begitu mendapat perintah dari pak duta.
"Permisi pak.." kata ify saat memasuki kelas.
Pak duta mengangguk, "Ada perlu apa alyssa??" tanya pak duta.
"Maaf pak, saya di suruh bu winda untuk manggil rio. Persiapan buat rapat OSIS pulang sekolah nanti." kata ify. Pak duta mengangguk mengerti,
"Silahkan rio.." katanya.
Rio menghela nafas, memantapkan perasaannya untuk tetap bisa menahan perasaannya terhadap ify. Lalu menutup matanya sejenak, sambil dalam hati memerintahkan matanya sendiri untuk tidak menatap mata bening dari seorang gadis yang akhir-akhir ini menjauh darinya. Bukan karna ify, tapi karna dirinya sendirilah jarak itu terbentuk. Dan tanpa membalas tatapan mata ify dan tanpa mengeluarkan satu kalimat pun, rio segera keluar. Berjalan mendahului ify. Dan diam. Tak jauh beda dari sikap rio. Ify pun tetap diam, walau pun mata dan perasaannnya tetap mengejar cowok itu. Hatinya perih saat melihat rio yang mendiamkannya.
"Gue punya salah apa yo?? Sampai loe
jauhin gue kaya gini." batinnya larih. Tapi hati kecil ify bernafas lega. Lega karna cowok yang menghilang dari sekolah 2 hari ini muncul kembali. Ingin sekali ify menanyakan kenapa rio izin 2 hari ini. Tapi dirinya juga tau, dalam keadaan kaya gini, nggak mungkin dia bisa menanyakannya. Keadaan dimana mereka sudah seperti dua orang yang tidak saling mengenal. Keadaan dimana mereka solah seperti saling bermusuhan. Tidak mau menatap mata satu sama lain. Ify kembali menghela nafas, "Kuatin diri loe fy. Kalau emang ini yang rio pingin, loe nggak bisa nolak. Berfikir positif kalau semua ini emang seperti yang rio bilang dulu. Kalau semua ini emang demi kebaikan loe sendiri." batin ify menguatkan dirinya.
****
"Permisi buk. Ibu manggil saya??" kata rio begitu menemui bu winda. Bu winda mengangguk.
Tapi saat matanya menangkap sosok rio, perasaannya mengatakan, ada yang aneh dari muridnya satu itu. Kenapa nggak ketemu 2 hari sosok rio sudah jauh berubah dari terakhir dia melihat muridnya itu 2 hari lalu?? Tanpa bertanya apa-apa tentang keganjilan yang ditangkapnya dari rio, bu winda langsung menjelaskan maksudnya utuk memanggil rio dan ify.
"Jadi, kalian bisa diskusi sekarang. Habis jam ini istirahat kan??" kata bu winda mengakhiri penjelasannya. Rio mengangguk kecil menjawab pertanyaan bu winda.
Bu winda lalu tersenyum, "Baiklah, selamat bekerja ya. Semuanya ibu serahkan ke kalian. Pertama kalian
diskusiin berdua dulu, nanti baru kalian bisa diskusi sama pengurus inti yang lainnya. Dan langsung rapat hari ini atau besok ya." ata bu winda. Rio dan ify kompak mengangguk, lalu segera berdiri dari duduknya.
"Kami pamit dulu bu.." kata ify sekaligus mewakili rio.
Setelah anggukan dari bu winda, rio dan ify pun langsung melangkah keluar dari ruangan bu winda itu. Masih sama seperti tadi, saat berjalan menuju ruang osis pun rio dan ify tetap diam.
Terlebih lagi saat mereka sudah berada di ruang osis. Tampak jelas suasana canggung di sana.Ify berusaha menenangkan perasaannya, begitu pun rio.
Ify pun memilih untuk mulai mengutak-atik laptopnya. Mulai membuka konsep-konsep yang sudah di kerjakannya.
"Emm...rio.. Ada..konsep yang mau gue liatin ke elo. Masih kacau sih, konsep buat diajuin ke kepala sekolah nanti. Acaranya jadi di sekolah aja kan?? Gue udah mulai rancang surat izin sekaligus laporannya. Kalau menurut loe udah bener, bakal langsung gue bikin yang jadinya." kata ify memecah keheningan diantara mereka. Nada ragu dan canggung terdengar jelas. Suara ify juga sedikit bergetar.
Tanpa berkata apa-apa, rio langsung menarik laptop ify agar sedikit mengarah kepadanya. Kemudian rio mulai mengecek konsep yang udah di buat ify.
Dalam diam ify memperhatikan setiap garis yang terbentuk pada wajah sosok tampan di sampingnya itu. Ify menarik nafas panjang, sepertinya sudah lama sekali dia kehilangan setiap garis sempurna itu dari hidupnya. Telah banyak yang berubah. Mata itu begitu sayu, lelah, dan cekung. Tulang pipinya mulai menonjol, sehingga membentuk cekungan pada kedua pipinya itu. Bibirnya yang sedikit memucat dibanding saat terakhir kali ify memperhatikannya. Dan kulitnya pun ikut memucat dan kering. Tapi semua perubahan itu sama sekali nggak bisa membuat sedikit ketampanannya berkurang.
Ify kembali menarik nafas, dadanya begitu sesak. Pikirannya kembali berkelana ke waktu di saat mereka masih tertawa berdua. Ify teringat kembali pada saat perkenalannya dengan rio. Tawa mereka yang nggak pernah hilang selama setahun merek sekelas di kelas XI dulu. Dan hubungan mereka yang masih baik walau pun sudah berbeda kelas. Setiap candaan mereka berdua saat berdua di ruangan osis untuk berdiskusi. Lawakan rio selalu berhasil membuat fikirannya segar kembali. Saat rio memintanya bekerja sebagai pembantu. Saat rio kecelakaan karna dirinya. Saat rio mengejek habis-habisan masakan pertamanya. Saat rio yang memuji masakannya. Saat rio memintanya untuk memasangkan dasi. Saat rio selalu sengaja menyuruhnya melakukan pekerjaan ini itu. Munculnya shilla kembali. Sampai pada akhirnya, saat perban terakhir pada tangan kiri rio dilepas, dan mulai
menciptakan jarak di antara mereka. Kalimat terakhir yang di ucapkan rio malam itu. Kalimat yang menurutnya
dusta.Ify tersenyum miris. Kenangan itu begitu manis dan begitu pahit. Sangat manis untuk dikenang, tapi terlalu pahit untuk dilepaskannya.
"Ini semua nggak bikin gue bahagia yo. Elo bohong, ini semua malah membuat gue tersiksa." batin ify perih. Dan tanpa sadar, setetes air matanya jatuh. Bergegas, ify segera menghapusnya, lalu berdiri.
"Gue ke toilet dulu." katanya dengan suara serak, lalu berlari keluar. Seiring dengan langkahnya, butiran bening itu pun jatuh semakin banyak.
"Maaf.." batin rio perih.
****
Rapat osis berjalan lancar, tapi tidak dengan perasaan rio dan ify. Rasa sesak selalu menderu mereka. Dan rasa sakit yang dari tadi terus menghantam kepala rio. Satu persatu siswa mulai keluar dari ruang osis. Sekarang hanya tinggal rio di sana. Dan sekelompok murid yang berkumpul di samping ruang osis. Menyemangati ify yang tengah di apit oleh sahabat-sahabatnya.
"Ayo fy. Loe butuh bicara serius sama rio. Selesaiin masalah kalian berdua." kata sivia mnyemangati ify.
Yaa..para pengurus osis yang lain, tanpa sepengetahuan rio dan ify, merencanakan agar ify dan rio bisa bicara serius berdua. Mereka ikutan risih dengan hubungan antara rio dan ify yang menurut mereka sedang ada masalah itu. Asing bagi mereka bila rapat osis tidak di isi dengan candaan rio dan ify yang biasanya. Dan atas dasar persahabatan. Mereka semua mengkhawatirkan hubungan rio dan
ify. Dan juga keadaan keduanya yang cukup memprihatikan semenjak jurang itu terbentuk.
"Ayolaah..fy.. Loe juga nggak tahan kan dengan keadaan ini??" bujuk nova.
"Fy, nggak usah ragu. Kita semua di sini buat ngedukung elo fy. Loe harus selesaiin semuanya. Gue mulai khawatir sama kalian berdua." bujuk iyel sambil mengelus pundak sepupunya itu.
"Loe yakin yel?? Rio nggak bakal marah dan tambah ngejauhin gue??" tanya ify dengan nada ragu.
"Gue nggak bisa mastiin. Tapi seenggaknya hubungan loe jelas. Dan loe udah dapat kepastian untuk semuanya." jawab iyel tegas.
"Gue nggak mau memperburuk keadaan yel." kata ify lirih.
"Yakin fy. Yakin sama perasaan loe sendiri. Gue emang nggak bisa mastiin semuanya bakal baik-baik aja. Tapi, loe harus yakin. Gue tau loe juga nggak kuat sama keadaan kalian sekarang. Dan loe ingin kepastian untuk semuanya kan?? Loe ingin selesaiin semua ini kan??" Ify menutup matanya sejenak, lalu membukanya kembali.
"Ya, elo benar. Semuanya, doa_in gue ya.." kata ify lalu dengan langkah pasti kembali ke ruangan osis.
"Gue harap semuanya berjalan lancar fy. Gue harap dia bisa mencair dan jujur sama loe." batin alvin sambil menatap punggung ify yang berjalan menjauh.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment