Ify tak bergeming, ia membiarkan Rio menarik tubuhnya kedalam pelukan
cowok itu. Sejujurnya, Ify sama sekali tidak menyangka Rio akan
memeluknya, tapi sekarang? Rio benar – benar memeluk Ify.
Ify
bungkam, ada perasaan yang menggelitik dihatinya saat berada dalam
pelukan Rio, saat merasakan degup jantung cowok itu, saat mencium aroma
tubuh Rio yang menenangkan pikiran, saat merasakan belaian tangan rio
dikepala Ify…
Entah kenapa, ada perasaan nyaman yang dirasakan
Ify, perasaan nyaman yang belum pernah dirasakan Ify sebelumnya,
perasaan nyaman yang membuat Ify enggan melepaskan pelukan itu…
Ify
dapat merasakan Rio semakin merapatkan pelukannya, Ify sesak, namun
tetap merasa nyaman… Rasa nyaman tiada tara itu membuat Ify akhirnya
percaya akan ketulusan Rio, Ify pun menumpahkan seluruh kesedihannya
didalam pelukan rio, ify terus menangis, tanpa memperdulikan seragam Rio
yang kini basah karena tumpahan air matanya, Ify terus menangis…
“Jangan nangis, fy..” ucap Rio.
Ify
tertegun begitu mendengar kata – kata Rio, apa? Rio ngomong apa
barusan? Sebelumnya, Ify tidak pernah mendengar rio berkata selembut
ini, Rio selalu berbicara dengan nada tinggi dan kata– kata kasar bila
berhadapan dengan Ify. Tapi sekarang? Ya tuhan, kerasukan apa ini orang!
Ify menghentikan tangisannya, lantas menghapus air matanya. Rio
melepaskan pelukannya, lantas menatap Ify.Ify pun menatap rio, menatap
kedua mata yang terlihat menyimpan duka itu…
“Tambah jelek aja lo kalo nangis..” ledek Rio.
“Bodo!” Sahut ify.
“Semuanya itu bener?”
“Apa?”
“Kalo lo itu anak dari……”
“bener!” Sahut Ify mantap.
Rio
tertawa kecil melihat ekspresi wajah Ify, lantas menghapus air mata
diwajah Ify dengan tangannya, “gue gak bawa sapu tangan, mana gue tau lo
bakal nangis kejer kayak gini, so, pakai tangan aja ya…”
Ify
tertegun mendengar kata – kata Rio, tanpa disadari, Pipi Ify merona
merah, Ify salting, Rio kembali tertawa kecil melihat sikap Ify,
“Kalo
lagi salting tmbah cantik, ya…” Ify mendengus kesal, “Gombal!” Rio
terkekeh, lantas melepaskan tangannya dari wajah Ify, kembali menatap
Ify, “Ya udah, gue pergi dulu ya..”
Ify menganggukkan kepalanya, bibirnya membentuk sebuah senyuman, “Makasih ya, yo…”
Rio menganggukan kepalanya, tersenyum kecil, lantas berlalu meninggalkan Ify.
@@@
“Ify!!” Panggil Sivia.
Ify
menoleh, lantas menghampiri sivia yang sedang duduk dibangkunya,
Suasana kelas sedang ramai – ramainya, Bu Uccie kebetulan tidak datang
hari ini.
“Lo gak apa –apa? Duuh, sorry ya, tadi gue kesiangan. Jadi…” Ujar Sivia.
Ify
tersenyum kecil, “ gak apa – apa kok, via.” “ Sivia mendelik, “Apanya
yang gak papa? Baju lo basah gini… emang rese tuh si angel, apalagi yang
namanya shilla!”
“Lo tau dari mana?”
“Tadi gue dikasih tau sama Daud, anak kelas kita juga…”
Ify menganggukan kepalanya, “ooh.., tapi beneran kok, gue gak apa – apa…”
“Fy, apa semuanya yang ada difoto itu bener?”
Ify
sempat ragu, tapi kemudian menganggukan kepalanya. Sudah saatnya Sivia
tau yang sebenarnya, Sivia menunduk, wajahnya melukiskan ekspresi
menyesal, “Sorry ya, fy. Tadi gue gak ada didekat lo…Harusnya kan…”
Ify tertawa kecil, “Gak apa – apa kok, via. Lagian semua bukan salah lo…”
Sivia mengangkat kepalanya, “Lo baik benget sih, fy..”
Ify tersenyum kecil, “mm… via, tapi lo masih mau temenan sama gue kan?”
“Hah? Maksudnya?” Tanya sivia tidak mengerti.
“ya, setelah tahu kalau gue ini ternyata Cuma anak tukang gorengan..”
Sivia
tertawa kecil, “Ya, iyalah Fy. Gue kan temenan sama lo bukan karena apa
–apa, bukan karena kekayaan lo, atau apa lah… mau lo anak tukang
gorengan sekalipun, persahabatan kita
tetep diatas segalanya..”
Ify tersenyum lebar, “Makasih ya, Via…”
“Iya,
lagain lo anaknya asik kok!” Ify mencibir, “Iya, asik buat
ditumpukin!!” Sivia terkekeh, sementara disampingnya, Ify tanpa sadar
malah mengelus kembali pundaknya, berusaha merasakan sisa – sisa
kehangatan pelukan Rio, ya, kehangatan itu…
“Nah, lo kenapa pegang – pegang pundak gitu?” Tanya Sivia.
Ify gelagapan, tapi kemudian tertawa kecil, “gak apa – apa, udah ah, duduk yuk!”
@@@
“Ecieeeeee………Rio my Bro!” Seru ray saat Rio baru memasuki gudang sekolah yang juga merupakan markas mereka, The Four Mr.Perfect.
Rio
menoleh sekilas kearah Ray, lantas duduk disebelah Ray, berhadapan
dengan Alvin Dan Gabriel, ada sebuah sofa yang memang sengaja Rio
sumbangkan untuk meramaikan gudang ini.
“Yo…” gumam Ray seraya
menepuk pundak Rio, Lantas kembali membuka mulut,, “Tau gak, tadi gaya
lo udah kayak ksatria dipilem - pilem…”
Rio menoleh, “Ksatria apaan?”
“Itu lho, ksatria yang nolongin cewek – cewek! Ah, elu mah kebanyakan nonton pilem, Ray!” Sahut Gabriel.
“Bodo! Lah…. sesuka gua!” balas Ray. “kayak cewek aja lu, Ray! Sekalian aja lu nonton telenopela..” Tambah Alvin.
Rio
tersenyum kecil, tapi tidak menjawab apa – apa. Ia malah meraih sebotol
softdrink yang teronggok diatas meja, membukanya, lantas meneguk
softdrink itu.
“Yee, lu berdua gak ngeliat tadi gayanya si Rio
waktu nolongin si… siapa itu namanya?”Ray menyeringai, ia lupa siapa
nama cewek itu..”Hehe, gue lupa.. siapa iel, vin, namanya?” sambung Ray.
Alvin tertawa kecil, “ify…”
“Oh,
iya, itu, si Ify… Lo liat gak tadi gayanya Rio, wuihhh, maju kedepan,
terus langsung ngulurin tangannya… “Seru Ray yang dengan serius
mempraktekan gaya Rio tadi pagi sewaktu menolong Ify. Ray meniru gaya
Rio sewaktu maju kedepan sampai mengulurkan tangan. Ray mempraktekan
gaya yang sama. “ anjirrr, belajar dimana lu yo? Ajarin gue nappppa!”
tambah Ray.
Rio mencibir, lantas meninju pundak Ray. Sementara
Alvin dan Gabriel terkekeh melihat Ray mencoba menirukan apa yang
dilakukan Rio tadi pagi.
“Ecieeeee, Rio salting, euy!” Seru Ray.
Rio melotot, “Kagak! Apaan lu, ngomong sembarangan! Seenak udel..”
Ray
terkekeh, “Tapi emang sih yo, kalo diliat dari cara lu nolongin dia,
ngomong sama dia, ngeliat tuh cewek…. Kayaknya kok lu naksir yak sama
tuh cewek?”
Rio kembali melotot, “ah, lebay aja lu…”
“udah lah yo, akuin aja…”
“Gak, lagian gak mungkin lah gue suka sama dia..”
“Why Not?”
“Dia
kan……” Rio menghentikan kalimatnya, ia tidak tahu apa yang harus ia
jawab. Ray mengangkat alis tinggi – tinggi, lantas menepuk – nepuk
pundak rio dengan senyum meledek dibibirnya, “Tuh kan…. lo gak tau mau
ngomong apa! udahlah yo. akuin aja! It’s so gentle right?”
Rio
buang muka, berusaha menyembunyikan senyumnya karena tidak mampu
menutupi perasaannya, tapi tiba – tiba pandangannya tertuju pada Alvin
yang kini bangkit dari kursinya, lantas melangkah keluar gudang.
Ray bereaksi, “weh, vin, mau kemane lu?” Tanpa menoleh, Alvin menjawab, “biasaaaa…” jawabnya seraya meninggalkan gudang.
“Kenapa lagi tuh bocah?” Gumam Gabriel.
“Au!!
Lagi datang bulan kalii…oh, ato gak.. sikilnya bau…Makanya dia cepet –
cepet kabur… hahahahaha. Ya oloh iel, penyakit bau sikil lo itu udah
stadium berapa sih? Si Alvin sampe ketularan gitu…… udah dibilangin!
Cepet – cepet amputasi tuh kaki…” Seru Ray sok tau.
Gabriel
terkekeh, tapi rio hanya Diam, Rio menyadari sikap aneh Alvin. Entahlah.
APa mungkin ada hubungannya dengan Ify? Ya, Pasti Ify…
“Weh, yo! Jadi gimana?” Seru Ray seraya merangkul Rio.
Rio tidak menjawab, ia malah melepaskan rangkulan tangan Ray, lantas berdiri,
“Laah, lo mau kemana yo?” Tanya Ray. Tanpa menjawab pertanyaan Ray, Rio bergegas meninggalkan gudang.
@@@
Alvin
melangkah perlahan, meninggalkan gudang, tapi baru beberapa langkah, ia
berhenti. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Ada sesuatu yang
membuat hatinya berontak.
Ya,Peristiwa tadi pagi lah yang membuat
Alvin kini menyesal setengah mati. Apa? tindakan Alvinkalah cepat
dengan Rio. Sebenarnya masalahnya sederhana, hanya masalahwaktu, Alvin
kalah cepat dari rio! Tapi masalahnya tidak sesederhana itu. Bagaimana
dengan Ify? Rio bukan hanya sudah melindungi Ify dari kejadian tadipagi,
ya, ia pasti sudah membuat gadis itu merasa… ah, entahlah! Mungkin
tidak sampai ketaraf cinta, mungkin hanya… bahagia! Ya, bahagia.
Alvin
cemburu, kali ini ia mengakui kata hatinya itu. Ia memang cemburu. Ia
cemburu melihat Ify bersama Rio. BAgaimana kalau apa yang dilakukan Rio
tadi pagi membuat Ify jatuh cinta? Yatuhan… itu berarti Alvin sudah
kalah telak soal memenangkan hati Ify. Lantas bagaimana? Agh!
“Kenapa lo keluar?” Tanya Rio yang tiba – tiba sudah berada disamping Alvin. Entah sejak kapan Rio berdiri disitu.
Kata
– kata Rio barusan jelas membuyarkan lamunan Alvin. Alvin yang kaget,
berusaha menutupi kegelisahannya, “eh, lu yo.. ikut keluar
juga?”
“iya, didalem panas…” sahut rio.
Alvin tersenyum kecil, senyum yang sangat – sangat dipaksakan, “mm.. Gimana hubungan lo sama Ify?”
Rio menoleh, tak ada senyum diwajah tampannya, datar saja, “Hubungan apa?”
“ya, hubungan lo sama dia.. udah sejauh apa?”
Rio
tersenyum sinis, “Jangan gila deh, lo! Emangnya gue ada hubungan apa
sama tuh cewek? ntar kalo gue ada hubungan apa – apa, lo nonjok gue
lagi..!” ucap rio dengan nada menyindir.
Alvin gelagapan, ia tahu
Rio sedang menyindirnya soal kejadian diruang music, “Soal yang itu,
sorry yo! Gue gak maksud. Mm.. tapi bukannya lo suka sama dia?”
“Gak..”
Alvin bergeming, “Gak suka??”
Rio
menoleh, menatap Alvin dengan tatapan tajam, “ Tapi gue gak janji
bakalan tetep gak suka sama dia kalo lo gak mau perjuangin cinta lo....”
Alvin tertegun mendengar kata – kata Rio barusan, ia balas menatap Rio, tatapan yang tidak kalah tajamnya,
“Maksud lo?”
“Kayak tadi pagi..”
Alvin kembali tertegun, apa mungkin Rio tahu soal perasaannya? “Tadi pagi?”
“Udahlah
vin, gak usah membohongi perasaan lo sendiri…Coba jujur sama hati lo!”
Lagi – lagi Alvin tertegun, ia tidak pernah menyangka setiap kata – kata
yang keluar dari bibir Rio. Semua begitu tiba – tiba dan diluar dugaan,
“Gue… gue..” Ucap Alvin terbata – bata.
Rio tersenyum nakal, “Inget lho! Kalo lo gak mau perjuangin cinta lo ke Ify, tuh cewek biar buat gue…”
Kini
Alvin mengerti, kata – kata Rio merupakan sebuah tantangan sekaligus
ancaman untuknya. Ya, Mungkin Rio benar, mulai detik ini ia memang harus
memperjuangkan cintanya ke Ify,kalo nggak… pasti Rio caplok! Yakin lah
sumpah!
“Lo ngancem nih?” Tanya Alvin. Rio tertawa kecil, lantas
memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, “Yeah, of course. gak
keberatan kan?”
Alvin tersenyum kecil, ada keyakinan diwajahnya, “Lo tenang aja yo, gue gak akan biarin Ify jadi milik lo….”
@@@
“Ify!” Panggil seseorang.
Ify
menoleh, mencari sosok yang memanggil namanya,dan matanya menangkap
sosok Lintar, sikutu buku yang duduk dibelakangnya, “Eh, kenapa lin?”
Lintar membetulkan letak kaca matanya (ceritanya disini lintar pake kaca mata, yak!), “Itu, ada yang nyariin lo..”
“Hah? Siapa?”
“Lo liat sendiri aja, deh. Orangnya ada didepan pintu.” Jelas Lintar lantas berlalu dari Ify.
“Lintar bilang apa, fy?” Tanya Sivia yang memang sejak tadi tidak terlibat percakapan singkat antara Ify dan Lintar.
“Tau
tuh, katanya ada yang nyariin gue, lo ke kantin duluan aja ya, via..
ntar gue nyusul.” Ujar Ify, saat ini memang sedang waktu istirahat.
Sivia mengangguk, lantas beranjak dari kursinya, “duluan ya, Fy..” Sivia pun meninggalkan kelas.
Ify pun serupa, setelah merapikan buku – bukunya, ia pun keluar kelas, menemui orang yang mencarinya itu,
“Alvin!!” Seru Ify begitu melihat sosok Alvin yang berdiri di ambang pintu
kelas.
“hai, fy..”
Ify tersenyum kecil, ia tidak pernah menyangka seorang Alvin akan mencarinya kekelas, “tumben vin langsung kekelas, ada apaan?
Alvin
tertawa kecil, “Gak, gak ada apa-apa, gue Cuma mau ngajakin lo ke
kantin bareng, sekalian gue mau minta maaf soal kejadian tadi pagi,
sorry, harusnya gue nolongin lo..”
Ify tertegun mendengar
penjelasan Alvin, tapi kemudian menjawabnya, “ya ampun vin, gak apa –
apa kali.. lagian kan udah ada Rio!” seru Ify.
Ify kembali
tertegun, tapi kali ini bukan karena jawaban Alvin, melainkan karena
jawaban yang keluar dari mulutnya sendiri. Apa? Barusan dia ngomong apa!
Sudah ada Rio? Hah? Rio? Ifykaget setengah mati, kenapa bisa ify
berkata seperti itu. Tadi pagi memang Rioyang menyelamatkannya dari
insiden tadi pagi, tapi… kenapa Ify harus mengingat lagi apa yang
dilakukan Rio? Pelukan itu, belaian itu… agh! Ify buru – buru
menggelengkan kepalanya untuk mengusir bayangan rio.
@@@
“ya
ampun vin, gak apa – apa kali.. lagian kan udah ada Rio!” seru Ify.
Alvin tak bergeming, tiba – tiba saja ia merasakan denyut nadinya
melemah, dadanya sesak. Apa? Ify barusan bilang apa? Sudah ada Rio? Oh,
no.. apa ini berarti Alvin sudah terlambat?
“Eh, vin.. maksud gue..”
“Gue ngerti kok, fy..” Ucap Alvin yang tak sanggup mendengar penjelasan Ify tentang Rio.
Ify mengangguk lemah, terlihat ada sebuah penyesalan diwajah manisnya.
“Ya udah Fy, ke kantin aja yuk… gue udah laper!” Ajak Alvin.
@@@
Sivia
sampai dikantin yang sudah dipadati para siswa – siswi yang hendak
memenuhi permintaan perut. Sivia melihat kesekeliling, dia bingung mau
membeli apa? Dan akhirnya ia memutuskan untuk membeli mie ayam.
Sivia pun akhirnya menghampiri stand mie ayam yang terletak dipojok kantin.
“bu,
mie ayam satu ya..” ucap Sivia, tapi bukan hanya sivia, ada suara lain
yang juga mengatakan hal yang sama, secara berbarengan.
Sivia menoleh, dan matanya mendapati sosok Gabriel yang juga tengah berdiri di depan stand mie ayam, tepatnya disebelah sivia.
“Via..”
“Iel..”
Mereka berdua bertatapan, lantas serentak tertawa.
“Kamu beli mie ayam juga, via?”
"Iya, kamu juga toh.. masih suka mie ayam?”
Gabriel tertawa kecil, “ Iya, kamu kok masih inget aja sih makanan kesukaan ku waktu kecil..”
Sivia
ikut – ikutan tertawa, perlahan rasa canggung diantara keduanya mulai
mencair, “Iya lah, wong tiap sore kamu ngajak aku ke warung mie ayam pak
min..”
Gabriel menyeringai,“oh, iya ya, abis enak sih vi! Masih ada gak ya warungnya? Kapan – kapan kita kesana lagi, yuk..”
Sivia tersenyum, “Boleh..”
“Ini dek, mie ayamnya..” Ucap sipelayan penjaga stand mie ayam.
Gabriel dan Sivia menoleh, lantas meraih mangkok mie ayam mereka masing – masing.
Sivia mengeluarkan uang dari sakunya, “ini mba uangnya…”
“Eh, gak usah vi, biar aku bayarin aja..” seru Gabriel.
“Lho? Gak usah, iel. Aku bayar sendiri aja..”
“Gak usah, aku aja..” Seru Gabriel seraya mengeluarkan uang dari saku celananya, lantas menyerahkan uang itu kepada si pelayan.
“Kamu tuh dari dulu, kalo kita makan mie ayam, pasti kamu yang bayarin..” ucap Sivia.
Gabriel tertawa kecil, “Ya udah, lain kali kamu deh..” sahut Gabriel seraya meraih mangkok mie ayamnya,
“Mau
dimana nih?” Tanya Gabriel. Sivia melihat sekeliling, “Disitu aja..”
sahut Sivia seraya menunjuk sebuah meja kosong yang terletak ditengah
kantin. Bangku yang lain sudah penuh.
Sivia dan Gabriel akhirnya
menghampiri meja yang tersisa itu, mereka duduk berhadapan. Sejujurnya,
Sivia merasa bahagia. Sudah lama ia tidak mengobrol ria dengan temanmasa
kecilnya itu. Semenjak… ah, sudahlah!
“Via, itu bukannya Alvin sama Ify?” seru Gabriel tiba – tiba.
Sivia
mengangkat kepalanya, lantas matanya mengikuti arah yang dimaksud
Gabriel, dan benar saja, Ada Alvin dan Ify yang sedang memasuki
kantin.
@@@
Ify
melangkah memasuki kantin, siang ini ada yang berbeda, kali ini ada
Alvn disampingnya. Tapi, entah kenapa Ify justru tidak merasakan lagi
degupan jentungnya yang bergitu hebat tiapkali bertemu Alvin seperti
biasanya. Rasa itu seakan hilang, tergantikan oleh rasa lain, entah
apa..
“Ify!!” Panggi seseorang.
Ify mengangkat kepalanya,
mengarahkan pandangan kesumber suara, Ify kaget melihat sosok sivia yang
sedang duduk disalah satu meja kantin, bersama… Gabriel? Benar. Itu
memang Gabriel.Ify menggerutu dalah hati, kenapa juga ia harus bertemu
dengan Sivia disaat ia sedang bersama Alvin?
Gabriel melambaikan
tangan, memberikan kode agar Alvin dan Ify bergabung dimejanya, dan
Alvin pun langsung bereaksi, “Fy, gabung sama mereka aja, gimana?”
Ify menoleh, menelan ludah, lantas tersenyum kecil, setengah hati ia menjawab, “Oh, ya udah..”
Tanpa ragu lagi Alvin pun menghampiri
meja Gabriel dan sivia, sementara
dibelakangnya,
Ify masih enggan untuk menghampiri meja itu. Menyadari Ify yang tak
kunjung melangkah, Alvin pun kembali menghampiri Ify..
“Fy, ayo! Yee.. nunggu dilemparin rempeyek dulu lo?” seu Alvin, mencoba bercanda.
Ify menyeringai, berusaha untuk tersenyum, “Eh, map Vin, ayo, ayo..”
@@@
“vin..”
Sapa Gabriel begitu Alvin and Ify sampai dimejanya. Alvin langsung
mengambil posisi disebelah Gabriel. Sementara Ify tampak ragu untuk
duduk disamping sivia.
“Aduuh, yang sekarang ke kantin aja udah
berduaan. Ehem..ehem.. gila, udah sampe sejauh ini? Kok lo gak pernah
cerita sih Fy sama gue?” ledek Sivia.
Ify nyengir kuda, lantas meninju pelan pundak sivia, “apaan sih, via!” Ujar Ify salting.
Sivia
berdehem, tapi kemudian mengalihkan pandangan ke Alvin, “Vin, awas ya
kalo sampe lo bikin sahabat gue nangis! Gue kerek ditiang bendera lu!”
Ancam Sivia.
Alvin tertawa lepas, disampingnya, Gabriel juga ikut tertawa.
“Sivia! Apaan sih, lo!” UJar Ify lantas duduk disamping Sivia.
Gabriel
terkekeh, lantas merapatkan posisi duduknya dengan Alvin, “Weits, vin,
lo mau dikerek ditiang bendera noh! Selamat ya men, akhirnya impian lo
sejak orok terwujud juga…” Ledek Gabriel seraya merangkul pundak Alvin.
Alvin
yang merasa terhina, ‘mana ada orang yang punya impian dikerek ditiang
bendera!’, langsung melepaskan rangkulan Gabriel tanpa rasa kasihan.
Dihadapan mereka, sivia dan Ify ngakak puas,
“Eh, Fy, lo mau makan apa?” Tanya Alvin.
Sivia berdehem, lantas menyikut pinggang Ify, “Tuh fy, ditanya sama yayang Alvin mau makan apa!”
Ify melotot, tapi tidak berkata apa. apa, sementara sivia terkekeh,
“Udahlah vin, Ify mah asal makannya bareng sama lo makan apa aja jadi.. batu kali juga ditelen!” Tambah Sivia.
Ify melotot lagi, “Sivia! Lo tuh ya..”
Alvin dan Gabriel kembali terkekeh, “Jadinya mau makan apa, Fy?” Tanya Alvin lagi.
Ify tersenyum kecil, “ apa aja, deh..” “How about a bowl of meatball?” Tanya Alvin ragu.
“Duuh, romantis banget sih pake bahasa inggris segala….” Ledek Sivia, lantas memasukkan sesuap mie ayam kedalam mulutnya.
“Ohoho,
so sweeeet..” tambah Gabriel lengkap dengan gaya manjanya. Alvin geram,
ia akhirnya berdiri dari kursinya, “Gue beliin bakso aja ya, Fy..”
Ify mengadahkan kepalanya, menatap Alvin, lantas mengangguk.
@@@
Tadi
kan Gabriel dan Sivia udah ketemu dikantin, Alvin sama Ify juga udah ke
kantin bareng, Masih kurang satu pasangan lagi nih, Rio dan Ray. Piece!
Piece! Khusus yang satu ini asli gak ada hubungan apa – apa, pure
temenan, oke?
Rio
dan Ray bergegas memasuki kantin, keduanya melangkah dengan santainya.
Tapi saat sampai didepan kantin, Rio menghentikan langkahnya, ada
perasaan enggan . Rio menghela nafas panjang,matanya menangkap sosok Ify
yang sedang bersama… Alvin. Bahkan dimeja yang samajuga ada Gabriel dan
sivia. Entah kenapa, Rio merasa ragu untuk bertemu dengan Ify, bukan
karena ia meragukan perasaannya pada gadis itu, hanya karena… sudah ada
Alvin disisi Gadis itu. Ada keraguan dihatinya…Rio tentu tidak lupa
pada janjinya sendiri untuk memberikan Alvin kesempatan..
“Yo,
kok berhenti? Ngape?” Tanya Ray. Rio membuang pandangan, berusaha
menyembunyikan isi hatinya, “Gak, gak apa – apa. Gue gak jadi kekantin,
Ray. Lo sendiri aja.”
Alis ray terangkat, matanya melukiskan tanda Tanya, “Hah? Emang ngape yo?”
“Udah, gak usah cerewet! Gue mendadak kenyang,”
“Lah?
Bisa begitu! Kesambet apaan lu, yo! Mau dong gue, enak banget gak usah
makan langsung kenyang…” Rio mendengus kesal, tapi tidak menjawab apa
–apa. Pandangannya kembali tertuju pada meja Ify.
“Ooh, gue tau, pasti gara – gara ada tuh cewek kan?” Tebak Ray.
Rio membuang pandangan, menatap Ray kesal, “ cewek? Siapa?”
“Si Ify kan..”
“terserah lo, deh. Udah yak, gue balik..” Jelas Rio seraya membalikkan badan lantas melangkah pergi, keluar kantin.
@@@
“Nih fy. Baksonya..” Ujar Alvin seraya menyodorkan semangkok bakso kehahadapan Ify. Ify menoleh, “Oh, iya vin, Makasih ya..”
Alvin
lantas kembali mengambil posisi disamping Gabriel yang sudah
menghambiskan sebagian isi mangkok mie ayamnya. Sementara Ify, dengan
segenap hati menambahkan saos kedalam mangkok baksonya, mengaduk
sebentar, lantas memasukkan sebuah bakso kedalam mulutnya.
“Weits,
lagi pada ngumpul? Asik.. Asik.. gue gabung yak!” Seru Ray yang baru
saja sampai dimeja Alvin, Gabriel, Ify, Dan sivia. Ify nyaris tersedak
melihat kemunculan Ray yang tiba – tiba, sementara Ray yang merasa tidak
berdosa langsung duduk disamping Alvin.
“Weh, Ray!”Sapa Gabriel, mulutnya masih penuh dengan mie ayam.
Ray
memberikan senyuman kecil pada Gabriel sebagai balasan sapaan, lantas
Ray merebut sendok dimangkok Bakso Alvin, dan dengan ganas memasukkan
bakso milik Alvin kedalam mulutnya. Alvin melotot, ia tidak terima satu
baksonya akhirnya masuk kedalam mulut Ray,
“gabung sih gabung.. jangan asal comot napa!”
Ray menyeringai, “ya elah, yayang Alvin… bagi satu doang masa gak boleh..” Sahut Ray manja.
Alvin melotot lagi, kali ini ditambah dengan satu tinju dipundak Ray,
“Yayang, yayang, Pale lu peang!”
Ray nyengir kuda, tapi tidak membuka mulut untuk memberikan pembelaan.
“Rio mana Ray?” Tanya Gabriel.
Ify
yang sedari tadi asyik dengan baksonya langsung mengangkat kepala. Rio.
Entah kenapa, sekarang ia selalu merasa jantungnya berdegup kencang
tiap kali mendengar nama cowok itu..
“Tau tuh. Tadi sih kesini bareng gue, tapi baru sampe depan, eh, dia gak jadi masuk..” jelas Ray.
Mata Ify membelalak, apa? Jadi tadi Rio udah kesini? Tapi kok..
“Lah, emang kenapa?” Tanya Gabriel lagi.
Ray mengangkat bahu, “mana gue tau, panggilan alam kali… Mules!”
Gabriel terkekeh, sementara yang lainnya larut dalam pikirannya masing – masing.
“Serius Ray!” Ujar Alvin dingin.
“Ya, mana gue tau. Tadi sih dia sempet ngeliat kemeja lo ini, terus dia balik..” jalas Ray.
Sivia ikut angkat bicara, “ ngeliat Ke meja ini?”
Ray menganggukan kepalanya, “iya, kayaknya sih dia ngeliat lo deh, Fy? Ify kan nama lo?”
Ify tertegun begitu Ray menyebut namanya, Ify lantas menganggukan kepalanya.
“Ngeliat gue?”” Tanya Ify ragu.
Ray mengangguk mantap, “Iya, tau tuh anak, ngeliat lo kok kayak ngeliat dedemit! Langsung kabur aja..”
Ify jelas terkejut mendengar penjelasan Ray, apa? Bagaimana bisa hanya karen melihat dirinya Rio tidak jadi memasuki
kantin. Memang kenapa dengan Ify? Ada yang salah? Aneh! Padahal tadi pagi…
“Lo salah liat kali, ray..” Ujar Alvin.
Ray
menoyor kepala Alvin, “yeh, dodol! Lo kata mata gue udah katarak!
Beneran, gue gak mungkin salah. Dia itu emang ngeliat Ify, terus pergi
gitu aja..”
“Dia gak ngomong apa – apa?” Tanya Ify penasaran.
Ray
menggeleng, “Gak tuh, dia cuma bilang dia mendadak kenyang. Emang aneh
sih, padahal tadi pagi dia semangat banget nolongin lo kan, fy?”
Ify
menelan ludah, kata – kata Ray barusan benar – benar menohok hatinya?
Kenapa juga harus ada orang yang mengingatkannya pada kejadian
tadipagi? Tapi, harus Ify akui, Ray ada benarnya juga.
“Nolongin gimana maksud lo?” Tanya Sivia penasaran, ia memang tidak mengetahui dengan jelas kejadian tadi pagi.
Kali
ini Gabriel yang angkat bicara, “Lho? Emang lo belom tau via? Tadi pagi
kan waktu Ify lagi dikerjain abis – abisan sama anak – anak satu
sekolah, Rio yang nolongin dia, Rio yang bawa Ify keluar dari keributan
itu..”
Sivia tersedak mendengar penjelasan Gabriel, apa? Jadi Rio
yang menolong Ify tadi pagi. Tanpa disadari, Sivia menghela nafas
panjang, ya tuhan.. kenapa harus Rio? Jangan – jangan.. Sivia buru –
buru menggelengkan kepalanya untuk kembali memusatkan perhatiannya.
“beneran, fy?” Tanya Sivia.
Ify menoleh kearah Sivia, lantas tersenyum kecil, senyum yang terlihat sangat dipaksakan.
“Lo kok gak cerita sama gue sih, Fy?” Tanya Sivia lagi.
“Ya, gue pikir itu gak penting buat lo, jadi..” sahut Ify.
“Jadi
apa??” Tanya Sivia dengan nada bicara yang mulai naik. Gabriel yang
menyadari suasana dimeja itu mulai panas, langsung bereaksi, “ eh,
udahlah, lupain dulu si Rio. Mending kita makan aja, nanti baru dibahas
lagi. Oke, guys?”
Mendadak suasana dimeja itu hening, tidak ada
yang sudi membuka mulut. Tanpa sadar, Sivia menghela nafas panjang,
lantas menoleh pada Ify, “Sorry Fy, tadi gue emosi..”
Ify menoleh, “Gak apa – apa via, gue juga yang salah gak cerita sama lo.”
Ray
menyeringai, menunjukkan barisan gigi putihnya, “Naaaahhhhh, gitu dong,
aku bahagiaaaaaa…!” Ray terpaksa menghentikan kalimatnya karena
tersedak oleh bakso yang disumpalkan Alvin ke mulutnya. Bukannya marah,
Ray malah menoleh pada Alvin, lantas tersenyum manja, tangannya mengelus
pundak Alvin dengan segenap hati, “Duuh, yayang Alvin romantis banget
sih pake suapin segala… jangan disini ah, malu tau!” Seru Ray dengan
mempraktikan gaya seorang cewek manja denagn kekasih tercintanya.
Alvin melengos, merinding melihat gaya Ray yangasli gak ada bagus – bagusnya,
“Apaan sih lu, Ray! Wah, homo lo udah akut, tuh..”
Gabriel,
Ify, Dan Sivia terkekeh melihat ulah Ray dan Alvin. Tapi tetep saja ada
sesuatu yang mengganggu pikiran Ify. Ify mengerti, hati kecilnya
berontak. Entah kenapa, tiba– tiba saja Ify merasakan ingin sekali
bertemu Rio sekarang juga. Ia ingin bertanyalangsung pada cowok itu, ada
apa sebenarnya? Kenapa Rio malah menghindardari Ify? Apa salahnya? Apa
mungkin Karena kejadian tadi pagi? Tapi, bukannyaitu murni kemauan Rio
untuk menolong Ify. Lantas kenapa sekarang rio malah menghindar disaat
Ify mulai merasakan ada rasa yang lain dihatinya saat melihat cowok
itu.. ada rasa yang memiliki makna lebih dari sekedar kata – kata. Entah
apa.. yang jelas yang Ify rasakan adalah ia ingin bertemu rio sekarang
juga. Ify melirik Alvin, mencuri pandang kearah cowok itu, ya tuhan…
betapa indahnya sosok Alvin dimata Ify.
Alvin bahkan nyaris
sempurna untuk Ify. Tapi kenapa ia sama sekali tidak merasakan getaran –
getaran dihatinya seperti dulu, apa? Ify sudah berpindah hati? Gak
mungkin semudah itu, ya, Ify masih menyukai Alvin. TApi bagaimana dengan
Rio? Apa nama perasaan ini?
“fy..” Panggil Alvin membuyarkan lamunan Ify.
Ify terkesiap begitu Alvin memanggil namanya, “Kenapa, vin?”
Alvin tak menjawab, malah Sivia yang bereaksi, “Yee.. Fy, dari tadi tuh lo gak ngedip ngeliatin si Alvin? Lo kenapa sih?”
Ify
tertegun mendengar penjelasan Sivia. Sementara empat pasang mata
lainnya menatapnya tajam, mencari jawaban. Ify menghela nafas panjang,
ya tuhan.. apa yang sudah dilakukannya barusan? Gak ngedip ngeliatin
Alvin? Oh, Ify berharap sungai nil mengering sekarangjuga , dan ia bisa
bersembunyi didasar sungai itu, ia ingin cepat – cepat pergi dari meja
ini, tanpa seorang pun tahu. Sivia sekalipun. YA tuhan, Ify malu
setengah mati..
“mm.. Gue kekamar mandi bentar, ya.. kebelet.”
Ujar Ify lantas bangkit dari kursinya. Tanpa menunggu jawaban, Ify pun
lantas ngibrit keluar kantin dengan rasa malu tiada tara.
@@@
Malam harinya…
Sivia
mematut dirinya didepan kaca, menatap tajam bayangannya sendiri. Ada
kegelisahan diwajahnya. Dengan perlahan tapi pasti Sivia meraih
ponselnya, lantas mencari satu nama diantara sederet nama dalam daftar
kontaknya, setela menemukan satu nama yang memang dicarinya, Sivia
menempelkan ponselnya ketelinga. Tanpa perlu waktu lama,yang diseberang
sana sudah menjawab,
“Halo, iel? Kita bisa ketemu sekarang?” Tanya Sivia datar.
@@@
Sivia
sampai disebuah taman, tempat ia dan Gabriel sudah janjian untuk
bertemu. Sudah ada Gabriel, cowok tampan itu sedang duduk manis disalah
satu kursi ditengah taman. Sivia segera menghampiri Gabriel, lantas
duduk disamping cowok itu.
“Kita ngapain janjian disini sih, via? Kan banyak nyamuk…” Seru Gabriel. Sivia tersenyum kecil, “kita gak bakal lama, kok..”
Gabriel mengangkat alis, lantas menganggukan kepanya, meskipun belum mengerti maksud Sivia.
“Yel…”
“Ya..” sahut Gabriel.
Sivia
menghela nafas panjang, menatap Gabriel sebentar, lantas kembali
menatap lurus kedepan, “Maaf kalo udah buat lo nunggu terlalu lama..”
Gabriel tertegun mendengar kata – kata Sivia, kalimat yang singkat, tapi jelas menyimpan banyak makna,
“Maksud lo?”
“Maaf gue gak bisa membalas perasaan lo..”
Lagi
– lagi Gabriel tidak mengerti, “gue gak ngerti, via.. maksud lo..”
Gabriel terpaksa menghentikan kalimatnya karena tiba – tiba saja Sivia
meletakkan kepalanya diatas pundak Gabriel.
Gabriel yang shock tidak bisa berkata apa - apa, mulutnya bungkam seribu bahasa, namun tetap merasa nyaman..
“Rio, el..” Ucap Sivia.
“Rio?” Tanya Gabriel tidak mengerti.
“Rio jawaban dari semua pertanyaan kamu selama ini..”
Gabriel tertegun, Rio? Apa mungkin…
“Maksud kamu?”
“Cuma Rio…” Ucap Sivia, lantas meletakkan satu tangannya didepan dada (hati), “Yang ada disini…” sambung Sivia.
No comments:
Post a Comment