Deva: Cuma Lo yang Bisa Bikin Gue Jatuh Cinta
“Devaa!! Banguun!
Mentang-mentang liburan jangan seenaknya lo bangun siang! Bantuin gue!!”
di pagi hari, Ify sudah mulai teriak-teriakan membangunkan adiknya
Deva, yang sampai sekarang jam Sembilan pagi, masih berada di dalam
selimut.
“Aduuh, Kekee…aku tahu kamu kangen banget sama aku,
gara-gara gak ketemu selama liburan, sini sama Oppa…” Deva yang sedang
mengigau menarik tangan Ify.
“Deva sedeeng!! Gue bukan Keke! Gue kakak lo! Kak Rioo toloong!!” teriak Ify yang masih mencoba melepaskan tangannya dari Deva.
“Apaan sih ribut-ribut!” keluh Rio yang baru masuk ke kamar Deva.
“Kak Rioo…bantu guee..” rengek Ify.
“Dev, sadaar!! Dia bukan Keke! Dia kakak lo!!” Rio menampar-nampar pipi Deva (??).
“Aduh!”
Deva meringis dan membuka matanya, matanya langsung melotot begitu
melihat tangannya memegang tangan Ify dan hampir menyerangnya (gak bagus
banget bahasanya).
“Heh! Ngapain gue megangin tangan lo, Kak! Elo mau ngapain gue?” seru Deva sambil melepas tangan Ify.
“Adanya juga elo yang mau ngapain gue, gila!” seru Ify.
“Kak Rio emang gue ngapain?” tanya Deva pada Rio.
“Lo mau nyerang kakak lo,” jawab Rio singkat. Deva mangap.
“Ha? Gak mungkin! Najong tralala gue mau nyerang dia!” seru Deva tak terima.
“Yang namanya orang ngigo itu kagak sadar, norak!” seru Ify sambil menoyor kepala Deva. Deva manyun.
“Bantuin gue cuci mobil Papa!!”
“Gue ada janji sama Keke mau ke Mall nemenin dia nyari kado buat Acha jam sepuluh!” tolak Deva.
“Hah? Lo bilang jam sepuluh?” tanya Ify.
“Iya!”
“Liat tuh jam dinding!!” suruh Ify. Deva melihat kearah jam dinding, matanya melotot.
“HA!!
JAM SEPULUH LEWAT 15!! MAMPUS GUEE!!” Deva langsung loncat dari tempat
tidurnya dan langsung melesat menuju kamar mandi yang ada di kamarnya.
“Woi! Lo berdua keluar!” usir Deva.
“Haaa…pagi-pagi udah ribut…” gumam Rio sambil berjalan menuju pintu.
“Kak Rioo…” panggil Ify. Rio menengok kebelakang.
“Apa lo?”
“Bantuin gue cuci mobil yuuk…sebagai pacar lo harusnya bantuin gue…” kata Ify sambil nyengir.
“Apaan? Ogah! Gue mau pulang kerumah, bonyok udah pulang dari luar kota!” tolak Rio.
“Kak Rio maah, bantuin Ify doong!” rayu Ify.
“Ogah!”
***
Keke mulai merasa suntuk. Sudah 15 menit lewat dari jam janjian, Deva masih belum datang untuk menjemputnya. Keke melengos.
“Kemana sih, Deva…kalo gitu aku pergi sendiri aja…” keluh Keke.
Keke terus melirik jam tangan warna ungunya. Sesekali ia juga menengok kearah luar rumah dari teras. Keke mulai sedikit kesal.
TIIIN…TIIIN…
Keke
menengok kearah pagar rumah, mobil Honda Jazz putih yang sangat
familiar baginya sudah berada di depan rumahnya. Keke membuka pagar
rumahnya, dan memasang muka bête.
“Ke, maaf aku telat, aku kesiangan!” seru Deva yang baru saja keluar dari mobil.
“Kesiangan?? Basi tau, Dev alasan kamu, pasti kamu selalu telat,” keluh Keke.
“Maaf ya, kamu kan tahu aku susah bangun pagi kalo liburan,” kata Deva.
“Tapi gak gini juga kali, Dev!”
“Yaudah, masalah sepele! Ayo masuk,” suruh Deva sambil membuka pintu mobilnya untuk Keke.
Mobil Deva mulai menyusuri jalanan kota Jakarta. Sesekali Deva melirik Keke yang masih memasang wajah cemberut.
“Ke, jangan cemberut gitu dong, ini kan masalah sepele,” kata Deva.
“Aku gak cemberut kok!”
“Kalo nggak cemberut, kenapa bibir kamu manyun gitu?” tanya Deva.
“E…emang bibir aku kayak gini,” kata Keke ngeles. Alasan Keke membuat Deva terkekeh.
Begitu
melihat tawa Deva, muka Keke sedikit memerah, ia merasa senyuman Deva
sangat manis. Sejak Keke memutuskan untuk berhenti menyukai Rio, dan
mencoba untuk menerima Deva, pikiran dan hati Keke selalu dipenuhi oleh
bayang-bayang Deva. Ia merasa bersyukur bisa melupakan rasa sukanya pada
Rio karena Deva.
“Kenapa, Ke?” tanya Deva.
“Eum, nggak kok, jangan liat kesini! Liat ke depan! Ntar nabrak pohon!” seru Keke.
“Haha…Keke, Keke…lucu banget sih kamu!” Deva mencubit pipi Keke yang agak tembem.
“Sakiit, Devaa! Ntar aku colok mata kamu!” seru Keke.
“Jangan! Mata belo merupakan daya tarik seorang Anak Agung Ngurah Deva Ekada Saputra!” kata Deva.
“Masih aja narsis, Dev!”
Mereka
pun memutuskan untuk mencari kado buat Acha di Grand Indonesia. Mereka
berdua masuk dari toko ke toko lain. Tibalah mereka di sebuah butik, dan
Keke mengambil sebuah scraff berwarna biru.
“Dev, ini bagus gak buat Acha?” tanya Keke.
“Hm? Bagus,” jawab Deva.
“Apa beli ini aja buat Acha?” tanya Keke.
“Terserah kamu,”
“Loh kok terserah? Aku paling gak suka kalo aku minta pendapat jawabannya ‘terserah’,” keluh Keke.
“Jadi kamu maunya aku kayak gimana, Gabriel Angeline??” tanya Deva.
“Yaaah, pokoknya aku gak mau jawaban terserah!” jawab Keke. Deva mendesah.
“Yaudah, beli itu aja, Acha kayaknya cocok pake itu,” jawa Deva dengan nada paksa.
“Mbak, saya mau beli yang ini!” kata Keke sambil memberikan scraff itu pada seorang penjaga toko.
“Haah…cewek emang susah dimengerti,” gumam Deva.
“Kamu ngomong apaan, Dev?” tanya Keke.
“Ah, nggak, tadi ada alay lewat di depan,” jawab Deva ngeles sambil nyengir.
‘Untung kagak denger…’ batin Deva.
Setelah
membeli scraff untuk Acha, mereka pun makan di sebuah restoran sambil
melepas lelah karena sudah berkeliling lama di GI. Sambil menunggu
pesanan mereka, mereka mengobrol tentang apa saja yang bisa mereka bisa
bahas.
“Dev…” panggil Keke.
“Kenapa, Ke?”
“Gimana hubungan Kak Ify sama Kak Rio?” tanya Keke. Deva tertegun.
“Kamu masih suka sama Kak Rio?” tanya Deva balik. Sukses membuat pipi Keke merah merona.
“Bu…bukan kayak gitu, Dev…” jawab Keke gelagapan.
“Aku gak marah kok, kalo kamu masih suka sama Kak Rio, cinta pertama kan emang susah dilupain kan?” gumam Deva.
“Aku
bukannya masih suka sama Kak Rio, aku cuma nanya doang kok, sekarang
kan aku udah suka sama cowok lain,” gumam Keke sambil menyembunyikan
wajahnya yang makin memerah. Deva terdiam.
“Hah? Siapa?? Kok kamu gak bilang?? Aku kan pacar kamu, Ke!” seru Deva.
Keke mengangkat alis, dan langsung tertawa ngakak.
“Kamu kenapa, Ke?” tanya Deva.
“Kamu gak tahu siapa yang aku maksud??” tanya Keke.
“Gak tahu,” jawab Deva polos.
“Deva,
Deva…kok kamu jadi cowok polos banget sih, maksud aku cowok yang aku
suka itu…kamu, Dev…” kata Keke dengan suara kecil. Kali ini bukan wajah
Keke yang memerah, tapi wajah Deva yang memerah. Baru kali ini Keke bisa
membuat wajah Deva berubah menjadi merah. Alhasil Deva jadi salting sendiri.
“Aduh, jadi malu, Ke…” gumam Deva.
“Haha,” Keke hanya tertawa begitu mendengar jawaban Deva.
Kemudian Keke merasa ada seseorang yang sedaritadi memperhatikan mereka
sejak
mereka datang sampai saat mereka mengobrol. Keke menengok kebelakang.
Seorang gadis cantik berambut panjang memperhatikan mereka berdua.
“Kenapa, Ke?” tanya Deva.
“Ah, nggak kok,” jawab Keke.
Tiba-tiba
gadis yang duduk sendirian itu, bangkit dari tempat duduknya dan
menghampiri mereka berdua, Deva dan Keke memandang gadis itu. Gadis itu
tersenyum manis kearah Deva.
“Kamu Deva kan?” tanya gadis itu.
Deva mengangkat alis. Ia tak mengenal gadis itu.
“Lo siapa ya? Lo kenal gue?” tanya Deva balik. Gadis itu mendengus.
“Dev, kamu kenal?” tanya Keke. Deva menggeleng.
“Deva, masa kamu lupa sama aku? Aku Iley!” seru gadis yang bernama Iley itu.
“Iley? Iley temen SD gue yang pendek itu?” tanya Deva.
“Oh,
meskipun aku enggan dibilang pendek, tapi aku akuin…iya aku Iley yang
pendek, temen sebangku kamu,” jawab Iley. Deva langsung bangkit dari
tempat duduknya, ia melihat dari atas kebawah penampilan Iley. Deva
merasa takjub dengan perubahan drastis Iley.
Iley yang dulunya
berbadan kecil dan mungil seperti boneka, sekarang tumbuh menjadi gadis
cantik berpostur tubuh proposional layaknya seorang model.
“Gila lo, Ley! Lo jadi cakep banget!” seru Deva.
“Ahaha, hebat kan?Kamu juga tambah ganteng, Dev,”
“Kalo Ray liat, dia bakal pingsan kali! Duduk, Ley!” kata Deva.
“Kenalin ini cewek gue, Ley. Namanya Keke,” kata Deva. Iley mengulurkan tangannya dan tersenyum manis.
“Aku Iley, temen SDnya Deva,” kata Iley.
“A…aku Keke,”
Keke
merasa minder. Jika dibandingkan dengan Iley yang cantik, Keke tidak
ada apa-apanya. Keke merasa bahwa ia kalah cantik dengan Iley. Pantas
saja Deva terlihat sangat antusias dengan Iley. Keke merasa diacuhkan.
“Ley, lo sekolah dimana?” tanya Deva.
“Aku sekolah di Jerman, sekarang kan lagi liburan, yaudah aku pulang ke Indonesia,” jawab Iley.
“Gimana karier lo sebagai pianis?” tanya Deva.
“Hhm,
lumayanlah aku sering ngadain resital, atau menjadi opening buat
concert, sekarang aku Indonesia selain buat liburan, aku juga bakal jadi
bintang tamu di pesta ulang tahun salah satu sekolah di Jakarta, gue
lupa nama sekolahnya,”
Keke mulai merasa jengkel, sudah 20 menit Keke diacuhkan, ia merasa seperti obat nyamuk bagi Deva dan Iley.
“O, iya, aku udah dijemput, Dev. Aku duluan ya,” kata Iley.
“Siip, kapan-kapan kita ngobrol lagi, liburan masih panjang Ley!”
“Ke, aku duluan ya,” ujar Iley. Keke tersenyum masam.
Perlahan-lahan sosok Iley mulai hilang dari pandangan mereka.
“Itu
temen SD aku Ke, dulu tuh sumpah pendek banget, Ray dulu sering banget
ganggu dia, kalo Ray liat Iley yang sekarang, dia bakal nyesel,” kata
Deva. Keke hanya diam saja, ia hanya mendengar cerita Deva tentang Iley.
Selama di mobil, Deva hanya bercerita tentang Iley. Iley, Iley,dan Iley tak ada topik pembicaraan lain selain Iley.
“Iley itu dulu…”
“STOP!!”
Deva langsung menutup mulutnya begitu mendengar seruan Keke.
“Kenapa sih daritadi ngomongin Iley terus? Gak ada topik lain apa?” keluh
Keke.
“Maaf, Ke. Yaudah aku gak usah cerita lagi,” gumam Deva yang sekarang lebih berkonsentrasi menyetir.
Sampai
di depan rumah Keke, Keke langsung keluar dari mobil Deva tanpa
menghiraukan Deva. Deva mengejar Keke dan menarik tangannya.
“Ke, kamu kenapa sih?” tanya Deva.
“Gak papa, aku cuma kesel aja, mending kamu pulang aja,” kata Keke.
“Tapi, Ke..”
“Udah, kamu pulang aja! Aku butuh waktu buat sendiri!” seru Keke.
Keke
langsung masuk kedalam rumahnya. Deva hanya berdiri mematung di depan
pintu rumah Keke. Deva tak mengerti apa yang terjadi pada Keke. Deva
memang kurang peka pada Keke, karena Keke memang jarang menyatakan
perasaannya, lebih sering menyembunyikannya dalam hati. Deva
mengeluarkan handphonenya dan mulai mengetik pesan singkat.
To: Keke
Besok prom kan?
aku jemput kamu jam 7,
***
Keke
langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Ia merasa sangat lelah
hari ini, semua perasaanya mulai campur aduk di dalam hatinya, rasa
senang, bahagia bercampur dengan rasa kesal dan cemburu. Yang pertama
kalinya ia merasa senang karena bisa menghabiskan waktu bersama
laki-laki yang disukainya, kemudian berubah menjadi rasa kesal dan
cemburu begitu seorang gadis yang tidak dikenalnya datang dan merebut
perhatian Deva darinya. Keke bangun dari tidurnya dan menyetel radio.
Tidak
ada siaran yang bagus, menurutnya. Keke mematikan radio itu, dan
mencoba untuk tidur supaya ia bisa melupakan kejadian hari ini.
***
Ruang keluarga
“Fy, udah ngajak Kak Rio belom?” tanya Shilla.
“Ngajak kemana?” tanya Ify.
“Ke neraka, puas lo?” tanya Sivia. Ify langsung manyun.
“Ke
acara ulang tahun sekolah cantiik, temanya itu prom, jadi harus dateng
bareng pasangan, ini acara buat warga sekolah dan alumni,” tutur Shilla.
“Kok gue gak tahu ya?” tanya Ify.
“Lo idup di jaman apaan sih? Kok bisa gak tau?” tanya Sivia.
“Jaman batu!” celetuk Ify.
“Pokoknya lo harus ajak Kak Rio,” kata Shilla.
“Oke,” gumam Ify.
Saat
mereka sedang mengobrol, terdengar suara pintu dibuka, mereka menengok
kearah pintu. Deva masuk dengan muka kusut dan jalan gontai.
“Dev, kenapa lo?” tanya Ify.
“Nggak papa kok, cuma capek aja,” gumam Deva.
“Yaudah tidur aja sono,” suruh Ify.
Deva
pergi kekamarnya yang ada di lantai dua, begitu ia membuka pintu
kamarnya, Deva baru sadar bahwa kamarnya belum sempat dirapihkannya tadi
pagi. Deva merebahkan badannya di kasur. Deva mengeluarkan handphonenya
dan mencoba menelpon Keke.
TUUT…TUUT…
“Halo?”
“Keke?”
“Kenapa, Dev?”
“Maafin aku ya, tadi…daritadi aku ngomong soal Iley terus,” gumam Deva.
“Nggak
papa kok, justru aku yang minta maaf, aku kebawa emosi, padahal kamu
baru aja ketemu sama temen SD kamu, terang aja kamu antusias banget,”
Begitu Deva mendengar kata-kata itu, bibirnya menyunggingkan senyum. Ia bernapas lega.
“Gak papa, Ke…besok aku jemput kamu jam tujuh ya,” gumam Deva.
“Iya, aku tunggu ya,”
Deva menekan tombol disconnect handphonenya. Senyumannya pun mengembang. Hatinya menjadi lega, begitu ia menelepon Keke.
***
Keesokan harinya
Deva
sedang menata rambutnya. Ditata sesuainya style yang cocok baginya,
berantakan tapi tetap terlihat keren. Kemudian ia memakai jas warna
hitamnya yang akan dipadukan dengan kemeja putih yang dipakainya.
“Dev, lo berangkat jam bera…” kalimat
Ify terhenti begitu melihat penampilan Deva. Ify mangap.
“Kenapa lo, Kak?” tanya Deva.
“Masya Allah! Sumpah lo keren banget, Dev!” seru Ify.
“Ohia…Deva gitu…mana mungkin Deva gak ganteng!”
“Nyeh, belagu lo!” keluh Ify. Deva terkekeh.
“Gantengan mana? Gue apa pacar lo?” tanya Deva.
“Gantengan pacar gue laah!” seru Ify.
“Ah, gue tahu sebenarnya di dalem hati lo, lo pasti ngomong, ‘jelas Deva yang paling ganteng!’ iya kaan?” tuduh Deva.
“Paan sih lo!”
“Haha, gue berangkat ya!” pamit Deva.
“Awas lo mobil gue kegores, gue gantung lo di pohon kelapa!”
***
Mobil
Honda Jazz Deva (tepatnya milik Ify) telah berhenti di depan rumah
besar yang notabene adalah rumah Keke. Deva keluar dari mobil itu dan
menguncinya mobilnya.
“Malam, Pak!” sapa Deva pada satpam rumah Keke.
“Malam, Mas Deva! Pasti mau jemput Mbak Keke ya?” tanya satpam itu.
“Yoi, Pak! Masuk dulu ya!”
“Oke, Mas!”
Deva sudah sampai di depan pintu rumah Keke. Deva pun memencet bel rumah yang ada di sebelah kiri pintu.
TING TONG
Deva membalikkan badan membelakangi pintu untuk merapihkan bajunya juga rambutnya agar tidak terlihat berantakan di mata Keke.
Kemudian
terdengar suara pintu di buka. Deva memutar badannya kembali dan
melihat siapa yang ada di depannya. Sesosok gadis cantik dengan dress
warna putih yang menghiasi tubuhnya yang mungil, dengan rambut di
keriting gantung, serta selop warna putih yang lucu. Gadis itu tersenyum
manis kearah Deva. Deva pun terpana melihat gadis kecil yang merupakan
kekasihnya.
“Maaf, Dev, aku lama bukain pintu buat kamu,” kata Keke.
“Eng, nggak papa kok,” jawab Deva.
“Eh, Deva udah datang,” kata Mama Keke yang tiba-tiba sudah berada di belakang Keke.
“Malam, Tante,” ucap Deva.
“Malam, tolong jaga Keke ya, Dev…”
“Siip, Tante!”
“Ma, aku berangkat ya, Ma…” pamit Keke.
“Iya, Sayang…Kamu cantik banget hari ini,” ujar Mama.
Keke memeluk Mamanya dengan erat.
“Makasih
Mama,” ucap Keke. Keke melepaskan pelukannya dan tersenyum manis ke
Mamanya, Keke menengok kearah Deva. Deva tersenyum dan telah mengulurkan
tangannya. Keke menyambut uluran tangan Deva.
“Hati-hati ya!” ujar Mama.
Mama
Keke melihat air muka Keke terlihat sangat bahagia saat Deva
menggandeng tangannya dengan lembut dan menuntun gadis itu untuk masuk
ke mobil. Baginya, Deva merupakan laki-laki yang cocok untuk bersanding
dengan Keke dan menjaga anak semata wayangnya itu.
“Mudah-mudahan hubungan mereka lancar…” gumam Mama Keke sambil tersenyum.
***
Aula SMA Citra Bangsa
“Panitianya
hebat ya, Dev! Padahal gedungnya kan udah tua banget, pas mereka dekor,
jadi keren kayak gini!” ujar Keke takjub. Deva hanya tersenyum
mendengar omongan Keke.
“Woi! Deva!! Sinii!!”
Deva dan Keke menengok kearah belakang, mereka melihat Ray dan Acha sedang melambai-lambaikan tangan pada mereka.
“Keke! Lo cantik banget!” seru Acha.
“Makasih, hehe. Ini buat kamu, Cha! Happy birthday yaa!” ucap Keke.
“Thank you, Keke sayaang!” Acha memeluk sahabat baiknya itu.
“Ray, lo kagak nyiapin hadiah buat pacar lo?” celetuk Deva.
“Tau nih! Daritadi gue kagak dikasih hadiah, dikasih selamet aja juga nggak!” keluh Acha.
“Tenang aja, Acha! Ada tanggal mainnya!” seru Ray.
“Awas ya, kalo kamu gak kasih aku hadiah!” ancam Acha.
“Siip, Nona Cantik!”
Keke
dan Deva hanya tertawa melihat tingkah laku pasangan itu. Tiba-tiba
Deva mendekatkan diri kepada Keke dan kemudian berbisik di telinganya.
“Ke, mau dansa gak?” tawar Deva.
“Dansa? Aku gak bisa, Dev…” tolak Keke.
“Ayolaah, lagi gatel…” rayu Deva.
“Kalo gatel mah digaruk!” seru Keke.
“Yaaah, bercanda, ayo, Ke…” Deva langsung menarik tangan Keke dan
membawanya
ke tengah area dansa. Deva menaruh tangan kiri Keke dibahunya dan
menggenggam tangan kanan Keke. Saat itu jantung Keke sangat
berdebar-debar, berdegup kencang, karena begitu dekatnya dengan Deva.
Hanya berjarak beberapa meter bahkan centimeter.
“Tuh kamu bisa dansa, katanya gak bisa,” keluh Deva.
“Ini karena kamu yang maksa,” jawab Keke.
“Ecieee…prikitiiw! Romatis banget dah!” celetuk Ify yang kebetulan juga sedang berdansa dengan Rio.
“Eh, Kak Ify…Kak Rio…” kata Keke.
“Eh, berisik lo berdua! Gue sumpel mulut lo berdua pake sepatu gue!” ancam Deva.
“Hiiih, cowoknya marah, kesana yuk, Kak!” Ify mengajak Rio untuk menjauh dari Deva dan Keke.
Acara dansa saat itu diiringi oleh sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Taylor Swift, yang juga merupakan lagu kesukaan Keke.
I've never gone with the wind
Just let it flow
Let it take me where it wants to go
Till you open the door
There's so much more
I've never seen it before
I was trying to fly
But I couldn't find wings
Then you came along
And you changed everything
You lift my feet off the ground
Spin me around
You make me crazier, crazier
Feels like I'm falling and I
I'm lost in your eyes
You make me crazier,
Crazier, crazier
Watched from a distance as you
Made life your own
Every sky was your own kind of blue
And I wanted to know
How that would feel
And you made it so real
You showed me something that I
couldn't see
Opened my eyes and you made me
believe
You lift my feet off the ground
Spin me around
You make me crazier, crazier
Feels like I'm falling and I
I'm lost in your eyes
You make me crazier,
Crazier, crazier, oh
Baby, you showed me what living is for
I don't want to hide anymore
You lift my feet off the ground
You spin me around
You make me crazier, crazier
Feels like I'm falling and I
I'm lost in your eyes
You make me crazier,
Crazier, crazier
Crazier, crazier
(Crazier-Taylor Swift)
Setelah
berdansa, mereka duduk di dua tempat duduk yang kosong yang kebetulan
berada di dekat Ify, Rio, Ray, Acha beserta orang-orang yang mereka
kenal.
“Abis ini bintang tamu bakal dateng ya?” tanya Ify.
“Iya, katanya bintang tamunya itu seorang pianis terkenal,” ujar Sivia.
“Kayaknya
kalian semua udah gak sabar mau liat bintang tamu malam ini, okelah
daripada menunggu terlalu lama, ayo kita sambut…Iley!!”
Deva
tertegun melihat sesosok gadis yang sangat dikenalnya itu, gadis yang
memakai dress berwarna biru laut, dengan rambut yang tergerai dan
dihiasi oleh bando berwarna biru tersenyum dan memberikan salam kepada
semua undangan.
“Iley? Jadi maksudnya dia tampil disini?” gumam Deva.
Iley
memulai permainan pianonya. Para undangan yang datang terhanyut dalam
alunan nada-nada indah yang Iley mainkan. Termasuk Deva, Keke merasa
bahwa Deva sedang terpana melihat Iley yang sedang tampil di panggung.
Riuh
tepuk tangan meramaikan suasana aula saat ini, mereka semua kagum akan
permainan Iley. Tiba-tiba Deva berdiri, dan bersiap-siap untuk pergi.
“Deva! Mau kemana?”
“Eng…aku mau ngomong sebentar sama Iley,” jawab Deva. Deva langsung pergi menyusul Iley ke belakang panggung.
Sudah hampir 15 menit Deva tak kunjung balik ke tempatnya. Keke sudah mulai jengkel, Deva terlalu lama.
“Ke, Deva mana?” tanya Acha.
“Gak tau, Cha. Bilangnya mau ngomong sebentar sama Iley! Tapi sampai sekarang belom dateng!” gerutu Keke.
“Iley jadi cantik banget yaa…” gumam Ray. Acha pun mendelik dan langsung menjewer telinga Ray.
“Ngomong apa tadi ha?” tanya Acha.
“Ahahha…nggak kok, Acha cantik… kuping Bang Ray sakit niih…” ringis Ray.
“Cha,
aku cari Deva dulu ya,” kata Keke. Keke mencari ke sekeliling aula,
Deva tak kunjung ditemukan, Keke pun pergi keluar aula, tepatnya menuju
taman. Langkah Keke terhenti, begitu melihat Deva tertawa bersama Iley
di taman. Mereka terlihat sangat dekat. Padahal Keke tahu sendiri, bahwa
Iley adalah sahabat lama Deva. Tapi tetap saja dia cemburu. Keke tak
pernah melihat Deva sesenang itu.
“Keke?” Deva yang menyadari Keke berada di sana, mencoba untuk mendekati Keke.
“Dev, aku mau pulang,” gumam Keke.
“Oh, ayo pulang, Ley, aku pulang dulu ya,” ujar Deva. Iley mengangguk.
“Hati-hati ya!” seru Iley.
***
Selama diperjalanan Keke tak menanggapi omongan Deva, ia hanya diam saja.
“Ke, kamu kenapa sih?”
“Aku capek,” kata Keke singkat.
Setelah menempuh 20 menit perjalanan akhirnya mereka sampai di depan rumah Keke.
“Aku capek, mau istirahat, kamu pulang aja,” gumam Keke singkat.
“Hm…yaudah,” ucap Deva.
“Hmm…” Keke langsung berjalan menuju pintu rumahnya dan masuk kerumah tanpa menghiraukan keberadaan Deva.
***
Beberapa
hari sejak Keke cemburu pada Deva, rasa cemburunya makin menjadi, rasa
kesalnya sudah tak tertahankan. Deva menjadi jarang kerumah Keke,
alasannya karena mau ketemu Iley yang notabene adalah ‘sahabat’ Deva.
Saat Keke dan Deva sedang bersama, pasti ada saja yang mengganggunya.
Misalnya, tiba-tiba Iley telepon karena butuh bantuan Deva, atau SMS
yang tidak penting. Keke yakin Iley menyukai Deva.
Saat ini Keke
dan Deva sedang berjalan-jalan di pinggir danau. Rasa kesalnya pun
berkurang begitu Deva mengajaknya ke danau tempat rahasia mereka berdua,
tempat dimana Deva menyatakan perasaannya pada Keke.
“Ke, masih inget dulu aku nembak kamu disini?” tanya Deva.
“Tentu saja, kamu bikin aku takut setengah mati tau gak?” keluh Keke. Deva terkekeh.
TRRRT…TRRRT
Handphone Deva berbunyi, ada telepon masuk ke handphonenya. Keke melengos.
“Dari siapa?” tanya Keke sinis.
“Eum,
dari Iley, gue terima telponnya dulu ya,” Deva pergi menjauh dari Keke.
Keke menahan rasa amarahnya. Ia berusaha untuk tetap sabar dan positive
thinking.
“Ke, maaf…” gumam Deva.
“Maaf? Buat?”
“Aku harus ke rumah saudaranya Iley, aku harus…”
Tanpa pikir panjang, Keke langsung merebut handphone Deva dan menghapus kontak Iley dari handphone Deva.
“Keke!! Kamu apa-apaan sih!?”
“Aku tanya sama kamu, sebenernya cewek kamu itu aku ato Iley sih!!” seru Keke.
“Ke, Iley itu cuma minta temenin! Di sendirian di rumah saudaranya! Masa kamu tega sama dia?”
“Minta temenin?? Gak ada orang lain apa selain kamu! Emang dia gak nyadar apa kalo kamu punya cewek!”
“Ke, aku minta kamu jangan egois, dia itu sahabat aku, gak lebih!”
“Sahabat? Iya sahabat, tapi nanti bakal berujung cinta!”
“Jaga omongan kamu, Ke!!” Deva mulai emosi.
“Kamu
tahu, selama ini aku selalu tahan rasa kesal aku, aku benci saat denger
nama‘Iley’! kamu gak tahu kan kalo aku cemburu pas aku ngeliat kamu
berduaan sama Iley di prom! Aku kesel sama kamu, Dev! Lebih baik kamu
pilih aja Iley daripada aku, lagian aku pikir Iley suka sama kamu, dan
kayaknya Iley lebih butuh kamu!” seru Keke.
“Maksud kamu?”
“Aku minta putus,” kata Keke singkat.
Otomatis kata ‘putus’ membuat Deva mematung.
Keke
berlari meninggalkan Deva, air mata sudah membasahi wajah putihnya.
Sementara itu Deva, terlihat sangat hancur, ia pun mengacak-acak
rambutnya. Gadis yang sangat ia sayang meminta putus darinya. Deva tak
menyangka bahwa bisa terjadi seperti ini.
***
Tangisan
Keke belum juga berhenti, pikirannya masih terbayang akan sosok Deva.
Keke bangun dari posisi tidurnya dan menghapus air matanya. Ia menyetel
radio yang berada di atas meja belajar. Hanya lagu dari Demi Lovato dan
Joe Jonas yang menarik baginya saat ini.
It's like, he doesn't hear a word I say
His mind is somewhere far away
And I don't know how to get there
It's like all he wants is to chill out
(She's serious)
He makes me wanna pull all my hair
out
(She's always in a rush and interrupted)
Like he doesn't even care
(Like she doesn't even care)
You, me
We're face to face
But we don't see eye to eye
Like fire and rain (Like fire and rain)
You can drive me insane (You can drive
me insane)
But I can't stay mad at you for
anything
We're Venus and Mars (Venus and
Mars)
We're like different stars (like different
stars)
You're the harmony to every song I sing
And I wouldn't change a thing
She's always trying to save the day
Just wanna let my music play
She's all or nothing
But my feeling's never change
Why does he try to read my mind?
(I try to read her mind)
It's not good to psychoanalyze
(She tries to pick a fight to get attention)
That's what all of my friends say
(That's what all of my friends say)
You, me
We're face to face
But we don't see eye to eye
Like fire and rain (Like fire and rain)
You can drive me insane (You can drive
me insane)
But I can't stay mad at you for
anything
We're Venus and Mars (Venus and
Mars)
We're like different stars (like different
stars)
but you're the harmony to every song I
sing
And I wouldn't change a thing
When I'm yes, she's no
When I hold on, he just lets go
We're perfectly imperfect
But I wouldn't change a thing, no
Like fire and rain (Like fire and rain)
You can drive me insane (You can drive
me insane)
But I can't stay mad at you for
anything
We're Venus and Mars (Venus and
Mars)
We're like different stars (like different
stars)
but you're the harmony to every song I
sing
And I wouldn't change a thing
But I can't stay mad at you for
anything
We're Venus and Mars (Venus and
Mars)
We're like different stars (like different
stars)
but you're the harmony to every song I
sing
And I wouldn't change a
Wouldn't change a thing
(Wouldn’t Change a Thing-Demi Lovato
feat Joe Jonas)
***
Sudah
beberapa minggu ini, Keke tak pernah mau bertemu Deva. Apalagi saat ini
sudah mulai masuk sekolah, aktivitas kembali berjalan. Dan mau tak mau
Keke akan ketemu Deva di sekolah, meskipun sekarang sudah tak sekelas
lagi.
Hari ini Deva tidak masuk sekolah sehingga, membuat Keke bernapas lega karena tidak akan bertatap mata dengan Deva.
“Ke, kenapa lo putus sama Deva?” tanya Acha.
“Dia lebih milih Iley, daripada aku,” gumam Keke.
“Lo
salah, Ke! Deva itu sayang banget sama lo, Iley itu cuma sebagai
sahabat, gak mungkin dengan mudah Deva langsung suka sama Iley!” seru
Ray.
“Kamu bisa ngebela Deva, soalnya kamu itu sahabatnya Deva, kan?”
“Terserah apa kata lo, Ke. Tapi lo harus percaya sama gue, Deva hanya sayang sama lo,”
***
Keke
berjalan menuju gerbang sekolah. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Gadis
yang tak mau ia lihat ternyata sudah berdiri di depan gerbang sekolah.
Keke melengos dan mencoba untuk tidak menghiraukan gadis itu. Keke
berjalan melewati Iley yang sudah menunggunya sedari tadi.
“Keke! Tunggu!” seru Iley. Keke tetap mengacuhkannya.
“Ke, plis dengerin aku! Aku mau ngomong sama kamu!” kata Iley. Keke membalikkan badannya.
“Mau ngomong apa?”
“Ikut aku,” gumam Iley.
***
Iley mengajak Keke pergi ke sebuah restoran agar mereka bisa mengobrol berdua.
“Ke, maafin aku, gara-gara aku, kamu sama Deva jadi putus,” gumam Iley.
“Emang dasarnya kita udah gak cocok lagi,” jawab Keke singkat.
“Aku mau minta tolong sama kamu,”
“Apa?”
“Aku
pengen kamu terima Deva lagi, sejak Deva putus sama kamu, Deva bukan
jadi Deva yang aku kenal lagi, dia hancur, Ke. Dia lemah tanpa kamu…”
kata Iley. Keke terdiam.
“Aku rasa kamu salah, Ley. Dia lebih milih kamu daripada aku, dia lebih milih buat nemenin kamu,”
“Itu
karena aku yang maksa, dia lebih milih kamu, Ke…sebenarnya dia gak mau
nemenin aku, karena dia mau nemenin kamu, tapi saat itu aku egois, aku
memaksa dia supaya dia tetap nemenin aku, aku lakuin itu semua karena
aku suka sama Deva…”
Begitu mendengarnya, matanya memerah, ia
merasa bersalah pada Deva. Ya, Keke sadar bahwa ia sudah bersikap egois,
lebih memilih untuk menjaga perasaannya sendiri, tak menghiraukan
perasaan Deva.
“Saat Deva dateng kerumah, aku lihat muka Deva
kusut, matanya sayu, saat dirumah, dia menceritakan apa yang baru saja
yang terjadi, aku kasian sama dia, jujur aku saat itu ngerasa bersalah,
gara-gara aku hubungan kalian hancur, jadi aku pengen kamu nerima Deva
lagi, aku gak mau ngeliat orang yang paling aku sayang terlihat hancur
berkeping-keping, aku ingin liat dia bahagia, Ke…asalkan dia bahagia,
aku juga bakal bahagia,” tutur Iley yang tak bisa menahan tangisannya.
Air mata jatuh di pipi Keke. Ingin sekali Keke langsung pergi kerumah Deva, dan minta maaf padanya
.“Maafin aku, Ley…” gumam Keke lirih.
“Harusnya aku yang minta maaf, Ke… sekarang kita kerumah Deva, ada yang harus kita selesaikan,” ajak Iley.
***
Deva memetik gitar dengan asal-asalan, hari ini ia tak masuk sekolah karena ia tak sanggup melihat Keke.
KRIIIEET…
Deva mendengar suara pintu pagar dibuka. Deva pun keluar dan melihat siapa yang datang.
“Iley?”
“Hai…Dev…” sapa Iley dengan senyuman masam. Deva dan Iley duduk di teras rumah.
“Dev, ada yang mau aku omongin sama kamu,”
“Apa?”
“Aku suka sama kamu, Dev…” Deva tak bisa menjawab.
“Maaf,
gue gak bisa terima lo, Ley…hati gue cuma buat Keke, gue gak pernah
jatuh cinta ke cewek selain Keke, cuma Keke yang bisa bikin gue jatuh
cinta, ngerasain indahnya cinta, dan ngerasain sakit hati saat
kehilangannya,” tutur Deva. Iley tersenyum.
“Iya, aku tahu kok,
justru karena itu aku mau ngasih tau sesuatu, selain nyatain perasaan
aku ke kamu,” kata Iley. Iley berjalan keluar dan membawa seseorang.
Deva tertegun. Iley
membawa Keke ke hadapan Deva. Deva bangkit dari
duduknya dan berjalan menuju mereka berdua. Keke dan Deva saling
berhadapan satu sama lain. Iley berusaha untuk kembali tersenyum,
Iley menarik tangan mereka berdua dan menyatukannya.
“Aku
pengen kalian balik lagi, Keke pantas buat Deva, dan Deva pantas buat
Keke, aku rela ngelakuin apa aja, asalkan orang yang aku sayangi bisa
bahagia dengan gadis yang sudah dipilihnya,” tutur Iley.
“Iley…” Keke menangis dan memeluk Iley. Iley membalas pelukan Keke dengan lembut.
“Tolong jangan sakitin Deva lagi ya, Deva yang terbaik buat kamu, kamu harus janji sama aku,” kata Iley.
“Dev,
tolong jaga Keke. Kamu beruntung cinta kamu tak bertepuk sebelah
tangan, jaga perasaan Keke, jangan sampai kalian putus lagi, sekarang
aku pengen liat kalian berdua balikan,”ujar Iley.
Deva menggenggam tangan Keke dengan lembut.
“Ke,
kamu mau kan jadi pacar aku lagi? Aku hancur tanpa kamu, Ke…kamu
satu-satunya gadis yang bisa bikin aku ngerasain indahnya jatuh cinta,
aku gak mau kehilangan kamu lagi, aku sayang sama kamu, Ke…” gumam Deva.
“Aku juga sayang sama kamu, Dev… maafin aku ya…”
Iley tersenyum dan bernapas lega.
“Tugas
aku selesai hari ini saatnya aku balik ke Jerman, kalian baik-baik ya…
awas aku gak mau denger kalian putus lagi!” seru Iley.
“Haha, iyaa…” kata Deva.
“Aku pamit ya!” Iley masuk kedalam mobilnya.
“Hati-hati, Ley!” seru Keke.
Perlahan
mobil Iley terlihat semakin kecil dan menghilang. Saat ini hanya
tinggal mereka berdua. Tiba-tiba Deva mengecup kening Keke. Sukses
membuat pipi Keke bersemu merah.
“Deva apaan sih!?” keluh Keke.
“Aku sayang sama kamu, Ke…”
“Aku juga sayang sama kamu, Dev…”
Denganmu
Sepiku kan berganti
Berganti keindahan
Yang belum pernah kurasa
Gemuruh
Gelora di jiwaku
Taklukkan keraguan
Dan ketakutan hatiku
Selamat datang cinta
Dihatiku
Kusambut hadirmu
Berikan aku cinta rahasia kehidupan
Tanpa engkau cinta
Aku buta
Kau cahaya hati
Cinta tak pernah salah dalam memilih
(Selamat Datang Cinta-Gita Gutawa)
**
No comments:
Post a Comment