“Rio, el..” Ucap Sivia.
“Rio?” Tanya Gabriel tidak mengerti.
“Rio jawaban dari semua pertanyaan kamu selama ini..” Gabriel tertegun, Rio? Apa mungkin…
“Maksud kamu?”
“Cuma Rio…” Ucap Sivia, lantas meletakkan satu tangannya didepan dada (hati), “Yang ada disini…” sambung Sivia.
Gabriel
tercekat, mendadak degup jantungnya berpacu lebih cepat, dadanya
sesak.. Kata – kata Sivia barusan bagai paku yang menancap di ulu
hatinya. Apa? Jadi Rio-lah orangnya? Rio -lah jawaban dari semuanya… Rio
yang membuat Sivia menutup hati untuk Gabriel , Rio yang menjadi alasan
Sivia menolak Gabriel, Rio adalah cowok yang dimaksud Sivia telah
merebut hatinya… Ya tuhan.. kenapa harus Rio? Rio yang sudah menjadi
sahabat Gabriel sejak kecil.. Gabriel menelan ludah, menghela nafas
panjang, “Via…” Ucap Gabriel pelan, tidak sanggup mencari kata lain..
Sivia mendesah pelan, cewek itu masih asyik meletakkan kepalanya diatas pundak Gabriel, “Iel..” panggil Sivia lirih.
“ya?”
“Maaf..”
Gabriel
tertegun mendengar kata maaf yang keluar dari mulut Sivia, tapi tidak
berniat menjawab apa – apa. Sampai sivia kembali membuka mulut,
“Kamu udah terlalu baik sama aku..”Jelas Sivia.
“Via.. aku..”
“Aku bukan yang terbaik buat kamu..” ucap Sivia menyalip kalimat Gabriel.
Gabriel
mendesah pelan, “Kamu gak perlu merasa bersalah, via.. Aku yang salah..
Aku yang salah karena udah membiarkan rasa ini terus
tumbuh..”
@@@
“Kamu
gak perlu merasa bersalah, via.. Aku yang salah.. Aku yang salah karena
udah membiarkan rasa ini terus tumbuh..” Jelas Gabriel.
Sivai
tertegun mendengar jawaban Gabriel, ia tidak pernah menyangka Gabriel
akan berkata seperti itu… Perlahan sudut – sudut mata Sivia mulai
mengeluarkan air mata.. ia menangis.Entah karena mendengar pengakuan
Gabriel atas perasaannnya, atau karena ia sudah berhasil mengatakan isi
hatinya.. entahlah!
Sivia membiarkan air matanya terus mengalir
membasahi pipinya, ia tidak peduli. Tiba – tiba saja perhatiannya
tertuju pada langit malam yang terbentang didepan matanya, langit malam
yang dipenuhi dengan bintang – bintang… bintang – bintang yang menari…
Sivia tersenyum kagum melihat bintang – bintang itu, melihat bintang –
bintang yang seolah tersenyum bahkan melambaikan tangan padanya..
“Iel.. Coba kamu lihat bintang itu!” Ucap Sivia seraya mengangkat telunjuknya kearah langit.
Gabriel
mengangkat kepalanya, melihat bintang – bintang yang dimaksud sivia,
malam itu langit memang dipenuhi dengan bintang –bintang yang memanjakan
mata.
“Iel, aku punya bintang… namanya Mario stevano aditya
haling…” Ucap sivia dengan air mata yang terus mengalir, kata – katanya
terdengar menyimpan duka, ya, Sivia baru saja mengatakan isi hatinya.
Gabriel
tertegun mendengar ucapan Sivia, hatinya berontak, tapi ia berusaha
menutupinya, “iya, aku juga punya bintang… namanya Sivia asyifa….”
(namanya ngarang, ya!)
Sivia tersenyum kecil, lantas memejamkan
matanya, mencoba memberikan sedikit ketenangan pada hati
kecilnya…..tapi, bukannya malah tenang, sivia malah lebih menangis,
seluruh isi hatinya seperti meluap..
“Kenapa kita gak bisa meraih bintang kita, iel?” ucap Sivia lirih, air matanya terus mengalir…
“Ini cuma masalah waktu, via..” jawab Gabriel mantap.
@@@
“Ify!!” Panggil seseorang.
Ify
yang masih dikuasai rasa kantuk terpaksa menutup mulutnya yang terus
menguap, lantas menoleh, Sivia setengah berlari mengampiri Ify,
senyumnya bermekaran, “Fy, udah liat mading belom?” Ify menggelengkan
kepalanya, lantas kembali sibuk menutup mulutnya yang terus nguap,
Sivia melengos, “Elo tuh ya, fy! Bisanya nguaaaapp, mulu!”
Ify nyengir kuda, “Kan ngantuk, via.. tadi malem kan ada piala dunia!”
“Emang
lo nonton juga?” Ify menggeleng, “Kagak! Siapa bilang!” Alis sivia
terangkat, “lah? Terus?” “Gue pegangin antenna tipi doang!” Sivia
mengangkat alis, terdiam sebentar, lantas ngakak puas, Ify mencibir,
“Yee, malah ketawa! Tuh antenna kagak mau berfungsi kalo gak
dipegangin!”
Sivia masih terkekeh, “Ooh, jadi lo yang bertugas pegangin tuh antenna tipi?”
Ify mengangguk mantap, “Iya, tega banget bapak gue! tangan gue sampe berasa pengen goyang patah – patah! Untung gak jadi…”
Sivia
kembali terkekeh, tangannya sampai memegang perutnya yang sakit karena
terus – terusan tertawa, “Ify..Ify.. Gila deh, lo! Mana ada tangan bisa
goyang patah – patah!Yang ada tuh pinggul, bukan tangan!”
Ify
menyeringai, lantas menutup mulutnya yang lagi – lagi menguap. Serius,
gara – gara harus pegangin antenna tv dirumahnya, Ify sampe harus tidur
tengah malam…
“Eh, tadi kan lo ngomongin mading, emang ada apaan di mading?” Tanya Ify.
“Itu lho, ada pengumuman lomba nyanyi!” jelas Sivia.
Ify menaikkan alis sebentar, mencoba mengerti kata – kata Sivia, “Ooh, lomba nyanyi…”
Sivia melengos, “Yaaah! Kok Cuma ‘ooh’?”
“Ya, terus mau gimana?”
“Lo kok gitu sih, Fy? Gak asik!” Ujar Sivia lantas melipat tangannya didada, raut wajahnya menandakkan bahwa Sivia ngambek.
Ify tersenyum nakal, lantas menjawil pipi Sivia, “Sivia ngambek, euy!”
“IFY!!” Bentak sivia.
Ify
terkekeh, “Iya, iya, terus lo maunya gue gimana? Jingkrak – jingkrak
kayak anak kodok yang baru dapet undian berhadiah gitu?”
“IFY!! Mana ada undian berhadiah buat anak kodok!”
Ify kembali terkekeh, “Iya, iya.. maaf! Ya udah, liat langsung aja, yuk! Gue juga mau liat..”
@@@
Ify dan Sivia akhirnya berhasil keluar dari kerumunan murid – murid yang juga hendak melihat papan mading,
“gille!
Kayak antre BLT gue barusan!”Seru Sivia begitu mereka berhasil menepi
kepinggir koridor. Ify melengos, “Tauk! Didalem gue udah kayak ikan
pepes..” sahut ify.
Sivia tertawa kecil, “eh, Fy! Ikut yuk lomba nyanyi..”
Ify
melengos, “Yaah, Ngajak gue! Lo lupa tadi salah satu syaratnya harus
bisa maen alat musik.. naah gue? Maen suling aja masih belepetan!”
Sivia
menepuk keningnya, ya, syarat mengikuti lomba nyanyi tahunan itu memang
selain bisa nyanyi, juga harus bisa memainkan alat musik, “Oh, iya! Gue
lupa, fy..”
Ify menghela nafas pelan, “ Tapi hadiahnya boleh juga tuh, via.. gille! Lima juta, euy!”
Sivia mencibir, “Ah, elu mah pikirannya duiiitt mulu!”
“Yee..
beneran! Kalo gue bisa menang, gue bisa beliin gerobak baru buat nyokap
– bokap gue.. kasian, udah hampir sepuluh taon tuh gerobak gak ganti -
ganti!” jelas Ify.
Sivia terdiam sebentar, ada perasaan iba yang
tiba – tiba saja mengisi hatinya, “Iya ya, Fy.. kan lumayan kalo bisa
beli gerobak. Yaah, emangnya lo serius Fy gak bisa maen alat musik apa –
apa? Satuuu aja!”
Ify menggelengkan kepalanya, “iiih, dibilangin! Gue gak bisa maen apa – apa!”
Sivia melengos, “Yaah, gimana dong, fy?”
“Ya, mau gimana lagi! Gue sih sebenarnya pengen banget ikut tuh lomba, tapi… ya, gimana!”
Sivia menepuk – nepuk pundak Ify pelan, “Sabar ya, Fy..”
Ify tersenyum kecil, “Eh, tapi lo bisa maen piano kan, via? Ikut aja..”
“Bisa sih, tapi males kalo lo gak ikut juga..”
Ify mencibir, “Yee, kok malah tergantung gue sih? Udah, kalo lo mau ikut, ya ikut aja.. gue dukung, kok!”
Sivia
terdiam sebentar, lantas menarik sudut – sudut bibirnya hingga
membentuk sebuah senyuman, “ Ntar gue pikir – pikir lagi, deh..”
@@@
The
Four Mr.Perfect berjalan dengan santainya menyusuri koridor, langkah
mereka terhenti didepan mading sekolah yang sudah dipadati para siswa.
Tanpa berfikir panjang, keempatnya ikut menerobos keruman itu, Rio
memperhatikan sebuah artikel yang terpampang di papan mading, matanya
menyusuri kata demi kata dalam artikel singkat itu.
“Wah, boleh juga nih!” Seru Ray, telunjuknya menyusuri artikel singkat itu.
“Emang
lo bisa maen alat musik?” Tanya Gabriel dengan nada menyindir. Ray
menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kemudian menyeringai, “Bisa..”
“Apaan?”
“Pianika…” Sahut Ray mantap.
Rio
yang sejak tadi diam langsung menoyor kepala Ray, “Eh, dodol, lo gak
malu apa yang laen pada keren – keren maen piano, maen gitar, nah elu?
Maen pianika?”
Ray mencibir, “yee, biarin. Gue akan tetep berusaha!
Kan lumayan, kalo gue menang, hadiahnya buat beliin yayang Carol tas
baru..”
Rio mencela, Gabriel melengos, sementara Alvin masih bertahan dengan sikap cool-nya,
“Yo, lo ikut kan?” Tanya Ray.
Rio menoleh, terdiam sebentar, lantas membuka mulut, “kayaknya gak, deh..”
“Emang napa? Tanya Ray lagi.
Rio
mengalihkan pandangan, kembali memperhatikan artikel didepannya,
“Males, gue! Apalagi temanya norak kayak gini… First Love? Huh!”
Ray
menghela nafas pelan, kemudian menoleh kearah Alvin, “Kalo lo, vin?
Permainan piano lo kan udah kelas kakap tuh..” Alvin tersenyum kecil,
menambah kadar tampan diwajahnya yang memang sudah mempesona, “Dunno.”
Ray melengos, “yaah, kok gak tau sih? Ikut dong! Temenin gue.. masa gue doang yang bertempur dimedan perang?”
Dengan
gerak cepat Gabriel langsung menoyor kepala Ray, tersenyum kecil, tapi
tidak berkata apa – apa, lantas bergegas meninggalkan kerumunan,
“Weh, mau kemana iel?” Tanya Ray yang melihat tanda – tanda kepergian Gabriel.
“CAri angin…”Jawab Gabriel sekenanya lantas benar – benar pergi meninggalkan kerumunan.
“Baah! Kenapa pula tuh anak? Aneh dia hari ini..” Seru ray.
Rio bergidik, menatap Ray dengan tatapan penuh tanda Tanya, “Aneh gimana?”
“Ya, dia jadi lebih diem hari ini, mukanya juga pucat, kayak ada yang dipikirin..” Jawab ray.
“Iya, tadi juga gue ajakin ngomong, juga gak nyambung…”Tambah Alvin.
Rio menghela nafas pelan, lantas kembali menatap lurus kedepan, “Pasti cewek itu lagi!”
@@@
Gabriel
mendesah pelan, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, sangat – sangat
mengganggu. Sivia. Ya tuhan.. kenapa bayagan sivia sama sekali tidak
bisa dihapuskan? Kenapa semuanya yangberhubungan dengan sivia selalu
menarik dimata Gabriel? Dan kenapa… Harus Rio yang ada dihati Sivia?
Kenapa? Gabriel terkesiap saat ponsel disaku celananya berbunyi nyaring,
ia lantas meraih benda itu, ada satu pesan masuk,
Sender :Sivia
‘mm.. Iel, aku mau Tanya, Rio ikut lomba nyanyi gak?’
Gabriel
buang muka, muak, kenapa harus Rio? Ya tuhan, apa ini akhir dari
penantian Gabriel selama ini? Inikah ending yang Gabriel harapkan? Tentu
tidak. Gabriel menghela nafas panjang, mencoba menahan emosinya,Gabriel
lantas membalas pesan singkat dari Sivia,
Sender: Gabriel
‘kayaknya gak deh, via. Emang kenapa?”
Tidak perlu waktu lama, ponsel ditangan Gabriel sudah berbunyi lagi, balasan dari Sivia,
Sender: Sivia
‘Yaah,
padahal aku pengen banget ngeliat Rio nyanyi sambil maen alat musik.
Kayaknya udah lamaa banget Rio gak maen alat music… terakhir, kayaknya
waktu SD deh, iel? Ya kan?’
Gabriel menghela nafas panjang, ia sudah tidak berniat membalas sms Sivia. Tidak akan berarti apa – apa, hanya makan ati.
“Lo kenapa hari ini?” Seru seseorang seraya menepuk pundak Gabriel.
Gabriel
terkejut, lantas menoleh, mendapati sosok rio yang sudah berdiri
dibelakangnya, mereka berdua sedang berada dikamar mandi cowok, dan
berarti ini memang urusan cowok.
“kenapa gimana?” Tanya Gabriel tidak mengerti.
Rio buang muka, “Kata anak – anak, lo mendadak diem hari ini..”
“Siapa yang bilang?”
“Ray..”
Gabriel melengos, “Ray dipercaya!”
“Tapi kali ini Ray bener, iel! lo emang beda hari ini! Kenapa lo?”
Gabriel tertegun, mencoba mencari alasan yang tepat, “beda gimana? Gue gak apa – apa kok..”
Rio melengos, menatap Gabriel, “Mata lo gak bisa bohong, iel.. kenapa? Cewek itu lagi?”
Gabriel kembali tertegun, apa? Jadi Rio tau ini semua karena Sivia? Kok bisa?
“Dia punya nama, yo..”
Rio mendesah kesal, memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, “Oke, Sivia lagi?”
“Iya..”Sahut Gabriel ragu.
Rio melengos “kenapa lagi sih, iel? Dia minta apa lagi sama lo?”
Gabriel
menoleh, sejenak menatap Rio, lantas kembali mengalihkan pandangan, “
Gak, dia gak minta apa –apa. Ini murni urusan gue sama Sivia..”
Rio memiringkan kepalanya, berusaha mencari kepastian diwajah Gabriel, “are you sure?”
Gabriel mengangguk mantap. Tanpa membuka mulut lagi, rio balik badan, lantas bergegas pergi meninggalkan kamar mandi, tapi,
“Yo..” panggil Gabriel.
Rio kembali membalikkan badannya, menghadap Gabriel, “Kenapa lagi?”
“mm.. Gimana? Lo ikut lomba nyanyi itu gak?” Tanya Gabriel lagi.
Rio menggeleng, “Gak tertarik..”
Gabriel
tertegun mendengar jawaban Rio. Apa? Jadi Rio sama sekali tidak
tertarik mengikuti lomba itu? Ya tuhan. Padahal… padahal Sivia sangat
menginginkan Rio mengikuti lomba
itu? Lantas bagaimana?
“Ikut lomba itu, yo…” Ucap Gabriel lirih, “demi gue..” sambungnya.
Rio tertegun, alisnya terangkat, apa? Demi Gabriel?
“Lo bercanda? It just a joke, right?” Tanya Rio tidak percaya.
Gabriel menghela nafas panjang, “Plis, gue mohon.. lo ikut lomba itu!”
“kenapa gue harus ikut lomba gak penting kayak gitu?” Tanya Rio.
“Gue gak bisa kasih tau alasannya sekarang, yo.. yang jelas, gue mohon lo ikut lomba itu! Demi gue, demi persahabatan kita…”
Rio tertegun, apa? Sebelumnya, ia tidak pernah melihat Gabriel sampai mohon – mohon seperti itu. Tapi sekarang?
“Apa alasannya?”
“gue gak bisa kasih tau ke lo, yo..”
“Gue gak akan ikut lomba itu kalo lo gak mau kasih tau alasannya!”
“Yo..”
Rio tak menjawab, malah melipat tangannya didada.
Gabriel mendesah kesal, “apa perlu gue berlutut didepan lo?”
Rio
kaget, apa? Ya tuhan. Ada apa dengan Gabriel? Bayangkan! Dia bahkan
sampai rela berlutut! Apa sebenarnya alasannya? Apa mungkin ini ada
hubungannya dengan Sivia?
“Sivia lagi? Iya?”
“bukan..”
“Lantas??”
Gabriel
menghela nafas panjang, ya tuhan. Apa iya dia memang harus berlutut
didepan Rio? Apa iya dia memang harus merendahkan harga dirinya? Ya,
harus. Ini semua demi Sivia… demi putri masa kecilnya. Sebelumnya, sivia
tidak pernah meminta satu hal pun dari Gabriel.. tapi sekarang? Gabriel
tahu apa yang memang sivia inginkan… tapi apa harus dengan begini
caranya? Berlutut? Didepan Rio?
Gabriel menguatkan hatinya,
mencoba menghapus sekedar rasa gengsi, lantas menjatuhkan tubuhnya
hingga tersungkur diatas lantai, kedua lututnya menjadi tumpuan, Ya,
Gabriel benar– benar berlutut didepan Rio…. Dan ini semua, karena sivia.
Rio shock, ia panic. Ia tidak pernah menyangka Gabriel benar – benar akan berlutut dihadapannya, “Lo apa – apaan sih, iel? “
“Gue gak akan bangun sebelum lo setuju untuk ikut lomba itu…
Rio mendesah kesal, “gak, iel.. gak gini caranya!”
“terus gue harus gimana? Apa berlutut kayak gini belum cukup?”
“Gabriel!! Bangun lo! Lo gak perlu berlutut kayak gini…”
Gabriel menggeleng, menguatkan hatinya, “Gak, yo.. sebelum lo setuju..”
“Tapi, iel..”
“Gue mohon, yo… sekali ini aja, kabulin permintaan gue!”
Rio menghela nafas panjang, “Lo kenapa sih, iel? Pasti ada alasannya kan lo kayak gini? Apa alasannya?”
“Gak, yo.. ini urusan gue! Yo, gue mohon… untuk kali ini aja!” Pinta Gabriel.
Rio buang muka, muak, ya tuhan, Gabriel benar –benar serius dengan ucapannya.
“oke. Gue setuju, gue bakal ikut lomba itu..” Jelas Rio menyerah.
@@@
KRIIINGGG!!
Bel istirahat yang sudah dinantikan akhirnya terdengar juga, buru – buru Ify merapikan bukunya yang ada diatas meja,
“Ify..” Panggil seseorang.
Ify
menoleh, mendapati sosok seorang cowok dengan postur badan yang tidak
terlalu tinggi, berkacamata tebal, ditangannya ada setumpuk buku,
“Ify kan nama lo? Tanya cowok itu lagi. Ify menganggukan kepalanya, “Lo ditungguin Alvin diruang music, sekarang..”
Ify tertegun, hah? Alvin? Ruang music ? Tumben..
Ify menganggukan kepalanya tanda ia mengerti,
“Oh,
ya udah, gue Cuma disuruh sampein aja ke lo..” Ujar cowok itu lagi,
lantas bergegas pergi, tapi ify menahannya, “Eh, makasih…”
Cowok itu tersenyum kecil, lantas berlalu meninggalkan Ify.
@@@
Ify
membuka pintu ruang music perlahan, matanya langsug menangkap sosok
Alvin yang sedang asyik mendentingkan nada piano. Ify pun akhirnya
memutuskan untuk masuk.
“Vin..”Sapa Ify.
Alvin menoleh, tersenyum lebar, “eh, fy.. duduk!”
Ify lantas langsung mengambil posisi disamping Alvin,“kok tumben vin pake nyuruh keruang music segala?”
Alvin
tertawa kecil, “gak, gue iseng aja..” ujar Alvin lantas kembali
memainkan nada, nada yang asing, tapi tetap nyaman terdengar.
Ify
menganggukan kepalanya, lantas ikut menikmati alunan nada yang
diciptakan oleh jemari – jemari Alvin… begitu indah.. tapi tiba – tiba
Alvin menghentikan permainan piano-nya, suasana mendadak hening.
Ify
menoleh, “kok berhenti, vin? Maen aja..” Alvin tidak menjawab, ia malah
membalik tubuhnya menjadi benar – benar berhadapan dengan Ify. Perlahan
tapi pasti, Alvin meraih kedua tangan Ify, menggenggamnya erat, lantas
menatap Ify dengan tatapan penuh cinta…
“Vin..” Ucap Ify, tidak sanggup mencari kata lain.
Alvin
tertawa kecil melihat ekspresi terkejut diwajah Ify, tapi kemudian
kembali menatap Ify….lantas membuka mulut, “Fy… gue suka sama lo..”
No comments:
Post a Comment