Sunday, April 22, 2012

Memang Cuma Gue yang Bisa (sekuel Cuma Gue yang Bisa) part 4 (re-post)

Part 4: Cinta gak Harus Memiliki


In the heat of the fight
I walked away,
Ignoring words that you were saying,
Tryna make me stay.
I said, "This time I've had enough."
And you've called a hundred times,
But I'm not pickin' up.
'Cause I'm so mad, I might tell you that
it's over.
But if you look a little closer

I said, "Leave," but all I really want is
you
To stand outside my window, throwing
pebbles, screaming, "I'm in love with
you."
Wait there in the pourin' rain,
Come back for more.
And don't you leave,
'cause I know all I need
is on the other side of the door.

Me and my stupid pride
I'm sittin' here, alone.
I'm going through the photographs,
Staring at the phone.
I keep going back over
Things we both said
And I remember the slammin' door,
And all the things that I misread.
So babe if you know everything
Tell me why you couldn't see
That when I left I wanted you to
Chase after me? Yeah

I said, "Leave," but all I really want is
you
To stand outside my window, throwing
pebbles, screaming, "I'm in love with
you."
Wait there in the pourin' rain,
Come back for more.
And don't you leave,
'cause I know all I need
is on the other side of the door.

And I scream out the window,
"I can't even look at you, I don't need
you,"
But I do, I do, I do.
I say, "There's nothing you can say
To make this right again, I mean it,
I mean it”
What I mean is

I said, "Leave," but baby all I want is
you
To stand outside my window, throwing
pebbles, screaming, "I'm in love with
you."
Wait there in the pourin' rain,
Come back for more.
And don't you leave,
'cause I know all I need
is on the other side of the door.

With your face, and your beautiful eyes
And the conversation
With the little white lies.
And the faded picture
Of a beautiful night
You carried me from your car
up the stairs
And I broke down cryin'
Was she worth this mess?
After everything and that little black
dress
After everything I must confess,
I need you
(The Other Side of The Door-Taylor Swift)

Ify terus mendengarnya berulang-ulang kali, karena lagu tersebut mencerminkan perasaan yang dialaminya saat ini (menurut penulis). Ify terus-terusan me-repeat lagu tersebut.

“Kak Ify!” panggil Deva yang langsung masuk kekamarnya.

“Kak, lo jangan muter lagu itu terus dong, kasian Taylor-nya nyanyi terus, capek,” celetuk Deva. Ify hanya tertawa.

“Ahaha, lo mau nyoba ngibur gue ya?” Tanya Ify. Deva hanya menggaruk-garuk kepala.

“Lo tenang aja, sekarang gue gak papa kok, gue udah baikkan,” ujar Ify meyakinkan adiknya yang sangat khawatir terhadapnya.

“Bener, ya, awas lo nangis lagi! Kak Rio daritadi nyoba telpon terus ke telpon rumah, soalnya hape lo di matiin, lo beneran gak mau ngomong dikit aja sama dia?” Tanya Deva. Ify menggeleng.

“Gue bukannya gak mau, Dev. Tapi gue masih belom siap aja, gue masih sakit,” kata Ify. Kemudian ia menghela napas.

“Gue rasa ini ulang tahun ke 17 gue yang paling buruk, Dev…” gumam Ify.

“Jangan ngomong kayak gitu, Kak! Gue yakin lo sama Kak Rio bakal baikkan lagi,” kata Deva. Ify tersenyum.

“Thanks, Dev atas doa lo,” kata Ify.

“Gue keluar dulu ya,” kata Deva. Ify mengangguk.

Deva keluar dari kamar Ify, dan pergi kekamarnya. Deva langsung mengambil jaketnya dan kunci mobil yang diletakka di samping Televisi, dan pergi ke suatu tempat.

***

Rumah Sakit

Keke terus menggonta-ganti channel Televisi. Ia merasa sangat bosan, orang tuanya lebih memilih pekerjaan mereka dibanding kesehatan anaknya. Keke sendirian di sana.

“Kak Rio kok gak dateng?” gumam Keke.

TOK…TOK…TOK…

Terdengar suara ketukan pintu dari luar, wajah Keke langsung berseri-seri.

“Masuuk!” seru Keke. Orang tersebut masuk.

“Kak Rio, udah ditungguin darita…” kalimat Keke terhenti. Bukan Rio yang ada di hadapannya. Deva yang ada di depannya.

“Ke, gue mau ngomong sama lo,” kata Deva. Keke melengos, dan membenamkan dirinya di dalam selimut.

“Mau ngomong apa lagi? Aku gak boleh suka sama Kak Rio?” Tanya Keke.

Deva duduk di samping tempat tidur Keke.

“Gue pengen ngomongnya ditaman aja, ayo.” Ajak Deva.

***

Deva dan Keke duduk di bangku taman yang kosong, saat itu langit sedang mendung, sehingga matahari tak begitu menyengat. Deva belum memulai topic pembicaraannya karena melihat Keke yang terus-terusan melengos.

“Ke, gue tau lo benci sama gue kan?” Tanya Deva. Keke tak menjawab.

“Sebenernya lo tau gak sih kenapa gue waktu itu istilahnya ‘ngelarang’ lo buat suka sama Kak Rio?” Tanya Deva.

“Aku tahu, kamu gak mau kan Kak Ify yang notabene kakak kamu itu sakit hati? Kamu gak mau aku jadi saingannya Kak Ify kan??” Kata Keke.

“Lo salah, Ke! Gue ngelakuin ini semua semata-mata cuma buat lo!” kata Deva. Keke menatap Deva dengan heran.

“Maksud kamu apaan?” Tanya Keke.

“Gue sumpah demi apapun, gue ngelakuin ini semua semata-mata cuma buat lo, gue cuma mau ngejagain perasaan lo, gue gak mau ngeliat lo sakit hati, soalnya gue tau sekeras apapun usaha lo menarik perhatian Kak Rio, Kak Rio gak bakal berpaling ke elo, dia tetep milih Kak Ify,” ujar Deva sambil menatap Keke lekat-lekat.

“Jadi, selama ini lo ngelakuin ini semua buat gue?” Tanya Keke. Deva mengangguk.

“Tapi perasaan aku ke Kak Rio udah terlalu gede, Dev. Mungkin udah gak bisa dibilang‘SUKA’ tapi ‘CINTA’,” gumam Keke sambil menahan tangisannya. Deva tersenyum dan mengacak-acak rambut ikal gadis itu.

“Cinta gak harus memiliki Ke, cinta sejati
itu rela melakukan apa saja supaya orang yang lo cinta itu menemukan kebahagiaannya sendiri, gak harus
bahagia bersama lo, gue yakin kalo lo ngeliat Kak Rio bahagia lo juga pasti merasa bahagia,” ucap Deva. Tangisan Keke sudah terbendung lagi, Deva memeluk Keke.

“Thanks, Dev…”

“Sama-sama,”

***

Keesokannya…

Saatnya Rio beserta anggota timnya berkonsentrasi untuk latihan karena kejuaraan basket antar provinsi akan berlangsung sekitar seminggu lagi. Untuk mencapai final mereka harus mengalahkan beberapa tim terkuat yang telah mewakili provinsi mereka sendiri. SMA Citra Bangsa terpilih untuk mewakili Provinsi DKI Jakarta karena telah mengalahkan beberapa tim basket unggulan lainnya termasuk Tunas Pusaka. Dan final tersebut akan dilaksanakan bertepatan dengan hari ulang tahun Ify yang ke-17.

Rio terus menengok kearah pinggir lapangan. Ia rindu sosok Ify yang terus-menerus mendukungnya di pinggir lapangan dengan anggota RISE yang lain. Sosok gadis itu tak terlihat diantara kerumunan RISE.

“Yo, lo mikirin Ify ya?” Tanya Gabriel sambil mengoper bola kearah Rio.

“Gue bener-bener gak ada kontak sama Ify, Yel. Hubungan gue sama Ify udah diujung tanduk nih, tinggal jatoh doang kebawah,” kata Rio. Alvin dan Gabriel hanya saling tatap.

Rio menghela napas dan duduk di tengah lapangan.

“Apa jangan-jangan hubungan gue cuma sampe disini doang ya?” gumam Rio. Alvin dan Gabriel duduk di samping Rio.

“Ngomong seenaknya aja lo, Yo! Lo berdua harus ketemu saling ngasih penjelasan satu sama lain, gue yakin kalo lo bisa jelasin semuanya ke Ify, Ify bakal ngerti.” Kata Gabriel.

“Tapi kayaknya Ify udah benci banget sama gue, mau nangis gue jadinya,” gumam Rio. (buset Rio mau nangis??).

“Ih, gak gentle banget sih lo! Gini doang nangis!” ujar Alvin.

“Seenak jidat lo ngomong! Gini doang, lo gak ngerasain sih!” keluh Rio.

“Gini ya, gue bilangin sebagai orang bijak dan sahabat lo yang paling ganteng, Ify bukannya benci sama lo, tapi dia cuma butuh waktu sendiri buat mikir mateng-mateng,” kata Alvin.

“Guenya yang kematengan nunggu!” keluh Rio. Gabriel menepok-nepok punggung Rio.

“Bener yang dibilang Alvin, lo tunggu aja waktu yang tepat, ntar ada waktunya lo berdua ngomong satu sama
lain, sekarang latihan ayo! Dikit lagi kejuaraan!” ajak Gabriel. Alvin dan Gabriel bangun dari duduknya. Kemudian Alvin mengulurkan tangannya ke Rio.

“Ayo, Yo! Berikan yang terbaik buat CB!” Seru Alvin. Rio tersenyum dan menyambut uluran tangan Alvin.

“WOI!! Para kodok!!” seru Cakka yang baru datang bersama Agni, Shilla dan Sivia. Rio, Alvin, dan Gabriel menoleh kearah pinggir lapangan.

“Eh, pesek! Sialan lo manggil kita kodok!” keluh Alvin.

“Lo bertiga emang kodok, ngeluarin aer mulu!” celetuk Cakka.

“Nih minumannya! Sekalian buat anggota yang lain!” kata Sivia sambil memberikan seplastik besar berisi minuman isotonik ke Alvin.

“Eh, Yel, Vin thanks ya pinjeman lo berdua ke gue,” kata Cakka.

“Maksud lo paan?” Tanya Gabriel.

“Lo berdua minjemin cewek-cewek lo, gue berasa jadi Charlie nih di Charlie’s Angel, dikelilingin cewek cakep, hahaa…” kata Cakka.

“Ngarep banget lo!” keluh Alvin.

“Ooh gitu yaa, dipinjemin cewek orang lain, lupa sama cewek sendiri..” sindir Agni sambil menjewer Cakka.

“Aduh, aduh, Neng Agni, jangan jewer kuping Bang Cakka dong! Bang Cakka kan cuma bercanda!” mohon Cakka.

“Biarin aja, supaya makin ganteng!!” seru Agni.

Mereka semua tertawa. Rio melihat teman-temannya berpasangan. Cakka-Agni, Alvin-Sivia, Gabriel-Shilla, mengumbar kemesraan. Rio makin meringkuk di pojok lapangan yang tak jauh dari mereka.

“Sial, gue dikacangin, serasa dunia milik berdua aja mereka…menyedihkan banget guee…” gumam Rio.

Mereka yang melihat Rio sendirian, mulai berbisik-bisik,

“Aduuh, kasian banget Rio terasingkan,” celetuk Cakka.

“Emangnya belom baikan sama Ify?” Tanya Shilla.

“Yaah, sendirian deh,” keluh Gabriel.

“Gak ada yang nemenin,” kata Alvin.

“Malang banget Kak Rio,” gumam Sivia.

“Sedih banget idupnya,” keluh Agni.

Rio yang berada di kejauhan…

“Dasar orang-orang gak berperasaan, ngomongin gue dari belakang, gue makan juga lo semua!” gerutu Rio.

“O, iya gue lupa, gue mau jenguk Keke dulu, kemaren kan gue gak dateng,” gumam Rio yang langsung pergi untuk berganti baju.

***

Rumah Sakit

Keke sedang mengupdate blognya, untuk menghilangkan rasa penatnya yang selalu ditinggal orang tuanya. Tiba-tiba terdengar suara ketokan pintu.

“Masuk!” seru Keke.

Keke terkejut begitu melihat seseorang yang paling ditunggunya datang sambil membawa parcel buah untuknya. Keke hanya tersenyum kecut.

“Kak Rio,” sapa Keke. Rio tersenyum dan duduk di bangku yang berada di samping tempat tidur Keke. Keke menutup laptopnya.

“Udah baikan?” Tanya Rio. Keke mengangguk.

“Besok juga boleh pulang kok,” gumam Keke. Kemudian mereka terdiam sesaat.

‘Gue harus ngomong sama Keke,’ pikir Rio.

‘Aku harus ngomong sama Kak Rio,’ pikir Keke.

“Kak..”

“Ke..”

Mereka ngomong secara bersamaan, kemudian berhenti lagi.

“Kakak aja duluan,” kata Keke.

“Nggak. Lo duluan aja,” suruh Rio. Keke menarik napas panjang.

“Aku suka sama Kakak,” tutur Keke. Rio terbelalak.

“Lo suka sama gue?” Tanya Rio. Keke mengangguk.

“Maaf, Ke…gue…”

“STOP!!” Keke menghentikan omongan Rio. Rio mengangkat alis. Keke hanya tersenyum.

“Aku emang suka Kak Rio, tapi sekarang aku sadar,” gumam Keke.

“Aku gak bakal bisa bikin Kak Rio milih aku, soalnya hati Kak Rio cuma buat Kak Ify, jadi aku mutusin buat mundur,” ujar Keke. Rio terdiam dan terus menatap gadis manis itu.

“Ada seseorang yang bilang bahwa cinta gak harus memiliki, cinta sejati itu rela melakukan apa saja supaya orang yang dicinta itu menemukan kebahagiaannya sendiri, jika orang dicintai itu bahagia, orang yang mencintai itu juga akan bahagia,” tutur Keke. Rio tersenyum.

“Sekarang lo udah dewasa, Ke!” kata Rio sambil tertawa.

“Yaiyalah, udah kelas 1 SMA! Kak Rio mau ngomong apa?” Tanya Keke. Rio menggeleng.

“Gak jadi, udah lupa, maklum ingatan gue jangka pendek, hahaa..” kata Rio. Tiba-tiba seseorang datang dengan penampilan yang cukup rapih.

“Deva,” panggil Keke. Rio melihat senyuman Keke merekah begitu Deva datang.

“Eh ada lo, Kak.” Kata Deva.

“Hei, Dev…” sapa Rio balik. Deva berdiri di sisi lain tempat tidur.

“Nih, gue bawain CD Boys Like Girls!” kata Deva sambil memberikan sebuah CD ke Keke.

“Asiik! Thanks, Dev!”

“Kalem, kalem sukanya Boys Like Girls lo, Keke…Keke..” Ujar Deva sambil tertawa.

Rio menatap mereka berdua sambil berpikir, dan kemudian mulai tersenyum.

“Kenapa lo, Kak cengengesan kayak gitu, lama-lama lo jadi kayak Kak Ify deh,” keluh Deva.

“Ahaha…nggak kok,” kata Rio sambil menenteng tasnya. Rio mendekat ke telinga Keke.

“Gue tahu siapa udah bikin lo dewasa…” bisik Rio. Muka Keke memerah. Rio hanya tersenyum.

“Gue balik!” pamit Rio.

“Kak Rio!!” Panggil Keke. Rio menoleh.

“Bahagiain Kak Ify ya!” kata Keke.

“Gak usah lo bilangin juga gue bakal ngelakuin itu!” Rio pun meninggalkan Keke dan Deva di kamar rawat Keke.

***

Rio mematikan mesin motornya dan membuka helm full-face yang dipakainya. Rio berhenti didepan rumah Ify. Ia memencet tombol rumah Ify.

“Eh, Den Rio, mau ketemu Non Ify ya?” Tanya satpam dirumah Ify.

“Iya, Pak. Ifynya ada?”

“Lagi di kamar, masuk kedalam aja Den, ada Bu Risna kok di dalam,”

“Makasih, Pak.”

Rio masuk kedalam rumah Ify dan kemudian disambut oleh Bu Risna.

“Eh, Rio mau ketemu Ify ya?” Tanya Bu Risna.

“Iya, tante. Ify dikamar ya?” Tanya Rio.

“Iya, Yo. Daritadi gak keluar kamar, tidur kali,” keluh Bu Risna.

“Boleh Rio keatas?”

“Oh, boleh kok, silahkan.”

Rio naik ke lantai atas dan berdiri di depan kamar Ify. Rio terus mengetuk-ngetuk pintu kamar Ify. Tapi tak digubris.

“Fy, gue tau lo masih marah sama gue, gue gak maksa lo buat ngomong sama gue, tapi gue harap lo mau ngomong lagi sama gue, gue pulang dulu,” kata Rio.

Begitu turun dari lantai atas, Rio ditanya oleh Bu Risna.

“Udah ketemu Ify?” Tanya Bu Risna.

“Kayaknya Ify lagi tidur, Tante,” kata Rio.

“Kayaknya akhir-akhir ini kamu jarang kerumah, Yo. Kamu gak ada masalah kan sama Ify?” Tanya Bu Risna.

“A..eng..enggak kok, kita gak ada masalah apa-apa, Rio balik ya Tante,” kata Rio ngeles.

“Hati-hati ya!”

Rio memang sengaja menyembunyikan masalah mereka berdua dari orangtua Ify, karena itu adalah masalah mereka. Sebelum Rio menjalankan motornya, Rio mengeluarkan handphone dan mulai mengetik sebuah pesan singkat.

***

“Fy, gue tau lo masih marah sama gue, gue gak maksa lo buat ngomong sama gue, tapi gue harap lo mau ngomong lagi sama gue, gue pulang dulu,”

Ify tidak mau membuka pintu kamarnya, ia masih belum siap bertemu dengan Rio. Hatinya masih sakit. Begitu tidak ada tanda-tandanya lagi, Ify membuka pintu kamarnya perlahan. Rio sudah turun kebawah. Ify menutup pintu kamarnya lagi dan berbaring di kasurnya sambil memandang foto mereka berdua.

“Gue harap lo masih mau nunggu gue untuk ngomong sama lo, Kak…” gumam Ify. Kemudian BB Ify berbunyi. Sebuah pesan singkat masuk. Ify membuka pesan tersebut.

From: Rio

Gue bakal terus nunggu lo sampe lo mau ngomong sama gue.
Gue sayang sama lo

Rio

Ify tak bisa menahan air matanya begitu membaca pesan singkat dari Rio. Ify membenamkan wajahnya di telapak tangannya. Tangisannya tak bisa terbendung lagi. Ify sadar bahwa ia gak bisa membenci Rio. Ify kangen sama Rio. Ify rindu saat dirinya mulai ngoceh gak jelas sampai membuat Rio risih, Ify
rindu pergi berdua dengan Rio. Ify rindu dengan senyuman Rio. Ify rindu dengan semuanya yang ada di Rio.

***

No comments:

Post a Comment