Sunday, April 22, 2012

I'm Yours part 1 (re-post)

Ify memandangi selembar kertas ditangannya. Otaknya yang sudah teramat lelah dipaksa berputar. Lusa adalah hari pertamanya bersekolah diSMA barunya, SMA Harapan Para Bintang (Ahahaha, maksa banget namanya). Sekolah yang terbilang elit itu adalah sekolah pilihan mama Ira, orang tua asuhnya. Entah apa alasan Mama Ira, yang jelas dia ingin Ify mendapat pendidikan yang maksimal, dan menurutnya itu hanya akan didapat Ify di SMA barunya. Entahlah…… Semoga……

Ify mendengus kesal, melempar brosur SMA Harapan para Bintang yang sejak tadi menyiksa batinnya. Kenapa ia harus bersekolah disekolah elit seperti itu? Kenapa dia harus berada dilingkungan orang–orang kaya yang notabene gak jauh – jauh dari kata sombong? Kenapa dia harus ada ditengah orang– orang yang everytime kerjaannya hanya menindas orang –orang tanpa mengenal dosa? Buat Ify, jangan kan berkeinginan untuk bisa sekolah disekolah itu, untuk sekedar berkhayal pun dia mungkin perlu bersemedi tujuh hari tujuh malem digunung semeru.

Mama Ira, orang tua asuhnya, memang orang yang bergelimangan harta, dia bisa memanjakkan Ify dengan berbagai fasilitas yang ekstra mahal, dan pelayanan nomor wahid, tapi memang pada dasarnya Ify adalah orang yang sederhana. Orangtua kandungnya hanya bekerja sebagai tukang gorengan di pinggir jalan. (Ok,ok, dari pada bingung kita sedikit flashback.) Mama Ira adalah seorang wanita mulia yang dengan tanpa diundang tiba–tiba datang dikehidupan Ify yang semula jauh banget dari kata berkecukupan, ya, maklum lah, bisa kita tebak berapa penghasilan seorang tukang gorengan perharinya. Dan kehadiran mama Ira bak seorang bidadari yang turun dari langit dan mendarat didepan rumah Ify disuatu siang yang bolong (Lho??) Dan dengan kebaikan hatinya, mama Ira memberi tawaran pada Ify untuk menjadi anak asuhnya. Benar–benar tawaran yang sulit dipercaya. Tapi ini memang nyata. Orang tua Ify yang pada dasarnya tidak mampu menyekolahkan Ify, tentu menerima tawaran itu dengan tangan terbuka selebar– lebarnya. Tapi tidak untuk Ify. Semula ia setuju bahkan sangat bahagia menerima tawaran mama Ira, tapi begitu tahu dimana dia akan melanjutkan sekolahnya, Ify menarik kembali kata ‘setuju’ yang sudah terlanjur diucapkannya.

SMA Harapan Para Bintang, nama sekolah yang terletak dipusat keramaian kota ini terus berputar– berputar dikepala Ify. Terngiang –ngiang ditelinganya kata – kata temannya tadi sore. Sebut saja Oik, teman sepermainannya sejak TK ini jelas– jelas tida setuju Ify melanjutkan sekolahnya diSMA itu. Menurut Oik, masuknya anak yang bukan dari golongan tingkat ekonomi atas kesekolah itu hanya menantang maut saja. Mungkin bisa juga diibaratkan dengan masuk kandang buaya dengan hanya memakai kutang, melelangkan nyawa dengan sukacita dan kebanggaan tiada tara.

SMA Harapan Para Bintang sudah terkenal sebagai sekolah yang mengutamakan tingkat ekonomi sekaligus senioritas. Bahkan, beredar kabar anak–anak penghuni sekolah laknat itu wajib membawa mobil pribadi kesekolah. Weleh,weleh, kebayang kan yang Cuma punya sepeda motor atau bahkan gak punya kendaraan sama sekali layaknya Ify, harus tiap pagi bolak-balik minjem mobil sama tetangga, itupun kalau tetangganya punya. Kalau enggak, kelaut aje nyokk. Hooooah, membayangkannya saja Ify sudah shock setengah mati, dan gak tanggung–tanggung, saking takutnya Ify sampai jungkir balik beberapa kali diatas tempat tidurnya yang sudah tidak layak pakai. Oh no, apa yang harus Ify lakukan? Sebuah tindakan yang benar– benar bodoh jika tiba – tiba ia mendatangi mama Ira dan menarik kembali kata setuju yang pernah diucapkannya dulu. Well, tidak ada pilihan lain selain menghadapi dunia barunya yang laknat ini.

Oke, untuk sementara dia hanya bisa berdoa. Semoga saja dia tidak pulang dengan bertelanjang kaki pada hari
pertamanya sekolah…… Semoga saja rambut panjangnya masih utuh pada hari kedua sekolah…… Semoga saja sebelah kakinya tidak patah pada hari ketiga sekolah. Semoga……semoga……
semoga……

@@@

Denting piano mengalun indah ditengah ruangan yang luas itu. Menciptakan harmoni nun indah ditengah suasana malam yang sunyi senyap.

Terlihat Seorang cowok dengan jemari yang terus menari dan mendentingkan nada duduk dengan tenang didepan sebuah grand piano putih yang terlihat begitu mewah. Ia terus memainkan nada demi nada dengan begitu sempurna, keasyikannya membuatnya tak menyadari sosok tua yang kini tengah berdiri disampingnya, cowok itu kemudian menghentikan permainannya, lantas menoleh,

“Maaf den Rio, bibi ganggu sebentar, anu.. ada telepon dari nyonya besar.” Jelas sosok tua itu.

Si cowok tadi tidak menjawab, ia malah kembali meletakkan jemarinya diatas tuts–tuts piano dan memainkan sebuah nada dengan kasar. Tatapan mata yang tadinya teduh berubah menjadi tatapan mata yang penuh dendam. Sosok tua itu tidak berani membuka mulut kembali, ia sudah mengerti jawaban apa yang dimaksud si tuan muda.

@@@

Ify terbangun saat pantulan sinar matahari mendarat dipipinya. Ia mengerjap–ngerjapkan matanya hingga benar – benar terbuka lebar. Ify lantas beranjak dari kamarnya.

Kedua orangtuanya sedang sibuk didapur dengan rutinitas sehari– hari, membuat gorengan. Ify yang masih dikuasai rasa kantuk hanya menyapa kedua orangtuanya dengan seulas senyum tipis.

“Eh, anak ibu udah bangun. Wess, langsung mandi cah ayu. Abis ini kamu kan mau kerumah mama Ira.”Seri bu Romi, ibu dari Ify.

Ify ingat rencanya hari ini. Ya, hari ini ia harus pergi kerumah mama Ira untuk mempersiapkan semua kebutuhan sekolahnya besok. Ify mendengus kesal. Untuk apa juga ia mempersiapkan semuanya kalo toh dia juga gak akan bertahan lama disekolah itu.

Kalimat – kalimat Oik kemarin sore kembali terngiang – ngiang diotaknya. Bayangan tentang sekolah laknat itu terus menghantui pikirannya. Sementara Pak Oni, bapak dari ify tak banyak berkomentar, ia asyik membuat adonan bakwan untuk dagangannya nanti siang. Tak banyak, dia hanya menghadiahkan Ify satu senyuman tulus yang penuh arti, namun sulit diartikan.

“Ayo, tunggu apa lagi? Jangan kecewakan bapak-dan ibu mu.”Seru Ibu lagi. Dengan setengah hati akhirnya Ify beranjak menuju kamar mandi. Dan alhasil,Kamar mandinya yang hanya berjarak beberapa meter dari ruang keluarganya terasa lebih jauh berpuluh puluh kilometer kali lipat.

Gondok setengah mati? Yaiyalah, itu mah gak usah ditanya!

@@@

Ify mendengus kesal, sekarang ia sudah berdiri tak bergairah didepan pagar rumah mama Ira yang elit dan terlihat sangat megah. Hamparan rumput hijau nan asri menyambut siapapun yang datang kerumah ini, begitu juga dengan Ify. Tapi sungguh, bukan sambutan seperti itu yang Ify harapkan. Satu– satunya yang ia harapkan adalah mama Ira tiba – tiba menghampirinya, dan berkata ’Ify, mama tidak jadi menyekolahkan kamu diSMP Harapan Para Bintang, dan kamu bisa memilih sekolah sendiri sesuka hatimu…’ Amin. Amin.Amin. Ify meng-amin-kan khayalannya sendiri. Tapi toh, itu semua Cuma ada dalam khayalan Ify dan tidak akan pernah berubah jadi nyata. Dan yang terpenting, Ify menyadari betul akan itu.

Ify terkesiap begitu medengar seseorang memanggil namanya dari dalam rumah.Sosok wanita paruh baya itu keluar dari rumah dan menghampiri ify. Ify jelas mengenal sosok itu, sosok yang tiba– tiba merubah kehidupannya hanya dalam waktu sehari, oh tidak, bahkan hanya dalam waktu beberapa jam saja. Sosok yang sudah memberikannya pilihan mutlak untuk berkata iya atau tidak sama sekali. Sosok yang sudah mendoronya masuk kejurang kelaknatan yang ditawarkan SMA Harapan Para Bintang, sosok itu…mama Ira.

Sosok itu menghampiri Ify dengan senyuman lebar diwajahnya, lantas membukakan pagar untuk Ify dan mempersilahkannya masuk. Kesan nyaman langsung terasa begitu Ify menginjakkan kaki dihalaman rumah mama Ira. Mata Ify memperhatikan sekitar, benar – benar konsep rumah yang luar biasa. Ify lantas mulai memasuki bagian dalam rumah, suasana didalam rumah pun tidak kalah mengagumkan .

“Fy, mama ambil minum dulu ya. Kamu duduk dulu aja.” Ujar mama Ira
membuyarkan lamunan Ify. Tanpa menunggu jawaban Ify, mama Ira lantas beranjak menuju dapur. Tak berapa lama, ia kembali dengan segelas orange juice ditangannya.“Diminum, fy.”

Ify menerima segelas orange juice yang diberikan mama Ira lantas meneguknya.

“Makasih bu, eh, maksudnya..makasih, ma.” Ucap Ify yang masih terlihat canggung memanggil ibu asuhnya dengan sebutan mama. Ia melupakan pesan mama Ira sewaktu berkunjung kerumahnya pertama kali untuk memanggil orangtua asuhnya itu dengan sebutan mama.

Mama Ira tersenyum kecil lantas membelai rambut Ify yang tergerai panjang.”gak apa – apa, fy. Mama tahu kamu masih belum terbiasa.” Ify tak menjawab, dia hanya memberikan senyuman kecil.

“Ya udah, kamu udah siapkan? Kita jalan sekarang.” Seru mama Ira seraya mengambil tas tangan berwarna merah yang sejak tadi teronggok diatas meja. Ify mengangkat alis,

“Jalan? Jalan kemana, ma?” tanyanya. Mama Ira kembali membelai rambut Ify dengan lembut,“Lho kok mau kemana, kita kan mau beli semua keperluan kamu buat sekolah besok.” Jawabnya. Ify berusaha mencerna kata – kata Mama Ira barusan, lantas menganggukan kepalanya.

@@@

“Kamu mau tas model kayak gimana,fy?” Tanya Mama Ira yang sedang asyik memilih tas sekolah untuk Ify diantara jajaran tas yang tertata rapi. Dan untuk yang ketiga kali mama Ira melempar pertanyaan itu pada Ify yang memang sejak tadi hanya memperhatikan mama Ira berjuang mencari tas untuknya tanpa berniat melakukan apapun, bahkan untuk sekedar memberikan komentar.

“Terserah mama aja. Ify suka semuanya kok.” jawab Ify sekenanya.

“Oh, yaudah. Kita beli aja semuanya..” Jawab Mama Ira.

Ify terkejut mendengar jawaban mama Ira yang diluar dugaan, lantas buru– buru menggelengkan kepalanya. “Gak usah, ma. Lagian buat apa beli banyak? Yang bakal Ify pake kan Cuma satu.”

Mama Ira menganggukkan kepalanya, lantas kembali mencari tas yang cocok untuk Ify. Tak berapa lama, ia kembali
dengan sebuah tas ransel berwarna biru muda ditanganya.“Gimana kalo yang ini? Warnanya kamu suka kan?” Tanya mama Ira. Tanpa pikir panjang, Ify menganggukkan kepalanya.

@@@

Ify melahap potongan pizza terakhirnya, Mengunyahnya, kemudian menelannya dengan segenap hati. Belum pernah ia merasakan makanan seenak ini. Acara shopping untuk persiapan sekolah Ify besok sudah selesai. Dalam waktu tiga jam, ia sudah mendapatkan sebuah tas dan sepatu yang mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas akan menemaninya menyeburkan dirinya sendiri kedalam jurang kelaknatan esok pagi.

“Enak makanannya, fy?” tanya Mama Ira.

“Enak banget, ma.”

Mama Ira menganggukan kepala dengan menghadiahkan dirinya sendiri sebuah senyum kepuasan.

“Ya sudah, sekarang kita langsung aja ke salon langganan mama.”

Ify mengangkat alisnya seketika, “Kesalon? Oh, mama mau potong rambut ya? Atau mau.. apa itu namanya.. oh, creambath?” Mama Ira tertawa mendengar celotehan Ify yang terdengar seperti celotehan anak 5 tahun.

“Bukan sayang, kita mau merubah sedikit penampilan kamu agar terlihat lebih rapi." Ujar mama Ira, lantas kembali menyambung kalimatnya,” Kamu mau kan?” Ify terkejut mendengar kata – kata mama Ira barusan, merubah penampilan? Apa lagi ini? Apa yang bakal berubah lagi dari dirinya? Oh, dear. Ify tidak berani membayangkan kalau sampai rambutnya yang sudah bertahun – tahun dipertahankannya agar terus tumbuh panjang dipotong menjadi pendek. Oh no.

“Fy..” Sebuah suara lembut membuyarkan lamunan Ify. Ify berpikir sebentar, lantas mengangguk pasrah. Tentu, memangnya apa lagi yang bisa dilakukannya? Usai membayar biaya makan barusan, mama langsung menggiring Ify menuju sebuah salon besar dimall yang sama dengan mall tempat Ify membeli tas dan sepatu.

Langkah mama Ira terhenti didepan sebuah salon yang bernama salon RISE Indonesia, lantas masuk kedalamnya tanpa melepaskan Ify dari genggaman tangannya.

“Eh, bu Ira. Apa kabar, bu? Udah lama gak kesini.” Ujar seorang wanita muda yang menyambut kedatangan mama Ira dengan senyum manisnya.

“Iya ya, udah lama saya gak kesini. Biasalah, lagi banyak kerjaan. Ini lho, saya mau penampilan anak ini dipoles sedikit, biar keliatan lebih kinclong. Tolong ya.” Uajr mama Ira seraya memperlihatkan Ify kepada. wanita muda yang tadi menyambutnya.

Wanita muda itu memperhatikan penampilan Ify dari ujung rambut sampai ujung kaki ,lantas mengangguk pasti,” Itu mah gampang. Serahin aja sama saya. Dijamin langsung kinclong clong clong clong.”

@@@

Ify tidak berani membuka matanya sendiri, ia tidak berani melihat seperti apa dirinya setelah dimake over selama berjam-jam. Ia tidak berani meyakinkan dirinya sendiri.Tapi tiba– tiba,

“SELESAI!!!!” Suara lembut itu terdengar ditelinga Ify, pelan– pelan ia membuka matanya yang sejak tadi tertutup rapat, dan…..

Waw! Ify terkejut setengah mati melihat bayangan yang terlihat dicermin. Sosok berambut panjang dengan keriting gantung yang terlihat sempurna, serta wajah yang terlihat kinclong menawan. Bayangan itu kah dia? Ify bertanya– tanya dalam hati. Ia benar – benar tidak berani meyakinkan dirinya sendiri.

“Sempurna” Ujar mama Ira yang berdiri dibelakang Ify. Saat itulah Ify baru berani meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang ada didalam cermin itu adalah dia, buru– buru Ify menoleh kebelakang, “Makasih ya, ma.”

@@@

Ify baru saja turun dari mobil saat sebuah suara lembut memanggil namanya,”Fy, nanti malam kamu nginep disini aja ya. Biar besok bisa langsung dianter sama supir mama kesekolah.” Kata mama Ira yakin, lantas kembali membuka mulut,”Nanti biar mama yang hubungi orangtua kamu.” Ify mengangguk pelan, memberi tanda setuju. Sudahlah, biar ini menjadi bayaran atas apa yang mama Ira lakukan hari ini. Membelikanannya berbagai kebutuhan sekolah besok, sampai merubah penampilannya, sejujurnya Ify sangat suka dengan model baru rambutnya. Terlihat sangat berbeda dengan rambutnya yang sebelumnya. Tentunya malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang untuk Ify. Kejutan apa lagi yang akan ia hadapi besok? Entahlah.

@@@

Untuk yang kesekian kalinya, Ify menatap dirinya dicermin. Matanya memperhatikan penampilannya pagi ini, pakaiannya, rambutnya, sepatunya. Sempurna. Setelah yakin semuanya sudah lengkap, Ify bergegas mengambil tasnya dan segera masuk ke dalam mobil yang akan mengantarnya menuju sekolah barunya.

Pagi ini ify tampak cantik dengan seragam SMA barunya dan rambut panjang tergerai. Hari ini adalah hari pertamanya bersekolah di SMA Harapan Para Bintang. Pada akhirnya, hari yang sangat tidak dinantikannya datang juga.Hari dimana ia akan memulai kehidupannya disuatu
ingkungann yang teramat asing untuk dia. Dan disinilah, di halaman SMA HArapan para Bintang kehidupan laknat itu dimulai…. (tenonee…noneeeet!!)

Ify menyeret langkahnya menyusuri lorong sekolah, dari segi bangunan, sekolah ini memang patut diacungkan jempol. Bangunan tiga lantai dengan desain yang modern membuat siapapun berdecak kagum melihatnya. Dari segi prestasi pun tak kalah memikat, jajaran piala – piala bergengsi dipamerkan disepanjang lorong sekolah. Mulai dari kejuaraan akademik sampai olahraga tingkat internasional. Ify berdecak kagum melihat pemandangan didepannya, tapi kekaguman itu berubah saat empat orang cowok mengusik pandangannya.

Empat cowok itu berjalan beriringan, satu diantara keempat cowok itu berjalan paling depan, dan ketiga lainnya mengikuti dibelakang.Mereka berjalan dengan dagu terangkat yang memberikan kesan sombong.

Apa lagi ini?

Ify berusaha memperhatikan keempat cowok itu lebih jelas, dan ia sempat. terpesona dengan pesona yang melekat pada keempat cowok tersebut. Cowok yang berdiri paling depan membawa bola basket ditangan kanannya, postur tubuhnya sangat ideal. Tubuhnya menjulang tinggi, dengan bentuk tubuh yang nyaris sempurna, kulit sawo matang, rambut dengan polesan gell, membuat panampilannya semakin memikat. Bentuk mukanya pun nyaris sempurna, dengan berbagai lekukan indah dan hidung mancung yang menggoda serta mata indah yang menyihir siapapun yang melihatnya. Cowok itu berjalan dengan gaya cool dan tanpa mempedulikan sekelilingnya, bahkan ia menghiraukan deretan cewek – cewek yang sejak tadi histeris memanggil namanya.

Ify menggelengkan kepalanya, entah karena terpesona pada cowok itu atau heran pada tingkah cewek– cewek centil yang begitu histeris memanggil nama sang cowok.

“Siapa sih tuh cowok? Sampe dipanggil – panggilin gitu?” Tanpa sadar Ify melontarkan pertanyaan itu dari mulutnya, dan sebuah suara lembut menjawab pertanyaannya.

“Namanya Mario stevano aditya haling” Ucap seorang cewek yang tiba – tiba sudah berdiri disamping Ify. Ify yang tidak menyadari kehadiran cewek itu sejak tadi, jelas terkejut setengah mati. Ia sampai nyaris terlonjak kebelakang, namun ia buru– buru mengembalikkan keseimbangan tubuhnya.

“Panggilannya, Rio.” Sambung cewek tadi. Ify tak langsung menjawab, ia malah sibuk memperhatikan cewek yang berdiri disampingnya. Wajah yang sangat indah, dengan hidung mancung bak artis korea, dan mata yang memikat. Rambutnya yang panjang tergerai menambah kesan anggun pada cewek itu.

Ify buru – buru mengalihkan pandangan saat cewek tadi mulai menyadari Ify memperhatikannya. Cewek tadi menoleh lantas memberikan senyum kecil untuk Ify,”Kenalin, nama gue Sivia. Lo pasti anak baru kan? Welcome.”. Tuturnya.

Ify membalas dengan senyuman, lanta mulai memberanikan diri membuka mulut, “Makasih, mm.. nama gue Ify.”

Sivia hanya menoleh sebentar, lantas kembali asyik dengan pandangannya, “Kalo yang pake jaket abu – abu itu namanya Alvin, yang bawa gitar namanya Gabriel, dan yang pake tas merah itu Ray. Mereka berempat terkenal dengan sebutan The Four Mr. Perfect.”

Ify memperhatikan ketiga cowok. Lainnya yang berjalan dibelakang Rio, lantas menganggukan kepalanya sendiri. Ketiga cowok dengan penampilan yang gak kalah ok dari Rio. Mereka bertiga memiliki keindahan wajah yang mempesona setiap cewek ditambah dengan gaya cool yang sepertinya sudah menjadi ciri khas mereka.Begitu juga dengan Rio.

“Mereka berempat itu anak dari pemegang – pemegang saham terbesar disekolah ini. Sambung Sivia.
Ify kembali menganggukkan kepalanya,

“Eh, dagu lo keren banget.” Kata – kata Sivia barusan membuyarkan lamunan Ify, tanpa sadar ia mengangkat tangannya Lantas meraba dagunya sendiri.Keren? Ify senyum–senyum sendiri mendengar pujian Sivia, tapi tiba – tiba sebuah tangan lembut menarik tangannya, “ikut gue.” Seru Sivia.

Langkah Sivia dan Ify berhenti didepan perpustakaan, tanpa menunggu lama keduanya masuk kedalam perpustakaan.

“Baca nih.” Seru Sivia seraya memberikan Ify sebuah buku dengan cover merah muda. Ify membaca judul buka itu‘All About The Four Mr. Perfect’

“Buku itu bikinan salah satu anak ekskul bahasa sekaligus fans beratnya The Four Mr. Perfect sekolah kita..” Jelas Sivia.

Ify mengangguk – angguk, lantas kembali memperhatikan buku ditangannya, buku yang tidak terlalu tebal namun cukup menarik, dibagian cover terdapat beberapa foto The Four Mr. Perfect dengan berbagai pose.

“Kalo lo mau tau semuanya tentang keempat cowok itu, lo harus baca buku ini. Eh, ngomong– ngomong lo masuk kelas berapa?” Tanya Sivia.

“Kelas Xc.”

Sivia tersenyum lebar,” Oh, itu mah kelas gue juga. Udah yuk, kita masuk kelas, bentar lagi bel nih.”

@@@

Ify melangkah keluar kelas dengan senyum diwajahnya, ternyata sekolah ini tidak selaknat yang Ify bayangkan. Tidak semua teman barunya bersikap dingin pada Ify, ya, walaupun ada beberapa temannya yang belum bisa menerima kehadiran Ify.

“Ify…” Panggil sivia lantas berlari menghampiri Ify. Ify menoleh, lantas memamerkan senyum manisnya. Tapi tiba– tiba matanya tertuju pada sebuah ember merah berukuran sedang yang dibawa Sivia.

“itu apaan, vi?” Tanya Ify penasaran.

“Ini? Ini buat nge-pel lantai kelas. Biasa lah, kemaren gue lupa piket, jadi gantinya gue harus nge-pel hari ini.“ Ify manggut – manggut,

“Eh, bisa pegangin bentar gak? Gue kebelet nih, gue kekamar mandi bentar ya..” Seru Sivia lantas menyerahkan ember ditangannya pada Ify.

Ify ngakak melihat tingkah teman barunya yang berlari kearah toilet. Sambil menunggu Sivia, ia berjalan disekitar lorong sekolah, memperhatikan berbagai piala dan piagam yang tersusun rapi didalam lemari kaca. Ada berbagai macam piala dari berbagai macam lomba, ada lomba matematika, PMR, lomba nyanyi, sampai modern dance. Keren.

Tapi tiba– tiba….

“The Four Mr. Perfect kita udah dateeeeeeeeng!!!” sebuah teriakan histeris terdengar tepat ditelinga Ify. teriakan seorang cewek yang langsung disambut oleh cewek– cewek lain. Ify yang terkejut dengan teriakan histeris itu lantas menjatuhkan ember merah yang sejak tadi tergantung ditangannya. Dan sialnya, seluruh air dalam ember itu tumpah keluar dari ember dan berceceran dimana– mana, Ify yang panic pun berusaha meraih ember merah itu, dan alangkah sialnya lagi, dari arah berlawanan keempat cowok yang diberi gelar The Four Mr. Perfect itu datang dan melangkah dengan tenangnya, Ify terkejut setengah mati begitu melihat siapa yang datang dari arah berlawanan, keempat cowok itu. Keempat cowok sombong yang dilihatnya tadi pagi, keempat cowok yang dberi gelar The Four Mr. Perfect!!! Ify menutup mata, ia tidak berani melihat apa yang akan terjadi didepannya, dalam kepanikan yang semakin menjadi–jadi, ify berkata pelan, “Plis jangan jatoh… plis jangan jatoh…plis jangan jatoh….” Ify terus berkata seperti itu, sampai akhirnya, BRRRRRUUUUUUUUUUUKKKKK!!!! Oh no!!! Ify terkulai lemas, habislah dia!

No comments:

Post a Comment