Ify memandangi selembar kertas ditangannya. Otaknya yang sudah teramat
lelah dipaksa berputar. Lusa adalah hari pertamanya bersekolah diSMA
barunya, SMA Harapan Para Bintang (Ahahaha, maksa banget namanya).
Sekolah yang terbilang elit itu adalah sekolah pilihan mama Ira, orang
tua asuhnya. Entah apa alasan Mama Ira, yang jelas dia ingin Ify
mendapat pendidikan yang maksimal, dan menurutnya itu hanya akan didapat
Ify di SMA barunya. Entahlah…… Semoga……
Ify mendengus kesal,
melempar brosur SMA Harapan para Bintang yang sejak tadi menyiksa
batinnya. Kenapa ia harus bersekolah disekolah elit seperti itu? Kenapa
dia harus berada dilingkungan orang–orang kaya yang notabene gak jauh –
jauh dari kata sombong? Kenapa dia harus ada ditengah orang– orang yang
everytime kerjaannya hanya menindas orang –orang tanpa mengenal dosa?
Buat Ify, jangan kan berkeinginan untuk bisa sekolah disekolah itu,
untuk sekedar berkhayal pun dia mungkin perlu bersemedi tujuh hari tujuh
malem digunung semeru.
Mama Ira, orang tua asuhnya, memang orang
yang bergelimangan harta, dia bisa memanjakkan Ify dengan berbagai
fasilitas yang ekstra mahal, dan pelayanan nomor wahid, tapi memang pada
dasarnya Ify adalah orang yang sederhana. Orangtua kandungnya hanya
bekerja sebagai tukang gorengan di pinggir jalan. (Ok,ok, dari pada
bingung kita sedikit flashback.) Mama Ira adalah seorang wanita mulia
yang dengan tanpa diundang tiba–tiba datang dikehidupan Ify yang semula
jauh banget dari kata berkecukupan, ya, maklum lah, bisa kita tebak
berapa penghasilan seorang tukang gorengan perharinya. Dan kehadiran
mama Ira bak seorang bidadari yang turun dari langit dan mendarat
didepan rumah Ify disuatu siang yang bolong (Lho??) Dan dengan kebaikan
hatinya, mama Ira memberi tawaran pada Ify untuk menjadi anak asuhnya.
Benar–benar tawaran yang sulit dipercaya. Tapi ini memang nyata. Orang
tua Ify yang pada dasarnya tidak mampu menyekolahkan Ify, tentu menerima
tawaran itu dengan tangan terbuka selebar– lebarnya. Tapi tidak untuk
Ify. Semula ia setuju bahkan sangat bahagia menerima tawaran mama Ira,
tapi begitu tahu dimana dia akan melanjutkan sekolahnya, Ify menarik
kembali kata ‘setuju’ yang sudah terlanjur diucapkannya.
SMA
Harapan Para Bintang, nama sekolah yang terletak dipusat keramaian kota
ini terus berputar– berputar dikepala Ify. Terngiang –ngiang
ditelinganya kata – kata temannya tadi sore. Sebut saja Oik, teman
sepermainannya sejak TK ini jelas– jelas tida setuju Ify melanjutkan
sekolahnya diSMA itu. Menurut Oik, masuknya anak yang bukan dari
golongan tingkat ekonomi atas kesekolah itu hanya menantang maut saja.
Mungkin bisa juga diibaratkan dengan masuk kandang buaya dengan hanya
memakai kutang, melelangkan nyawa dengan sukacita dan kebanggaan tiada
tara.
SMA Harapan Para Bintang sudah terkenal sebagai sekolah
yang mengutamakan tingkat ekonomi sekaligus senioritas. Bahkan, beredar
kabar anak–anak penghuni sekolah laknat itu wajib membawa mobil pribadi
kesekolah. Weleh,weleh, kebayang kan yang Cuma punya sepeda motor atau
bahkan gak punya kendaraan sama sekali layaknya Ify, harus tiap pagi
bolak-balik minjem mobil sama tetangga, itupun kalau tetangganya punya.
Kalau enggak, kelaut aje nyokk. Hooooah, membayangkannya saja Ify sudah
shock setengah mati, dan gak tanggung–tanggung, saking takutnya Ify
sampai jungkir balik beberapa kali diatas tempat tidurnya yang sudah
tidak layak pakai. Oh no, apa yang harus Ify lakukan? Sebuah tindakan
yang benar– benar bodoh jika tiba – tiba ia mendatangi mama Ira dan
menarik kembali kata setuju yang pernah diucapkannya dulu. Well, tidak
ada pilihan lain selain menghadapi dunia barunya yang laknat ini.
Oke, untuk sementara dia hanya bisa berdoa. Semoga saja dia tidak pulang dengan bertelanjang kaki pada hari
pertamanya
sekolah…… Semoga saja rambut panjangnya masih utuh pada hari kedua
sekolah…… Semoga saja sebelah kakinya tidak patah pada hari ketiga
sekolah. Semoga……semoga……
semoga……
@@@
Denting piano
mengalun indah ditengah ruangan yang luas itu. Menciptakan harmoni nun
indah ditengah suasana malam yang sunyi senyap.
Terlihat Seorang
cowok dengan jemari yang terus menari dan mendentingkan nada duduk
dengan tenang didepan sebuah grand piano putih yang terlihat begitu
mewah. Ia terus memainkan nada demi nada dengan begitu sempurna,
keasyikannya membuatnya tak menyadari sosok tua yang kini tengah berdiri
disampingnya, cowok itu kemudian menghentikan permainannya, lantas
menoleh,
“Maaf den Rio, bibi ganggu sebentar, anu.. ada telepon dari nyonya besar.” Jelas sosok tua itu.
Si
cowok tadi tidak menjawab, ia malah kembali meletakkan jemarinya diatas
tuts–tuts piano dan memainkan sebuah nada dengan kasar. Tatapan mata
yang tadinya teduh berubah menjadi tatapan mata yang penuh dendam. Sosok
tua itu tidak berani membuka mulut kembali, ia sudah mengerti jawaban
apa yang dimaksud si tuan muda.
@@@
Ify terbangun saat
pantulan sinar matahari mendarat dipipinya. Ia mengerjap–ngerjapkan
matanya hingga benar – benar terbuka lebar. Ify lantas beranjak dari
kamarnya.
Kedua orangtuanya sedang sibuk didapur dengan rutinitas
sehari– hari, membuat gorengan. Ify yang masih dikuasai rasa kantuk
hanya menyapa kedua orangtuanya dengan seulas senyum tipis.
“Eh, anak ibu udah bangun. Wess, langsung mandi cah ayu. Abis ini kamu kan mau kerumah mama Ira.”Seri bu Romi, ibu dari Ify.
Ify
ingat rencanya hari ini. Ya, hari ini ia harus pergi kerumah mama Ira
untuk mempersiapkan semua kebutuhan sekolahnya besok. Ify mendengus
kesal. Untuk apa juga ia mempersiapkan semuanya kalo toh dia juga gak
akan bertahan lama disekolah itu.
Kalimat – kalimat Oik kemarin
sore kembali terngiang – ngiang diotaknya. Bayangan tentang sekolah
laknat itu terus menghantui pikirannya. Sementara Pak Oni, bapak dari
ify tak banyak berkomentar, ia asyik membuat adonan bakwan untuk
dagangannya nanti siang. Tak banyak, dia hanya menghadiahkan Ify satu
senyuman tulus yang penuh arti, namun sulit diartikan.
“Ayo,
tunggu apa lagi? Jangan kecewakan bapak-dan ibu mu.”Seru Ibu lagi.
Dengan setengah hati akhirnya Ify beranjak menuju kamar mandi. Dan
alhasil,Kamar mandinya yang hanya berjarak beberapa meter dari ruang
keluarganya terasa lebih jauh berpuluh puluh kilometer kali lipat.
Gondok setengah mati? Yaiyalah, itu mah gak usah ditanya!
@@@
Ify
mendengus kesal, sekarang ia sudah berdiri tak bergairah didepan pagar
rumah mama Ira yang elit dan terlihat sangat megah. Hamparan rumput
hijau nan asri menyambut siapapun yang datang kerumah ini, begitu juga
dengan Ify. Tapi sungguh, bukan sambutan seperti itu yang Ify harapkan.
Satu– satunya yang ia harapkan adalah mama Ira tiba – tiba
menghampirinya, dan berkata ’Ify, mama tidak jadi menyekolahkan kamu
diSMP Harapan Para Bintang, dan kamu bisa memilih sekolah sendiri sesuka
hatimu…’ Amin. Amin.Amin. Ify meng-amin-kan khayalannya sendiri. Tapi
toh, itu semua Cuma ada dalam khayalan Ify dan tidak akan pernah berubah
jadi nyata. Dan yang terpenting, Ify menyadari betul akan itu.
Ify
terkesiap begitu medengar seseorang memanggil namanya dari dalam
rumah.Sosok wanita paruh baya itu keluar dari rumah dan menghampiri ify.
Ify jelas mengenal sosok itu, sosok yang tiba– tiba merubah
kehidupannya hanya dalam waktu sehari, oh tidak, bahkan hanya dalam
waktu beberapa jam saja. Sosok yang sudah memberikannya pilihan mutlak
untuk berkata iya atau tidak sama sekali. Sosok yang sudah mendoronya
masuk kejurang kelaknatan yang ditawarkan SMA Harapan Para Bintang,
sosok itu…mama Ira.
Sosok itu menghampiri Ify dengan senyuman
lebar diwajahnya, lantas membukakan pagar untuk Ify dan
mempersilahkannya masuk. Kesan nyaman langsung terasa begitu Ify
menginjakkan kaki dihalaman rumah mama Ira. Mata Ify memperhatikan
sekitar, benar – benar konsep rumah yang luar biasa. Ify lantas mulai
memasuki bagian dalam rumah, suasana didalam rumah pun tidak kalah
mengagumkan .
“Fy, mama ambil minum dulu ya. Kamu duduk dulu aja.” Ujar mama Ira
membuyarkan
lamunan Ify. Tanpa menunggu jawaban Ify, mama Ira lantas beranjak
menuju dapur. Tak berapa lama, ia kembali dengan segelas orange juice
ditangannya.“Diminum, fy.”
Ify menerima segelas orange juice yang diberikan mama Ira lantas meneguknya.
“Makasih
bu, eh, maksudnya..makasih, ma.” Ucap Ify yang masih terlihat canggung
memanggil ibu asuhnya dengan sebutan mama. Ia melupakan pesan mama Ira
sewaktu berkunjung kerumahnya pertama kali untuk memanggil orangtua
asuhnya itu dengan sebutan mama.
Mama Ira tersenyum kecil lantas
membelai rambut Ify yang tergerai panjang.”gak apa – apa, fy. Mama tahu
kamu masih belum terbiasa.” Ify tak menjawab, dia hanya memberikan
senyuman kecil.
“Ya udah, kamu udah siapkan? Kita jalan
sekarang.” Seru mama Ira seraya mengambil tas tangan berwarna merah yang
sejak tadi teronggok diatas meja. Ify mengangkat alis,
“Jalan?
Jalan kemana, ma?” tanyanya. Mama Ira kembali membelai rambut Ify dengan
lembut,“Lho kok mau kemana, kita kan mau beli semua keperluan kamu buat
sekolah besok.” Jawabnya. Ify berusaha mencerna kata – kata Mama Ira
barusan, lantas menganggukan kepalanya.
@@@
“Kamu mau tas
model kayak gimana,fy?” Tanya Mama Ira yang sedang asyik memilih tas
sekolah untuk Ify diantara jajaran tas yang tertata rapi. Dan untuk yang
ketiga kali mama Ira melempar pertanyaan itu pada Ify yang memang sejak
tadi hanya memperhatikan mama Ira berjuang mencari tas untuknya tanpa
berniat melakukan apapun, bahkan untuk sekedar memberikan komentar.
“Terserah mama aja. Ify suka semuanya kok.” jawab Ify sekenanya.
“Oh, yaudah. Kita beli aja semuanya..” Jawab Mama Ira.
Ify
terkejut mendengar jawaban mama Ira yang diluar dugaan, lantas buru–
buru menggelengkan kepalanya. “Gak usah, ma. Lagian buat apa beli
banyak? Yang bakal Ify pake kan Cuma satu.”
Mama Ira menganggukkan kepalanya, lantas kembali mencari tas yang cocok untuk Ify. Tak berapa lama, ia kembali
dengan
sebuah tas ransel berwarna biru muda ditanganya.“Gimana kalo yang ini?
Warnanya kamu suka kan?” Tanya mama Ira. Tanpa pikir panjang, Ify
menganggukkan kepalanya.
@@@
Ify melahap potongan pizza
terakhirnya, Mengunyahnya, kemudian menelannya dengan segenap hati.
Belum pernah ia merasakan makanan seenak ini. Acara shopping untuk
persiapan sekolah Ify besok sudah selesai. Dalam waktu tiga jam, ia
sudah mendapatkan sebuah tas dan sepatu yang mau tidak mau, ikhlas tidak
ikhlas akan menemaninya menyeburkan dirinya sendiri kedalam jurang
kelaknatan esok pagi.
“Enak makanannya, fy?” tanya Mama Ira.
“Enak banget, ma.”
Mama Ira menganggukan kepala dengan menghadiahkan dirinya sendiri sebuah senyum kepuasan.
“Ya sudah, sekarang kita langsung aja ke salon langganan mama.”
Ify
mengangkat alisnya seketika, “Kesalon? Oh, mama mau potong rambut ya?
Atau mau.. apa itu namanya.. oh, creambath?” Mama Ira tertawa mendengar
celotehan Ify yang terdengar seperti celotehan anak 5 tahun.
“Bukan
sayang, kita mau merubah sedikit penampilan kamu agar terlihat lebih
rapi." Ujar mama Ira, lantas kembali menyambung kalimatnya,” Kamu mau
kan?” Ify terkejut mendengar kata – kata mama Ira barusan, merubah
penampilan? Apa lagi ini? Apa yang bakal berubah lagi dari dirinya? Oh,
dear. Ify tidak berani membayangkan kalau sampai rambutnya yang sudah
bertahun – tahun dipertahankannya agar terus tumbuh panjang dipotong
menjadi pendek. Oh no.
“Fy..” Sebuah suara lembut membuyarkan
lamunan Ify. Ify berpikir sebentar, lantas mengangguk pasrah. Tentu,
memangnya apa lagi yang bisa dilakukannya? Usai membayar biaya makan
barusan, mama langsung menggiring Ify menuju sebuah salon besar dimall
yang sama dengan mall tempat Ify membeli tas dan sepatu.
Langkah
mama Ira terhenti didepan sebuah salon yang bernama salon RISE
Indonesia, lantas masuk kedalamnya tanpa melepaskan Ify dari genggaman
tangannya.
“Eh, bu Ira. Apa kabar, bu? Udah lama gak kesini.”
Ujar seorang wanita muda yang menyambut kedatangan mama Ira dengan
senyum manisnya.
“Iya ya, udah lama saya gak kesini. Biasalah,
lagi banyak kerjaan. Ini lho, saya mau penampilan anak ini dipoles
sedikit, biar keliatan lebih kinclong. Tolong ya.” Uajr mama Ira seraya
memperlihatkan Ify kepada. wanita muda yang tadi menyambutnya.
Wanita
muda itu memperhatikan penampilan Ify dari ujung rambut sampai ujung
kaki ,lantas mengangguk pasti,” Itu mah gampang. Serahin aja sama saya.
Dijamin langsung kinclong clong clong clong.”
@@@
Ify
tidak berani membuka matanya sendiri, ia tidak berani melihat seperti
apa dirinya setelah dimake over selama berjam-jam. Ia tidak berani
meyakinkan dirinya sendiri.Tapi tiba– tiba,
“SELESAI!!!!” Suara lembut itu terdengar ditelinga Ify, pelan– pelan ia membuka matanya yang sejak tadi tertutup rapat, dan…..
Waw!
Ify terkejut setengah mati melihat bayangan yang terlihat dicermin.
Sosok berambut panjang dengan keriting gantung yang terlihat sempurna,
serta wajah yang terlihat kinclong menawan. Bayangan itu kah dia? Ify
bertanya– tanya dalam hati. Ia benar – benar tidak berani meyakinkan
dirinya sendiri.
“Sempurna” Ujar mama Ira yang berdiri dibelakang
Ify. Saat itulah Ify baru berani meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang
ada didalam cermin itu adalah dia, buru– buru Ify menoleh kebelakang,
“Makasih ya, ma.”
@@@
Ify baru saja turun dari mobil saat
sebuah suara lembut memanggil namanya,”Fy, nanti malam kamu nginep
disini aja ya. Biar besok bisa langsung dianter sama supir mama
kesekolah.” Kata mama Ira yakin, lantas kembali membuka mulut,”Nanti
biar mama yang hubungi orangtua kamu.” Ify mengangguk pelan, memberi
tanda setuju. Sudahlah, biar ini menjadi bayaran atas apa yang mama Ira
lakukan hari ini. Membelikanannya berbagai kebutuhan sekolah besok,
sampai merubah penampilannya, sejujurnya Ify sangat suka dengan model
baru rambutnya. Terlihat sangat berbeda dengan rambutnya yang
sebelumnya. Tentunya malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang
untuk Ify. Kejutan apa lagi yang akan ia hadapi besok? Entahlah.
@@@
Untuk
yang kesekian kalinya, Ify menatap dirinya dicermin. Matanya
memperhatikan penampilannya pagi ini, pakaiannya, rambutnya, sepatunya.
Sempurna. Setelah yakin semuanya sudah lengkap, Ify bergegas mengambil
tasnya dan segera masuk ke dalam mobil yang akan mengantarnya menuju
sekolah barunya.
Pagi ini ify tampak cantik dengan seragam SMA
barunya dan rambut panjang tergerai. Hari ini adalah hari pertamanya
bersekolah di SMA Harapan Para Bintang. Pada akhirnya, hari yang sangat
tidak dinantikannya datang juga.Hari dimana ia akan memulai kehidupannya
disuatu
ingkungann yang teramat asing untuk dia. Dan disinilah, di
halaman SMA HArapan para Bintang kehidupan laknat itu dimulai….
(tenonee…noneeeet!!)
Ify menyeret langkahnya menyusuri lorong
sekolah, dari segi bangunan, sekolah ini memang patut diacungkan jempol.
Bangunan tiga lantai dengan desain yang modern membuat siapapun
berdecak kagum melihatnya. Dari segi prestasi pun tak kalah memikat,
jajaran piala – piala bergengsi dipamerkan disepanjang lorong sekolah.
Mulai dari kejuaraan akademik sampai olahraga tingkat internasional. Ify
berdecak kagum melihat pemandangan didepannya, tapi kekaguman itu
berubah saat empat orang cowok mengusik pandangannya.
Empat cowok
itu berjalan beriringan, satu diantara keempat cowok itu berjalan
paling depan, dan ketiga lainnya mengikuti dibelakang.Mereka berjalan
dengan dagu terangkat yang memberikan kesan sombong.
Apa lagi ini?
Ify
berusaha memperhatikan keempat cowok itu lebih jelas, dan ia sempat.
terpesona dengan pesona yang melekat pada keempat cowok tersebut. Cowok
yang berdiri paling depan membawa bola basket ditangan kanannya, postur
tubuhnya sangat ideal. Tubuhnya menjulang tinggi, dengan bentuk tubuh
yang nyaris sempurna, kulit sawo matang, rambut dengan polesan gell,
membuat panampilannya semakin memikat. Bentuk mukanya pun nyaris
sempurna, dengan berbagai lekukan indah dan hidung mancung yang menggoda
serta mata indah yang menyihir siapapun yang melihatnya. Cowok itu
berjalan dengan gaya cool dan tanpa mempedulikan sekelilingnya, bahkan
ia menghiraukan deretan cewek – cewek yang sejak tadi histeris memanggil
namanya.
Ify menggelengkan kepalanya, entah karena terpesona
pada cowok itu atau heran pada tingkah cewek– cewek centil yang begitu
histeris memanggil nama sang cowok.
“Siapa sih tuh cowok? Sampe
dipanggil – panggilin gitu?” Tanpa sadar Ify melontarkan pertanyaan itu
dari mulutnya, dan sebuah suara lembut menjawab pertanyaannya.
“Namanya
Mario stevano aditya haling” Ucap seorang cewek yang tiba – tiba sudah
berdiri disamping Ify. Ify yang tidak menyadari kehadiran cewek itu
sejak tadi, jelas terkejut setengah mati. Ia sampai nyaris terlonjak
kebelakang, namun ia buru– buru mengembalikkan keseimbangan tubuhnya.
“Panggilannya,
Rio.” Sambung cewek tadi. Ify tak langsung menjawab, ia malah sibuk
memperhatikan cewek yang berdiri disampingnya. Wajah yang sangat indah,
dengan hidung mancung bak artis korea, dan mata yang memikat. Rambutnya
yang panjang tergerai menambah kesan anggun pada cewek itu.
Ify
buru – buru mengalihkan pandangan saat cewek tadi mulai menyadari Ify
memperhatikannya. Cewek tadi menoleh lantas memberikan senyum kecil
untuk Ify,”Kenalin, nama gue Sivia. Lo pasti anak baru kan? Welcome.”.
Tuturnya.
Ify membalas dengan senyuman, lanta mulai memberanikan diri membuka mulut, “Makasih, mm.. nama gue Ify.”
Sivia
hanya menoleh sebentar, lantas kembali asyik dengan pandangannya, “Kalo
yang pake jaket abu – abu itu namanya Alvin, yang bawa gitar namanya
Gabriel, dan yang pake tas merah itu Ray. Mereka berempat terkenal
dengan sebutan The Four Mr. Perfect.”
Ify memperhatikan ketiga
cowok. Lainnya yang berjalan dibelakang Rio, lantas menganggukan
kepalanya sendiri. Ketiga cowok dengan penampilan yang gak kalah ok dari
Rio. Mereka bertiga memiliki keindahan wajah yang mempesona setiap
cewek ditambah dengan gaya cool yang sepertinya sudah menjadi ciri khas
mereka.Begitu juga dengan Rio.
“Mereka berempat itu anak dari pemegang – pemegang saham terbesar disekolah ini. Sambung Sivia.
Ify kembali menganggukkan kepalanya,
“Eh,
dagu lo keren banget.” Kata – kata Sivia barusan membuyarkan lamunan
Ify, tanpa sadar ia mengangkat tangannya Lantas meraba dagunya
sendiri.Keren? Ify senyum–senyum sendiri mendengar pujian Sivia, tapi
tiba – tiba sebuah tangan lembut menarik tangannya, “ikut gue.” Seru
Sivia.
Langkah Sivia dan Ify berhenti didepan perpustakaan, tanpa menunggu lama keduanya masuk kedalam perpustakaan.
“Baca
nih.” Seru Sivia seraya memberikan Ify sebuah buku dengan cover merah
muda. Ify membaca judul buka itu‘All About The Four Mr. Perfect’
“Buku itu bikinan salah satu anak ekskul bahasa sekaligus fans beratnya The Four Mr. Perfect sekolah kita..” Jelas Sivia.
Ify
mengangguk – angguk, lantas kembali memperhatikan buku ditangannya,
buku yang tidak terlalu tebal namun cukup menarik, dibagian cover
terdapat beberapa foto The Four Mr. Perfect dengan berbagai pose.
“Kalo
lo mau tau semuanya tentang keempat cowok itu, lo harus baca buku ini.
Eh, ngomong– ngomong lo masuk kelas berapa?” Tanya Sivia.
“Kelas Xc.”
Sivia tersenyum lebar,” Oh, itu mah kelas gue juga. Udah yuk, kita masuk kelas, bentar lagi bel nih.”
@@@
Ify
melangkah keluar kelas dengan senyum diwajahnya, ternyata sekolah ini
tidak selaknat yang Ify bayangkan. Tidak semua teman barunya bersikap
dingin pada Ify, ya, walaupun ada beberapa temannya yang belum bisa
menerima kehadiran Ify.
“Ify…” Panggil sivia lantas berlari
menghampiri Ify. Ify menoleh, lantas memamerkan senyum manisnya. Tapi
tiba– tiba matanya tertuju pada sebuah ember merah berukuran sedang yang
dibawa Sivia.
“itu apaan, vi?” Tanya Ify penasaran.
“Ini?
Ini buat nge-pel lantai kelas. Biasa lah, kemaren gue lupa piket, jadi
gantinya gue harus nge-pel hari ini.“ Ify manggut – manggut,
“Eh,
bisa pegangin bentar gak? Gue kebelet nih, gue kekamar mandi bentar
ya..” Seru Sivia lantas menyerahkan ember ditangannya pada Ify.
Ify
ngakak melihat tingkah teman barunya yang berlari kearah toilet. Sambil
menunggu Sivia, ia berjalan disekitar lorong sekolah, memperhatikan
berbagai piala dan piagam yang tersusun rapi didalam lemari kaca. Ada
berbagai macam piala dari berbagai macam lomba, ada lomba matematika,
PMR, lomba nyanyi, sampai modern dance. Keren.
Tapi tiba– tiba….
“The
Four Mr. Perfect kita udah dateeeeeeeeng!!!” sebuah teriakan histeris
terdengar tepat ditelinga Ify. teriakan seorang cewek yang langsung
disambut oleh cewek– cewek lain. Ify yang terkejut dengan teriakan
histeris itu lantas menjatuhkan ember merah yang sejak tadi tergantung
ditangannya. Dan sialnya, seluruh air dalam ember itu tumpah keluar dari
ember dan berceceran dimana– mana, Ify yang panic pun berusaha meraih
ember merah itu, dan alangkah sialnya lagi, dari arah berlawanan keempat
cowok yang diberi gelar The Four Mr. Perfect itu datang dan melangkah
dengan tenangnya, Ify terkejut setengah mati begitu melihat siapa yang
datang dari arah berlawanan, keempat cowok itu. Keempat cowok sombong
yang dilihatnya tadi pagi, keempat cowok yang dberi gelar The Four Mr.
Perfect!!! Ify menutup mata, ia tidak berani melihat apa yang akan
terjadi didepannya, dalam kepanikan yang semakin menjadi–jadi, ify
berkata pelan, “Plis jangan jatoh… plis jangan jatoh…plis jangan
jatoh….” Ify terus berkata seperti itu, sampai akhirnya,
BRRRRRUUUUUUUUUUUKKKKK!!!! Oh no!!! Ify terkulai lemas, habislah dia!
No comments:
Post a Comment