Ify sampai didepan rumah Rio yang megah bak istana, saking takjubnya,
Ify sampai geleng – geleng kepala sendiri sambil megap – megap,
“Gille! Ini sih dua kali lipet dari rumah mama Ira..” BAtin Ify.
Ify pun segera memencet bel, beberapa kali, tak lama kemudian pintu dibuka, cekreek! Begitu bunyinya..
Keluarlah sosok Rio yang malam ini tampil menawan dengan jaket kulit berwarna cokelat.
Rio terbelalak melihat sosok Ify berdiri didepan rumahnya, “ify?” Ify tersenyum kecil, “yo..”
“Tau dari mana lo rumah gue?” Tanya Rio garang.
Ify tersenyum kecut, “Sivia..”
Rio menganggukan kepalanya, “Mau ngapain?”
Ify
mengeluarkan sesuatu dari dalam tas selempangnya, sapu tangan Rio, sapu
tangan yang Rio pinjamkan sewaktu seragam Ify basah terkena lumuran jus
mangga, “gue Cuma mau balikin ini… makasih.”
Rio mengangkat
alis, memandangi sapu tangannya yag kini diulurkan Ify kepadanya, tiba –
tiba saja terdengar sebuah suara dari dalem rumah, “Riooo, kita
berangkat kapan?” Seru seseorang.
Ify tertegun, sepertinya ia
menganali suara itu, Ray? Rio mengalihkan pandangan kedalem rumahnya,
“Iyeeee, bentar!” Sahut Rio cuek.
Tak lama muncul Ray dari dalam rumah Rio disusul dengan Gabriel, Ify terkejut.
“Eh, ada neng Ify..” Sapa Ray.
Ify tersenyum kecil, tapi tidak menjawab apa – apa.
“fy..” Sapa Gabriel.
Ify kembali tersenyum.
“yo,
tadi gue udah coba telpon kerumahnya Alvin, kata pembokatnya sih dia
udah mau jalan..” seru Ray seraya merangkul pundak rio.
Ify tertegun, Hah? Alvin?
“Kayaknya kita jalan sekarang aja deh, yo!” tambah Gabriel.
Rio menganggukan kepalanya, lantas mengalihkan pandangan ke Ify, “Tadi mana sapu tangan gue?” Tanya Rio.
Ify segera menyerahkan sapu tangan ditangannya kepada sang pemilik, “mm, yo, tadi lo bilang…. Alvin? Alvin kenapa?”
“Alvin lagi ada masalah, fy.. emang Alvin gak cerita sama lo?” Sahut Gabriel.
Ify menggeleng, “Gak tuh.. masalah apa?”
“Udahlah, bukan urusan cewek!” sahut Rio dingin.
Ify mencibir, “Udah yok, jalan!” seru rio seraya menutup pintu rumahnya.
“Lo bertiga mau kemana?” Tanya Ify.
“Kita mau bantuin Alvin, sebagai teman yang baik…” Ray terpaksa menghentikan kalimatnya karena Rio sudah membekap mulutnya,
“Udahlah Ray, ayo, buruan!” Seru rio lagi.
“eh, gue boleh ikut gak?” Tanya Ify memelas.
Rio tertegun, menaikkan alisnya, tapi tidak berkata apa – apa, malah Ray yang bereaksi,
“Oh, neng Ify mau ngikut abang Ray?” Sahut Ray, lantas mengalihkan pandanagn ke arah Rio, “Boleh gak yo?”
Rio terdiam sejenak, menatap Ify, mencari keseriusan diwajah gadis itu, lantas kemudian menganggukan kepalanya.
@@@
Alvin
terus memacu mobilnya, sesekali ia melihat kearah jalan, ia baru saja
memasukki kawasan cibubur, sebelumnya ia memang belum pernah kedaerah
sini.
Alvin menghela nafas panjang, tak sabar untuk sampai
dirumah papanya. Alvin terus menyusuri jalanan malam yang lenggang,
melewati keramaian kota cibubur dimalam hari, tak lama, Alvin sampai di
sebuah jalan yang teramat sepi, tak ada satu kendaraan pun, hanya
mobilnya, segala macam firasat buruk langsung merajai benak Alvin.
Alvin
menghela nafas panjang, berusaha mengusir rasa takutnya, dan sampailah
ia disebuah terowongan panjang nun gelap, tanpa ragu Alvin pun memasukki
terowongan itu.. Alvin terpaksa menghentikkan mobilnya karena tiba –
tiba saja matanya menangkap sosok seorang nenek tua yang tersungkur
diaspal, Alvin lantas keluar mobil,
“Nek, nenek kenapa?” Tanya
Alvin lembut. Nenek – nenek tadi tidak menjawab, ia malah dengan
sendirinya berdiri lantas melangkah pergi meninggalkan Alvin, Dan betapa
terkejutnya Alvin ketika ia mengangkat kepala untuk memanggil nenek
tadi, ada dua buah truk besar dan sebuah mobil sedan mewah dihadapannya,
Alvin bergeming. Menatap tajam. Ia baru menyadari, kalau kehadiran
nenek tadi hanya jebakan untuknya agar ia bersedia keluar mobil, ya
tuhan… siapa mereka? Siapa yang ada didalam dua truk besar itu? Pintu
mobil sedan tadi dibuka, keluarlah seseorang dengan pakaian serba hitam,
Alvin bergidik, berusaha mengenali orang itu, dan Alvin pun tertegun
saat menyadarai sosok gagah itu, ya tuhan.. papanya?
“Alvin… sudah lama kita tidak bertemu!” Ujar laki – laki itu seraya berjalan mendekati Alvin yang kini berdiri mematung.
Alvin menatap tajam papanya, lantas buang muka, “Dasar pengecut! Ngapain lo pake cara kayak gini?”
Laki
– laki tadi tertawa sinis, lantas menghisap rokok ditangannya, “Ya
sudahlah Alvin… kalo dalam kamus papa, yang curang itu yang bakal
menang!”
Alvin buang muka, tanpa ia sadari, ia mundur selangkah.
“BAgus,
kamu datang sendirian! Punya nyali juga kau, Alvin!” Lanjut laki – laki
itu. Alvin tak bergeming, “Lo mau apa? Lo mau ngebunuh gue? Ngapain lo
bawa truk gede kayak gini?” Tanya Alvin.
Papanya malah tertawa
sinis, lantas membuang puntung rokok ditangannya, kemudian melumat rokok
tadi dengan sepatu hitamnya, “Kamu liat rokok ini? Malam ini nasib kamu
akan sama dengan rokok ini… kamu… bakal mati!! Kamu bakal nyusul Irfan!
Ayah kandungmu itu!” Alvin tertegun, dadanya sesak, ia dapat merasakan
degup jantungnya kini sangat cepat, “gue gak takut sama lo! Dasar
iblis!” Bentak Alvin.
“Alvin…Alvin… kamu memang sama persis dengan almarhum ayah kandung mu!” sahut laki – laki tadi,
“Gimana
keadaan ibumu itu, vin? Masih cacat gak dia? Hah?” Alvin tertegun,
hatinya berontak, “Apa lo bilang? Cacat? Dia kayak gitu juga gara – gara
lo! Dasar pengecut!”
@@@
Rio terus memacu mobilnya,
matanya terus mengamati jalan, “Tadi mobilnya Alvin kearah mana, Ray? Lo
sih berisik! Kehilangan jejak tuh gua…” Omel Rio.
Ray mencibir,
“Tadi sih lurus, yo.. eh, ada apaan tuh diterowongan?”Seru Ray begitu
melihat sebuah terowongan besar, dibagian depan terowongan itu ada
beberapa orang dengan pakaian seragam mirip pemadam kebakaran, orang –
orang itu terlihat sedang memperbaiki jalan, pasalnya dipinggir
terowongan itu ada sebuah truk besar yang membawa pasir, sementara
bagian depan terowongan hanya ditutup dengan sebuah papan yang menjulang
tinggi.
Rio bergidik, menghentikkan mobilnya didepan terowongan
tadi, lantas membuka jendela mobil, “Pak, bisa kesini sebentar?” Panggil
Rio.
Seseorang dari pekerja – pekerja tadi menghampiri Rio, “iya
dek, ada apa?” “ini ada apa ya, pak? Kok jalanannya ditutup?” Tanya Rio
lagi.
Bapak – bapak tadi menyipitkan matanya, tampak kegelisahan
diwajahnya, “Oh, didalam sedang ada perbaikan, dek.. adek mending
jangan lewat sini!”
Rio bergeming, hah? Malam – malam begini ada
perbaikan jalan? Apa mungkin? Rio membuka mulut lagi, “Masa sih, pak?
Kok malem – malem gini?”
Bapak tadi menggaruk – garuk kepalanya
lantas mengangguk kecil, mencoba meyakinkan Rio, “iya dek, betul.
Perbaikannya udah dari tadi siang..”
Rio tak menjawab, malah
memasukkan kepalanya kedalam mobil kembali, “Ray, iel, katanya didalem
lagi ada perbaikan jalan dari tadi siang.. Kok gue gak yakin ya?”
“Iya
yo! Kok ada yang aneh ya? Tadi jelas – jelas Alvin masuk sini, kalo
emang ada perbaikan jalan dari tadi siang, kenapa Alvin bisa masuk?”
Sahut Gabriel yang duduk dijok belakang bersama Ify.
“betul tuh,
yo! Lagian kok perbaikan jalan gak ada suara mesin ya? Tadi malah kalo
gak salah gue denger suara orang ngomong gitu…” TAmbah Ray.
Rio mencibir, “Yee! Dodol, kalo gak ada orangnya, siapa yang mau perbaiki jalan?”
“bukan Yo, siapa tau itu suara Alvin!” Tambah Ray.
Rio bergeming, “Iya juga ya, tapi Alvin ngapain didalem?”
“Apa mungkin Alvin dicegat didalem terowongan ini?” UJar Ify.
Rio tak menjawab, ia kembali melongok keluar jendela, “Pak, kita boleh masuk gak?”
“ya, gak bisa dek..”
“Tapi tadi temen saya bisa masuk sini!” Sahut rio cepat.
Bapak – bapak tadi semakin menunjukkan kegugupannya, “Wah, adek salah liat kali!” Rio menggeleng cepat, “GAk mungkin, pak…”
Tiba – tiba terdengan suara Ray, “yo.. bentar deh!”
Rio menurut, lantas kembali memasukkan kepalanya kedalam mobil, “kenapa?”
“Gini
yo, kita tubruk aja papan didepannya, kita masuk secara paksa, !
Soalnya filing gue bilang, Alvin ada didalem, dan lagi dalam bahaya!”
Seru Ray.
“Gimana Yo, daripada kita sama sekali gak bisa masuk!” Tambah Gabriel.
Rio
berfikir sebentar, lantas mengangguk mantap, Rio lantas menancap gas,
memajukkan mobilnya, menubruk papan yang menghalangi jalan, tidak peduli
dengan teriakan bapak – bapak tadi dan teman – temannya yang melarang
masuk, mobil Rio terus memasuki terowongan, dan mereka berempat pun
terkejut setengah mati begitu melihat keadaan didalam terowongan…
@@@
“Apa lo bilang? Cacat? Dia kayak gitu juga gara – gara lo! Dasar pengecut!” bentak Alvin.
Papa Alvin tersenyum sinis, “Alvin jonathan, apa kamu mau tau apa yang ada didalam truk besar itu?”
Alvin bergidik, memandangi dua truk besar itu, lantas kembali menatap papanya, “Apa?”
Laki
– laki tadi kembali tersenyum sinis, lantas menaikkan satu tangannya,
entahlah, mungkin itu sebuah kode, Dan Alvin pun terbelalak saat melihat
pemandangan didepannya, Ya tuhan! Ternyata dua truk besar itu menampung
puluhan orang berseragam serba hitam,
sepertinya semua laki – laki, mereka membawa sesuatu ditangannya, sebuah tongkat besi.
Alvin
tertegun, bayangkan! Tiba – tiba saja didepan matanya hadir puluhan
laki – laki dengan tampang sangar dan senjata ditangan,apa? Apa yang mau
mereka lakukan? Membunuh Alvin?
“gimana Alvin? Kamu takut?
Mereka semua anak buah papa, lho..” Ucap laki – laki itu. Alvin tak
bergeming, sudah terbayang segala kemungkinan terburuk dibenaknya? Apa?
Alvin benar – benar akan mati disini? Ya tuhan…
“Lo bener – bener pengecut! Beraninya maen keroyokan!” bentak Alvin.
“Kan
papa udah bilang, didalam kamus papa, yang curang yang bakal menang…
dan malam ini, kamu akan menyusul ayahmu si Irvan itu ke neraka!!”
Alvin
menghela nafas panjang, entahlah, hatinya seperti sudah pasrah,
bayangkan, ia harus seorang diri melawan sekian banyak orang. Alvin
memejamkan matanya, memasrahkan semuanya… hidupnya, Mamanya, Orang yang
paling dicintainya, dan.. Ify. Gadis itu..
Alvin terkejut saat
melihat pantulan cahaya lampu mobil didepannya, Alvin pun lantas
membalikkan badan, dan betapa terkejutnya Alvin saat mengenali sosok
didalam mobil Itu, Mobil itu terus melaju, lantas berhenti tepat
disamping Alvin, “Naik, vin!” seru rio.
“Rio? Ray? Gabriel? Kok lo bertiga bisa disini?” Tanya Alvin tidak mempercayai kenyataan didepan matanya.
Ray ikut – ikutan nongol dari jendela mobil, “itu gunanya sahabat, Vin..”
“Udah vin, buruan naik!” Seru rio lagi.
Alvin pun lantas membuka pintu mobil, dan matanya terbelalak saat melihat Ify, “fy..”
“Udah,
buruan masuk vin!” Seru Ify. Tanpa pikir panjang lagi, Alvin pun masuk
kedalam mobil, sama sekali tidak peduli dengan panggilan papanya yang
terus memanggil namanya,
Rio memacu mobilnya, “siap, guys?” Seisi
mobil mengangguk mantap. Rio pun bergerak maju, berusaha menorobos
puluhan laki – laki berpakaian serba hitam yang berbaris rapi. Mereka
pun tidak tinggal diam, mereka mencoba menghentikan mobil rio.
Mobil rio terus melaju, menerobos benteng pertahanan dari puluhan laki – laki tadi, tapi tiba – tiba..
PRAANG!
Kaca
belakang mobil Rio pecah terkena pukulan tongkat besi dari salah satu
laki – laki tadi, seisi mobil terbelalak, terutama Ify yang memekik
ketakutan,
Rio tidak peduli, ia terus menancap gas, sampai
akhirnya mobil Rio berhasil melewati puluhan laki – laki tadi dan
akhirnya keluar dari terowongan, Ify menghela nafas panjang, lantas
membuka matanya yang sejak tadi terpejam,
“Fy, lo gak apa – apa?” Tanya Alvin panic.
Ify menggeleng, “Gak, gue gak apa – apa..”
@@@
Suasana
mobil hening, Rio masih sibuk mengendarai mobilnya menyusuri jalan tol
menuju Jakarta, jalanan lenggang, hanya ada beberapa kendaraan lalu
lalang.
Ray sudah tertidur dijok depan, sementara Gabriel asyik
dengan walkman dan komik connan-nya, sementara Alvin hanya memandangi
jalan tanpa berniat membuka mulut,
Ify pun serupa,
“Lo kok gak ngajak – ngajak kita sih, vin?” Tanya Rio.
Alvin
tersenyum kecil, lantas menyandarkan kepalanya disandaran jok, “yaa,
gue kan Cuma mau buktiin ke laki – laki pengecut itu, yo!”
Rio tertawa kecil, tapi tidak menjawab apa – apa. Malah Ify yang bereaksi,
“vin..” PAnggil Ify.
Alvin menoleh, menatap Ify lembut,
“Kenapa, fy?”
“Mungkin
gue gak tau apa –apa tentang masalah lo sama bokap lo, tapi gue Cuma
mau lo tau, lo gak sendirian… ada gue, ada Rio, ada Ray, ada Gabriel,
ada nyokap lo!" Jelas Ify, lantas perlahan meraih tangan Alvin,
menggenggamnya erat, seolah ingin memberikan Alvin kekuatan..
Alvin tertegun, terlebih sekarang ada tangan Ify yang tengah menggenggam tangannya erat, “Thanks, fy..” ucap Alvin lirih.
Ify kembali tersenyum, lantas kembali menyandarkan kepalanya dijok mobil, masih belum melepaskan genggaman tangannya,
Di
jok kemudi, rio naik darah. Cemburu? Jelas! Tapi rio gak mau cari
ribut. Biarlah… hari ini menjadi milik Alvin dan Ify. Rio menghela nafas
panjang, lantas kembali konsentrasi memacu mobilnya.
@@@
Ify
terbangun saat pantulan sinar matahari mendarat dipipinya, Ify membuka
matanya, mengerjap-ngerjapkan beberapa kali, hingga benar – benar
terbuka lebar. Ify tertegun begitu menayadari sosok ibunya yang kini
duduk dipinggir tempat tidur,
“Eh, ibu..”
Ibu Ify tersenyum lebar, lantas membelai rambut anaknya.
“Tadi malem Ify pulang jam berapa, bu?” Tanya Ify seraya duduk disamping ibunya.
“Jam… setengah dua pagi!”
Ify terbelalak, “Hah? Setengah dua, bu?”
Ibu ify tersenyum kecil, “iya, tadi malam kamu diantar pulang sama… nak siapa ya namanya… Rio! Iya, rio..”
Ify kembali terbelalak, “Rio, bu?”
“Iya, dia anaknya tanggung jawab sekali lho, Fy. Dia nganterin kamu sampai depan kamar..”
Ify lagi – lagi kaget, “hah? Sampe depan kamar, bu? Yang gendong Ify sampai kamar siapa, bu?”
“Ya, nak Rio..”
Ify tertegun, “Rio? Emang bapak kemana, bu?”
“Bapak
kebetulan lagi kebagian tugas siskamling, fy..” Ify memukul keningnya
sendiri, “Aduuh, ibu kok ngebiarin si rio gendong Ify sampai kamar sih,
bu?”
Ibu Ify tertawa kecil, “Lho, emang kenapa? Dia anak baik – baik, kok.”
Ify melengos, “Baik apanya!”
“Baik, ah. Dan sepertinya, dia juga perhatian banget sama kamu..”
Ify kembali melengos, “perhatian opo!”
“Lho?
Iya toh, fy.. Rio itu anak baik. Ibu setuju lho kamu sama dia…” ledek
ibu Ify. Ify mencibir, “Ah, ibu apaan sih! Rio sableng begitu dibilang
baik! Udah ah, Ify mau mandi..” Sahut Ify lantas beranjak keluar kamar.
@@@
Ify
mendesah kesal, lagi – lagi ia harus bertemu dengan pelajaran olahraga,
pelajaran yang paling dibencinya. Untuk kali ini, olahraga basket.
Haaaah, lagi–lagi Ify menggerutu. Kenapa harus olahraga? Dan kenapa
harus main basket?
Ya oloh.. Satu per satu anak dipanggil sesuai
absen untuk diberi kesempatan mencoba memasukkan bola, Ify takut,
mengingat ia sama sekali tidak bisa maen basket, drible aja gak bisa!
Ify takut, apalagi di lapangan sebelah ada kelas Rio yang juga sedang
megikuti pelajaran olahraga, bagaimana kalau sampai Rio melihat Ify yang
tidak bisa maen basket sama sekali? Maluuu pisan!
Ify berdoa
dalam hati, semoga saja sebelum namanya dipanggil bel sudah berbunyi,
tapi lagi – lagi semua tidak sesuai dengan harapannya, Pak Dave, guru
olahraga asli batak itu sudah berkoar – koar ,memanggil nama Ify, ify
tertegun.
“Fy, lo dipanggil pak dave noh! Kaga denger?” Seru Sivia tiba – tiba.
Ify menoleh, tersenyum kecut, lantas perlahan memberanikan diri menghampiri Pak Dave dan tampang sangarnya.
“Lama kali kau! Cape aku sebut namamu!” omel Pak dave yang masih kental dengan logat bataknya.
Ify memaksakan tersenyum, “Maaf pak,”
Pak Dave mengangguk kecil, lantas mengulurkan bola basket ke tangan Ify,
“Ayo, kau coba masukan bola dulu!” Ify melengos, ya tuhan..
“Tapi, pak..”
“Apa lagi? Hah?” Sahut Pak Dave cepat.
Melihat
tampang sangar pak Dave, Ify tidak berani lagi membantah, ia pun
mengambil bola basket ditangan Pak Dave, lantas membalikan tubuhnya
menghadap ring basket,
“Ayo! Kau dribel dulu bolanya!” Seru Pak Dave lagi.
Ify
takut, takut banget, tapi kemudian Ify meneguhkan hatinya, lantas
menatap lurus kedepan dan mulai mendribel bola semampunya, belum sempat
Ify meloncat untuk memasukkan bola ke ring, Pak Dave sudah mencak –
mencak,
“Apa daya kau ini! Mendribel bola saja tak bisa!” Omel Pak Dave masih dengan logat bataknya.
Ify
melengos, hah? Perasaan tadi gak jelek – jelek amat! Pak Dave geleng –
geleng kepala, kemudian mengalihkan pandangan kelapangan sebelah yang
juga dipenuhi anak – anak,
“Rio, kemari kau!” Panggil Pak Dave. Ify terperanjat begitu pak dave memanggil… Siapa tadi? Rio? God! Mau apa?
Rio
yang sedang asyik bermain basket langsung menghampiri Pak Dave,
keringatnya bercucuran, “Kenapa pak?” Tanya Rio, lantas melirik Ify
sebentar. Pak Dave menepuk – nepuk pundak Rio, “Begini yo! Bapak mau
minta bantuan kau ajarin basket murid bapak! Lebih baik kamu kenalan
dulu…” Seru Pak Dave seraya melirik Ify yang kini Mematung.
Ify
terbelalak, what? Rio mau mengajarinya basket? Rio? Cowok belagu itu? Ya
oloh.. Kaga ada yang laen appa?? Rio mengalihkan pandangan Ke arah Ify,
“Saya udah kenal, pak..”
Pak dave menganggukan kepalanya, “Oh,
bagus! Begini Yo, Tolong kamu ajarin dia maen basket. Ya.. ilmu – ilmu
dasar aja, cara mendribel, masukin bola..”
Lagi – lagi Ify
terperanjat, serius nih? Sama Rio? “Tapi pak..” ucap Ify. Pak Dave
menoleh, “Sudah! Rio ini permainan basketnya sudah mantap! Bapak yakin
dia bisa ajarin kau!” Ify menutup mulutnya, tidak ada gunanya membantah
lagi.
“ayo Yo, bawa dia ke sebelah sana!” Seru Pak Dave seraya
menunjuk bagian lapangan yang memang sepi, tapi tetep ada ring
basketnya!
Dengan santai Rio membalikkan badannya, lantas melangkah menuju tempat yang dimaksdu pak Dave, Ify mengikuti dari belakang,
“Jangan
lo pikir gue mau diajarin sama lo, ya! Ini juga terpaksa setengah mati
gue!” bentak Ify begitu ia dan Rio sampai ditempat tujuan.
Rio menoleh, “Ya udah, gak usah cerewet!" sahut Rio datar.
Ify mencibir, “Emang sejago apa sih basket lo?” Tanya Ify dengan nada menantang.
Rio tersenyum sinis, “Sini bolanya!”
Tanpa
pikir panjang, Ify melempar bola basket ditangannya kearah Rio. Rio
menangkap bola basket pemberian Ify, lantas mulai mendribel, rio melesat
melewati Ify sambil terus mendribel bola basket.
Kemudian, dari
jarak yang lumayan jauh, cowok itu bersiap – siap memasukkan bola. Dan….
Hop! Dengan halusnya bola itu masuk kedalam Ring. Rio melirik kearah
Ify dan menaikkan satu alisnya sambil senyum penuh kebanggaan. ‘Pamer
dong! Kapan lagi coba?’ Batin Rio.
Ify menelan ludah, tidak bisa
berkata apa – apa. Ya tuhan, gampang banget Rio masukin bola ke Ring?
Dribelnya juga bagus banget! Kok bisa sih? Tapi tetep aja,huh! Belagu
amat sih nih cowok! Emangnya dia siapa? Ify ngedumel dalam hati.Padahal
sejujurnya dia kagum juga melihat gaya main basket Rio. Tapi tetepaja,
Ify gak boleh memperlihatkan kekagumannya.
“Oh, ok. Lumayan lah..” Ucap ify.
Rio tersenyum kecil, tapi tidak berkata apa – apa, malah kemudian kembali mendribel bola basket.
“Alvin kemana? Kok dari tadi gue gak liat?” Tanya Ify.
“dia lagi dipanggil pak Oni..” sahut rio sambil dengan santainya kembali memasukkan bola kedalam ring.
“dipanggil pak Oni? Kenapa?”
“biasalah,
dia kan anak kesayangannya pak oni. Ya, paling disuruh bantuin ngajarin
anak – anak..” Jelas rio lantas dengan santai melempar bolanya kearah
Ify. “Nih, coba dribel dulu!”
Ify menangkap bola itu, lantas
menatap rio tajam, “Lo mau malu – maluin gue? Jelas – jelas tadi pak
Dave bilang gue gak bisa dribel!”
Rio tertawa sinis, kemudian memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, “Lo bisanya apaan sih? Dribel bola aja gak bisa!”
Ify mencibir, “Gue kan gak pernah maen basket!”
“Makanya, kerjaan lo jangan Cuma bikin gorengan aja!” Sahut rio cuek.
Ify
tertegun, seperti ada yang menohok hatinya, Rio mengangkat alis, lalu
menoleh ke arah Ify. Rio terlihat ragu, tapi lalu mengucapkan sesuatu
yang di luar dugaan Ify.
“Sorry kalo nyinggung..”
Ify memaksakan seulas senyum tipis, tapi lagi – lagi tidak mengatakan apa – apa.
“heh! Buruan dribel bolanya! Malah bengong!” Omel Rio.
Ify melengos, “Lo budek apa pura – pura budek sih? Tadi kan gue udah bilang, gue gak bisa!”
Rio mendelik, kemudian menghampiri ify, “Gini nih, liatin ya..”
Bola
berpindah ketangan Rio, kemudian ia mulai mendribel bola perlahan,
dribel ditempat, “pandangan lo harus tetep lurus kedepan, badan lo
jangan terlalu bungkuk,bola juga jangan terlalu rendah, sedang aja..”
jelas rio seraya mempraktekan cara mendribel bola yang benar.
Ify
mengamati setiap contoh yang diberikan Rio, cukup rumit, Tapi ify,
tetap mencoba memahami maksud Rio, dan Ify pun menganggukan kepalanya,
Rio melirik Ify sekilas, kemudia kembali menatap lurus kedepan, “terus,
baru lo mulai dribel sambil maju, inget, pandangan harus tetep kedepan,
gak boleh nunduk..” Sambung Rio seraya mulai melangkah maju sambil terus
mendribel bola, Ify terus mengamati.
“Naah, kalo lo ngerasa udah siap, baru lempar bolanya..” Sambung rio lagi, kali ini sambil kembali memasukkan bola kedalam ring.
“Udah ngerti belom?” Tanya Rio sinis.
Ify menganggukan kepalanya, “dikit..”
“Coba!” perintah rio seraya melempar bola basket kearah Ify.
Ify
sigap menangkap bola basket yang dilempar rio, lantas mulai mendribel,
mengikuti semua contoh yang Rio berikan, “Oke, bagus!” Gumam rio.
Ify berbalik, manatap rio, “beneran udah bagus?”
Rio
mengangguk kecil, “iya, tapi harus banyak belajar lagi.. sekarang cara
masukin bola ke ring!” jelas rio seraya mengambil bola ditangan Ify.
“liat ya..” Rio mulai mengambil ancang – ancang untuk memasukkan bola,
“Pandangan
harus lurus kearah ring, kaki kiri dibelakang, terus bola diangkat, gak
boleh ngelebihin kepala…” Ify manggut – manggut,
“kalo udah posisi siap, baru lempar…” Sambung rio, lagi – lagi dengan mudahnya berhasil memasukkan bola.
Ify
kembali manggut – manggut. “Nah, sekarang lo coba…” Ujar rio seraya
kembali mengembalikan bola ke Ify. Ify mulai mengambil ancang – ancang,
ia mengikuti semua contoh yang rio praktekan tadi, daaann… Hop! Yak,
masuk! Ify bersorak sorai begitu melihat bola lemparannya berhasil masuk
ring.
Rio tersenyum lebar, “nah, gitu dong..” Seru rio lantas mendekati Ify.
Ify
tercekat saat tiba – tiba Rio mendekatinya lantas mengacak – ngacak
puncak rambut ify, Ya tuhan.. Ify diam. Tidak sanggup mengatakan apa –
apa. Apa yang dilakukan Rio barusan jelas membuatnya mati kutu. Tiba –
tiba saja Ify merasakan hatinya berdesir, ada perasaan hangat yang
menyelimuti hatinya saat ini… perasaan hangat karena sentuhan tangan
Rio. Tanpa sadar Ify menyentuh puncak kepalanya sendiri,ia menyentuh
bagian kepalanya yang beberapa detik lalu sempat disentuh tangan Rio.
Oh, ya tuhan…
“Gue gak nyangka, ternyata lo berat juga!” Seru Rio tiba – tiba sambil terus mendribel bola.
Ify tertegun, “berat?”
Rio melirik Ify sekilas, “iya, emang nyokap lo belom cerita tadi malem gue yang gendong lo sampe kamar lo?”
Ify tertegun, tapi tidak berkata apa – apa. “Lo makan apaan sih? Gue berasa kayak gendong emaknya kuda nil tau gak!”
Ify mencibir, “Ya, lagian. Siapa suruh lo gendong – gendong gue!”
“Lho?
Kata nyokap lo bokap lo gak ada, ya udah… lagian kemaren tuh tinggal lo
dimobil gue! Yang lain udah pada molor dirumah masing – masing!” Jelas
Rio sambil dengan santainya memasukkan bola kedalam ring.
Ify kaget, “Hah? Emang yang laen kemana? Perasaan kemaraen kita pulang bareng yang lainnya kan?”
“Iya,
tapi berhubung rumah lo yang paling jauh, jadi lo yang paling terakhir
gue nganterinnya! Elo sih, punya rumah diujung dunia kayak gitu!” Omel
rio.
Ify mencibir, “Lah? Lo tau rumah gue dari mana?”
“Alvin.” Sahut Rio singkat.
Ify manggut – manggut, ia ingat sebelumnya Alvin pernah mengantarnya pulang, waktu itu.. bersama Ozy, adeknya.
“Lo gak bilang terima kasih nih ceritanya?” Tanya rio menyindir.
Ify tertegun, tapi kemudian tersenyum kecil, “Iya deh, makasih.”
Rio
tak menjawab, ia malah kembali asyik mendribel bola, kembali bersikap
cuek, PAdahal, didalam hatinya ia teramat bahagai!Bayangkan, hari ini ia
bisa berada sedekat ini dengan gadis pujaannnya,wow! Rejeki emang gak
kemana..
@@@
Sementara
dipinggir lapangan Sivia mematung melihat pemandangan didepan matanya,
ada Rio dan Ify yang kini terlihat sangat akrab, rio sedang mengajari
ify main bola basket, satu hal yag tidak pernah dirasakan Sivia..
Sivia
menyipitkan matanya, berusaha dengan jelas melihat setiap gerak – gerik
Rio dan Ify, cowok pujaan hatinya dan yang satu lagi sahabat dekatnya.
Ya, harus sivia akui,ia cemburu. Ia cemburu melihat kebersamaan rio dan
Ify, dan sepertinya ia mulai mempercayai kata hatinya yang mengatakan
bahwa Rio menyukai Ify. Dan pamandangan di depannya benar – benar
mempertegas bahwa Rio memang menyukai Ify…
“Sivia…” Panggil seseorang lembut.
Sivia menoleh, “Eh, iel..”
Gabriel tersenyum lebar, ada bola basket ditangannya, “kok gak ikut maen?”
Sivia menggeleng, “Gak ah, males.”
“Terus lo ngapain disini?”
Sivia tidak menjawab, ia malah mengangkat telunjuknya kearah rio dan Ify yang kini semakin terlihat akrab.
Gabriel mengangkat kepalanya, matanya mengikuti arah yang dimaksud sivia, ada Rio dan Ify.
“Kenapa? Rio lagi?” Tanya Gabriel.
Sivia
tersenyum kecil, “Kayaknya Rio ngerasa nyaman banget ya dideket Ify..”
ucap Sivia yang belum melepaskan pandangannya dari Rio dan Ify.
Gabriel mendesah pelan, “Emang kenapa? Lo cemburu?”
Sivia
tertegun, menoleh sebentar ke arah Gabriel, lantas kembali
memperhatikan Rio dan Ify, “Apa sih artinya rasa cemburu gue! Gue emang
cemburu, gue akuin itu,tapi toh itu gak akan berarti apa – apa…”
Gabriel tertegun, ia tidak menyangka Sivia akan berkata seperti itu.
“Kalo
diliat dari cara Rio ngeliat ify, ngomong sama Ify, sikapnya ke
Ify…..perasaan gue bilang kalo… kalo… Rio suka sama Ify, iel!” jelas
Sivia, lantas menoleh kembali kearah Gabriel,
“Menurut lo gimana?” Sambung Sivia.
Gabriel mengangkat bahu, “Mungkin juga..”
Sivia
kembali mengalihkan pandangan ke arah Rio dan Ify, “iel…” Panggil Sivia
lirih, masih belum melepaskan pandangannya yang terus memperhatikan
Rio.
“kenapa?” Sahut Gabriel.
“Kasih gue satu alasan
kenapa gue gak bisa meraih bintang gue sendiri? Kenapa gue gak bisa ada
disamping Rio?” Tanya Sivia, perlahan sudut – sudut matanya mulai
mengeluarkan air mata.
Gabriel tertegun, tidak tahu harus
menjawab apa, “Via, lo nangis?” Sivia tak bergeming, ia membiarkan air
matanya terus mengalir, “Jawab gue iel, kenapa gue gak bisa ngedapetin
bintang gue? Kenapa Rio malah lebih suka sama Ify? Dan kenapa harus Ify?
Sahabat gue sendiri…” Jelas Sivia.
Gabriel menghela nafas
panjang, memandangi bola basket yang kini teronggok sepi ditangannya,
“Lo tenang aja, vi. Gue tau apa yang harus gue lakuin.” Ujar Gabriel
mantap lantas beranjak pergi begitu saja.
Sivia tertegun, hah? Apa maksudnya? Sivia hendak memanggil Gabriel untuk
menanyakan maksud kalimatnya tadi, tapi terlambat, Gabriel sudah menghilang…
No comments:
Post a Comment